
BUMN Karya Mau Dilebur, Utang Waskita & Wika Nyaris Rp 100 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Urusan utang membelenggu emiten BUMN Karya, bahkan WSKT dan WIKA saat ini napas bisnisnya mulai terengah-engah. Sebelumnya WIKA dikabarkan telah meminta penundaan pembayaran pinjaman dalam rangka restrukturisasi utang perusahaan.
Permintaan tersebut berlaku untuk pinjaman bank yang terutang oleh perusahaan induk dan tidak berlaku untuk meminta penundaan pembayaran obligasi, kata sekretaris perusahaan Mahendra Vijaya mengutip laporan Bloomberg. Secara spesifik perusahaan meminta penundaan pembayaran (standstill) bunga dan pokok pinjaman bank
Melansir data Refinitiv, pinjaman WIKA beserta anak usaha nyaris mencapai Rp 15 triliun. Adapun total pinjaman obligasi perusahaan beserta anak usaha mencapai Rp 9 triliun.
Masih urusan utang, sejumlah ruas tol yang dibangun dan dikelola oleh PT Waskita Karya Tbk akan dijual oleh pemerintah. Tujuannya untuk menutup beban utang dalam neraca keuangan perusahaan konstruksi pelat merah itu.
Aksi korporasi tersebut dilakukan hingga 2025 mendatang yang bertujuan untuk menutupi utang Waskita. Ini disebabkan, pembangunan infrastruktur masih menjadi beban utang perseroan.
Per 31 Maret 2023, Waskita menanggung utang yang memiliki bunga sebesar Rp65,35 triliun. Jumlah ini empat kali lipat dari jumlah ekuitas Waskita sehingga rasio utang menjadi tidak sehat.
Diantara jumlah utang tersebut, pada 2023 terdapat Rp5,4 triliun utang jatuh tempo pada 2023. Secara rinci sebesar Rp3,6 triliun adalah utang obligasi dan Rp1,8 triliun adalah pinjaman. Sementara kas yang dimiliki hanya Rp7,5 triliun, sehingga masih memiliki risiko likuiditas.
Sementara itu utang Wika tercatat mencapai Rp 32,84 triliun. Artinya gabungan kedua BUMN karya tersebut memiliki utang senilai Rp 98,19 triliun atau nyaris mencapai Rp 100 triliun.
Utang memang jadi salah satu cara pendanaan di bisnis konstruksi dan infrastruktur yang padat modal. Akan tetapi juga perlu mengontrol tingkat utang agar risiko likuiditas dan solvensi bisa terjaga. Saat "kebablasan" tentu saja dampaknya akan membuat keuangan perusahaan tidak sehat.
Pun dengan kondisi profitabilitas yang akan tertekan dari besarnya bunga utang yang harus dibayar. Belum lagi citra perusahaan di mata investor tentunya menjadi negatif sehingga harga sahamnya akan masuk fase bearish.
Risiko lain dari emiten konstruksi pelat merah adalah kebijakan anggaran pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bisa berubah. Misalnya saat Covid-19 anggaran infrastruktur dipangkas, proyek konstruksi pun sepi.
Perlu diperhatikan juga adanya pergantian presiden dan Menteri bisa membuat perubahan yakni pemangkasan dalam anggaran pembangunan untuk kepentingan lain. Sehingga performa keuangan BUMN Karya yang sangat bergantung pada pemerintahan bisa terganggu.
Berikut daftar jumlah utang (berbunga) BUMN Karya per 31 Maret 2023:
Emiten | Utang Jangka Pendek | Utang Jk.Panjang Jatuh Tempo 1 Tahun | Utang Jk Panjang | Total | DER |
ADHI | 4179.7 | 932.63 | 5696.33 | 10808.66 | 121.90% |
PTPP | 5696.51 | 2225.64 | 13635.66 | 21557.82 | 144.80% |
WIKA | 14525 | 374.38 | 17938.98 | 32838.36 | 193.50% |
WSKT | 803.1 | 5764.15 | 58782.78 | 65350.03 | 471.90% |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pgr/pgr)