Sectoral Insight

Duarrr! RI Banjir IPO, Kandidat Pusat Ekonomi Hijau Dunia?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
31 May 2023 16:25
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Tingginya jumlah penawaran saham baru (Initial Public Offering/IPO) menempatkan Indonesia peringkat ke-4 atau berkontribusi hampir 10% dari jumlah nominal dana perolehan global.
  • Perolehan dana dari saham yang baru melantai di bursa didominasi oleh sektor hilirisasi nikel, yang diproyeksi akan menjadi sumber ekonomi hijau.
  • Lakunya saham IPO didukung pertumbuhan perekonomian Indonesia di tengah perlambatan global.

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu bursa yang banyak menawarkan saham baru tahun 2023 ini bukan berasal dari 10 negara dengan perekonomian terbesar, melainkan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang cepat, jumlah populasi yang besar, disertai kekayaan alam yang melimpah berpotensi menjadikan Indonesia motor transisi perekonomian hijau sebagai produsen baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV).

Gencarnya komitmen dunia terkait perkembangan EV menjadi daya tarik investor. Indonesia yang baru saja berhasil melantaikan saham di bursa (Initial Public Offering/IPO) perusahaan smelter nikel menempatkannya sebagai peringkat ke-4 negara dengan dana perolehan IPO terbesar.

Melansir data Ernst & Young (EY), total dana perolehan IPO global mencapai US$ 21,5 miliar. Sedangkan, dana perolehan IPO Indonesia mencapai Rp 31,5 triliun (US$2,1 miliar), sehingga dana perolehan IPO Indonesia hampir berperan 10% dari global.

Melansir CNN International, data Dealogic menunjukkan Indonesia berada di belakang China, Amerika Serikat (AS), dan Uni Emirat Arab. Untuk pertama kalinya sejak 1995, Indonesia mampu melampaui dana perolehan IPO Negara Hong Kong, India, Korea Selatan, dan Jepang sebagai negara dengan pasar IPO terbesar.

Sepanjang tahun ini, investor telah mengucurkan US$ 2,1 miliar (Rp 31 triliun) ke dalam saham IPO Indonesia. Padahal, total dana perolehan sepanjang 2022 hanyalah US$ 2,2 miliar, sementara masih terdapat antrian 5 IPO besar mendatang.

Perlambatan IPO global

IPO Indonesia dapat menunjukkan performanya di tengah kinerja global yang melambat. Kenaikan suku bunga menyebabkan dana menjadi mahal, sehingga menjadikan investor mengurangi berinvestasi di aset dengan risiko tinggi.

AS menunda IPO-nya akibat sektor teknologi yang sensitif terhadap kenaikan suku bunga. Sementara itu, valuasi Hong Kong yang premium dan penerapan lockdown memperlambat perekonomiannya.

Indonesia sendiri mampu mendorong perusahaan logam go public/IPO berkat lonjakan harga komoditas, sehingga didukung fundamental yang baik pula.

Persediaan nikel Indonesia mencapai seperempat dari cadangan dunia, ditambah cadangan komoditas ekonomi hijau lain, seperti kobalt dan tembaga. Kobalt merupakan bagian penting untuk turbin angin, sedangkan tembaga memiliki peran penting untuk panel surya.

Perusahaan pertambangan Harita Nikel (NCKL) berhasil mengumpulkan US$ 660 juta (Rp 9,9 triliun) dalam debutnya di pasar modal. Pesaingnya Merdeka Battery (MBMA) berhasil mencatatkan sahamnya di bursa dengan IPO kapitalisasi pasar terbesar Rp 95 triliun.

Calon perusahaan IPO selanjutnya Amman Mineral International sebagai penambang emas dan tembaga. Perusahaan ini diproyeksi akan mengumpulkan US$ 1 miliar (Rp 15 triliun) pada akhir tahun mendatang.

Peran Pemerintah

Pemerintah juga berperan signifikan dalam menarik minat investor melalui IPO perusahaan negara, Pertamina Geothermal (PGEO) dan mendorong produsen baterai global berinvestasi di Indonesia.

Keseriusan pemerintah juga ditunjukkan melalui rencana terbarunya untuk membuat indeks nikel sendiri. Inisiatif ini akan menciptakan ekosistem kartel eksportir nikel, sehingga dapat mengendalikan harga nikel dunia.

Selain itu, kebijakan ini berpotensi mengurangi ketergantungannya terhadap acuan harga global, seperti London Metal Exchange (LME). Arifin Tasrif, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan hal ini akan memberikan kepastian bagi pemilik pertambangan, sehingga tidak mendapat tekanan dari pembeli.

Presiden Jokowi juga telah menetapkan berbagai larangan ekspor komoditas mentah, untuk mencegah asing memproses bahan di negaranya. Tetapi, strateginya melalui penarikan investasi luar negeri yang dapat meningkatkan nilai produk akhir.

Pemerintah memberlakukan ekspor bijih nikel tahun 2020 silam. Larangan ekspor juga akan diberlakukan untuk komoditas tembaga, bijih besi, dan aluminium.

Rencana tersebut membuahkan hasil dengan total investasi asing bertumbuh 44%, menjadi US$ 44 miliar tertinggi sepanjang masa tahun 2022. Melansir TradingEconomics, Kuartal-I 2023, Indonesia masih mampu menumbuhkan FDI-nya secara kuartalan (qoq), 1% menjadi Rp 177 triliun. Hal ini mengindikasikan investasi asing di Indonesia terus membentuk rekor tertinggi.

Fletcher, Manajer Investasi BlackRock, menyatakan nilai ekspor nikel Indonesia telah melejit akibat dari hilirisasi. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya defisit negara, sehingga akan mengurangi ketergantungan pinjaman luar negeri.

Pertumbuhan yang cepat

Bukan hanya logam magnet investasi Indonesia, Output ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 4,3% selama dekade terakhir. Populasi 274 juta orang menjadikan negara terpadat keempat di dunia dan kelas menengah yang terus berkembang dengan uang untuk dibelanjakan.

Menurut Bank Dunia, jumlah orang Indonesia yang aman secara ekonomi meningkat tiga kali lipat antara tahun 2002 dan 2016 menjadi 52 juta. Kelompok itu sekarang menyumbang hampir setengah dari konsumsi domestik.

Tidak mengherankan jika sebagian besar saham di dana Fletcher difokuskan pada ekonomi domestik Indonesia.

"Kami masih melihat percepatan dalam ekonomi domestik dan, sebagai hasilnya, dengan banyak perusahaan yang kami pegang, kami melihat pendapatan datang di atas ekspektasi analis," katanya.

Indonesia juga telah menempuh langkah lain. Satu dekade yang lalu, Indonesia mendapat skor buruk pada indeks Kemudahan Berbisnis dari Bank Dunia. Sejak itu, negara telah melakukan perbaikan besar-besaran salah satunya melalui kebijakan Omnibus Law yang berhasil menarik minat investor.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation