- Menjelang pemilu bisanya persoalan kemiskinan memang tengah hangat-hangatnya menjadi perbincangan
- Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang berhasil mendorong mengurangi angka kemiskinan di pedesaan
- Namun, miris para petani di Indonesia yang masih tetap miskin. Benarkah demikian?
Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang pemilu bisanya persoalan kemiskinan memang tengah hangat-hangatnya menjadi perbincangan. Bagaimana kondisi kemiskinan di Tanah Air, bagaimana strategi pemerintah menurunkannya, hingga sektor yang dianggap bisa mengentaskan kemiskinan yang ironisnya tak mampu berpengaruh signifikan.
Terbaru, Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia agar mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity.
Menurut Bank Dunia, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar US$ 3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar US$ 1,9 per hari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun buka suara. Ia mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang disarankan Bank Dunia itu belum bisa menggambarkan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia.
Selain itu, jika ukuran garis kemiskinannya di naikkan malah menyebabkan 40% masyarakat malah tergolong orang miskin.
Kondisi Kemiskinan di Tanah Air
Tingkat kemiskinan per September 2022 tercatat sebesar9,57%atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 yakni di angka 9,54% tetapi lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 di angka 9,71%.
Data ini juga berbicara bahwa tingkat kemiskinan perdesaan September 2022 sudah lebih rendah dibandingkan pada saat pra-pandemi September 2019.
Angkanya turun sebesar 0,24% poin yakni dari 12,60% menjadi 12,36%. Namun untuk tingkat kemiskinan perkotaan, angkanya masih lebih tinggi 0,97% poin dibandingkan September 2019.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dikutip Bank Dunia, ada 5,98 juta orang yang berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem pada 2021. Jumlah tersebut setara 2,16% dari total populasi Indonesia.
Sementara, tingkat kemiskinan ekstrem tersebut lebih rendah dibandingkan kemiskinan nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan pada waktu yang sama sebesar 27,54 juta jiwa atau 10,14% dari populasi. Pada Maret 2022, angkanya turun menjadi 9,54%.
Penduduk yang mengalami kemiskinan tersebar di seluruh provinsi. Rasionya terhadap populasi terbesar ada di Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Jika dilihat dari jumlahnya, Jawa Barat yang terbanyak memiliki penduduk miskin ekstrem mencapai 1,77 juta orang.
Perlu diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebut, penduduk miskin Indonesia paling banyak berada di Jawa Timur, yakni sekitar 4,23 juta orang pada September 2022, terdiri dari 1,75 juta orang miskin di perkotaan dan 2,48 juta orang miskin di perdesaan.
Provinsi dengan penduduk miskin terbanyak berikutnya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, Sumatra Selatan, Lampung, Papua, Banten, dan Aceh dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Baca Halaman Selanjutnya >>> Masihkah Sektor Pertanian Jadi 'Kunci' Berantas Kemiskinan di Pedesaan?
Sektor pertanian diyakini menjadi salah satu sektor yang berhasil mengurangi angka kemiskinan di pedesaan. Namun, kalimat yang berkembang saat ini para petani di Indonesia utamanya di pedesaan masih tetap miskin.
Hal tersebut disampaikan oleh Bank Dunia atau World Bank dalam laporannya bertajuk 'Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security'.
"Pendapatan pertanian mendorong pengentasan kemiskinan di pedesaan. Namun demikian, banyak petani tetap miskin karena mereka terkendala pada produktivitas rendah dalam strategi pemenuhan kebutuhan hidup dan produksi beras," jelas Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Rabu (10/5/2023).
Benarkah demikian?
Dari sisi upah buruh tani, rata-rata upah minimal buruh tani Rp59.226 per hari pada Desember 2022. Angka itu naik 0,22% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) sebesar Rp59.096 per hari.
Namun, upah riil buruh tani pada Desember 2022 menurun 0,73% dibanding November 2022, yakni dari Rp51.830 menjadi Rp51.453 per hari.
Sebagai catatan, upah nominal adalah rata-rata upah harian yang diterima buruh sebagai balas jasa pekerjaan. Sementara upah riil adalah daya beli dari pendapatan/upah yang diterima buruh/pekerja.
Adapun upah riil buruh tani adalah perbandingan antara upah nominal buruh tani dengan indeks konsumsi rumah tangga perdesaan, sedangkan upah riil buruh bangunan adalah perbandingan upah nominal buruh bangunan terhadap indeks harga konsumen perkotaan.
Dari sisi Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
NTP nasional April 2023 sebesar 110,58 atau turun 0,24% dibanding NTP bulan sebelumnya. Penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani turun sebesar 0,12%, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani naik sebesar 0,13%.
Dari data di atas, petani mengalami kenaikan dalam hal perdagangan ketika rata-rata tingkat harga yang mereka terima mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada tingkat rata-rata harga yang dibayarkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata upah buruh di Indonesia pada sektor pertanian menempati urutan paling bawah dengan rata-rata upah sebesar Rp 2,06 juta per bulan.
Pada dasarnya, perkembangan sektor pertanian memiliki esensi penting untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan sesuai target Millennium Development Goals (MDGs) di mana tiga dari empat orang miskin di Asia Tenggara ternyata berada di wilayah perdesaan dan sangat tergantung pada sektor pertanian.
Peningkatan pendapatan per kapita sektor pertanian mampu mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 52%.
Bank Dunia menyebut, serangkaian insentif yang menyimpang bagi produsen pertanian dan harga bahan pokok yang tinggi karena pembatasan impor, berkontribusi pada lambatnya diversifikasi ke tanaman komersial bernilai tinggi.
Di sisi lain, perubahan iklim diperkirakan akan meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan guncangan alam, yang dapat menjebak rumah tangga miskin ke dalam kemiskinan, dan mendorong rumah tangga yang tidak aman secara ekonomi kembali ke dalam kemiskinan.
Bila ditarik pada tahun 1990-2021, Indonesia mengalami lebih dari 300 bencana alam, termasuk 200 kali mengalami banjir dan berdampak pada lebih dari 11 juta masyarakat.
Jika melihat kondisi di lapangan, modal usaha tani yang besar juga turut membebani pendapatan petani seperti harga pupuk, pestisida, belum lagi risiko gagal panen yang terus mengancam petani.
Sehingga jika hal ini terjadi, maka sebagian besar petani yang meminjam uang di bank, koperasi, atau bahkan kepada tengkulak bakal kesulitan mengembalikan uang yang dipinjamkan karena kondisi ketidakpastian pertanian.
Kunci untuk mengentaskan kemiskinan di pedesaan adalah dengan memajukan sektor pertanian. Caranya, bisa dilakukan dengan meningkatkan layanan penyuluhan pertanian dan akses pasar yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian.
Pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan dalam menurunkan kemiskinan di pedesaan dilakukan dengan pengembangan industri yang seimbang. Dalam hal ini perlu adanya perbaikan struktur pertanian, adanya peningkatan program pendidikan masyarakat pedesaan, peningkatan program pemberdayaan masyarakat pedesaan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]