Macro Insight

Ekonomi Masih Tumbuh Kencang Tapi Investasi Malah Megap-Megap

mae, CNBC Indonesia
05 May 2023 14:54
Geliat bisnis di pusat perbelanjaan ITC Cempaka Mas mulai pulih meski daya beli masyarakat masih lemah.
Foto: Geliat bisnis di pusat perbelanjaan ITC Cempaka Mas mulai pulih meski daya beli masyarakat masih lemah. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Berbeda dengan konsumsi, pertumbuhan investasi sangat memprihatinkan. Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 2,11% (yoy), terendah dalam tujuh kuartal atau sejak kuartal I-2021.

Bila menghilangkan periode awal pandemi di mana investasi terkontraksi (kuartal I 2020- kuartal I-2021) maka pertumbuhan investasi pada kuartal I-2023 adalah yang terendah sejak kuartal IV-2013 atau delapan tahun terakhir.

Padahal, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadikan investasi sebagai motor pertumbuhan. Jokowi bahkan mengubah ratusan Undang_undang menjadi Omnibus Law UU Ciptaker demi mendongrak investasi.

Merujuk data BPS, dari enam kelompok investasii yang dihitung, hanya investasi pada kendaraan yang selalu tumbuh bahkan meningkat.

Investasi kelompok ini sempat terkontraksi selama pandemi tetapi tumbuh tinggi hingga menembus double digit pada tiga kuartal terakhir sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat.

Investasi pada mesin dan perlengkapan yang merupakan barang modal ambles dari tumbuh 18,36% (yoy) pada kuartal IV-2022 menjadi 4,62% (yoy).

Inflasi kelompok ini juga masih jauh dari periode pra-pandemi atau 2019 yakni di kisaran 7-8%.

Investasi pada kelompok bangunan bahkan terjun bebas menjadi 0,08% (yoy) pada kuartal IV-2022. Padahal pada pra-pandemi pertumbuhannya menembus 5%.

Padahal, pemerintah sudah jor-joran menyalurkan anggaran infrastruktur dan belanja modal.

Pergerakan investasi juga tidak sejalan dengan konsumsi dalam negeri. Investasi hanya tumbuh 2,11% (yoy) di saat konsumsi mampu tumbuh 4,54%.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menjelaskan ada sejumlah faktor mengapa konsumsi justru tidak sejalan dengan investasi.

"Pulihnya konsumsi biasanya diikuti dengan investasi tetapi sepertinya hal itu tidak terjadi saat ini. Bisa jadi ada beberapa faktor seperti kapasitas yang tidak maksimal, adanya kekhawatiran, serta penundaaan distribusi," tuturnya kepada CNBC Indonesia.

Dia menambahkan perusahaan mungkin memanfaatkan investor yang ada yang sebelumnya menumpuk untuk memenuhi permintaan.
"Kemungkinan adalah penggunaan investor meskipun harus lihat data lengkapnya. Jika benar karena inventori, artinya kuartal-kuartal berikutnya produksi akan meningkat. Bagus juga," imbuhnya.

Melandainya investasi sejalan dengan melambatnya pertumbuhan manufaktur. Pertumbuhan industri pengolahan non-migas hanya mencapai 4,67% (yoy) pada kuartal I-2023 atau terendah dalam setahun terakhir.

Dari 15 sub-sektor industri, hanya empat kelompok industri yang mampu tumbuh di atas 5%.

Di antaranya adalah makanan dan minuman, industri alat angkutan, industri barang logam dasar, dan industri barang Logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik
Tujuh sub-sektor bahkan mengalami kontraksi yakni industri pengolahan tembakau, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya, industri kimia, farmasi dan obat tradisional, .industri barang galian bukan logam,
 serta industri furniture

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular