Macro Insight

China, Jepang, AS Beri Kabar Tak Sedap, RI Mesti Siaga Satu?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
03 May 2023 08:55
Aktivitas Bongkar Muat Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan tahun 2023 menjadi tahu yang berat bagi perekonomian dunia. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur yang belum juga keluar dari zona kontraksi.

Meski begitu, Indonesia patut bersyukur karena PMI Manufaktur masih tergolong ekspansif dan masih akseleratif.

Aktivitas manufaktur Indonesia melonjak pada April 2023 didukung oleh kuatnya permintaan dalam negeri menjelang Lebaran.

S&P Global merilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada Senin (2/5/2023).

Untuk periode April 2023, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 52,7. PMI jauh lebih tinggi dibandingkan pada Maret 2023 yang tercatat di 51,9. Indeks periode kali ini yang tertinggi sejak September 2022 atau tujuh bulan terakhir.

 

Data hari ini juga menunjukkan PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 20 bulan terakhir.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Berdasarkan data ini, para analis dan banyak pelaku pasar masih optimistis terhadap kondisi perekonomian di Tanah Air. Meskipun pemerintah tetap perlu memberikan perhatian khusus agar pebisnis tetap melakukan ekspansi usahanya.

Setidaknya ada dua faktor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait dengan ekspansi kinerja manufaktur hingga akhir tahun ini yakni faktor permintaan dari pasar domestik dan daya beli masyarakat.

Faktor ini menjadi penting karena mayoritas industri manufaktur nasional memiliki orientasi pasar domestik, bukan ekspor.

Selain itu,faktor akumulasi peningkatan beban usaha yang berkaitan dengan kebijakan pengendalian inflasi, nilai tukar, suku bunga, logistik, serta harga komoditas global.

PMI manufaktur yang sedikit melemah saat ini terjadi lantaran pelaku usaha ingin mengantisipasi adanya efek negatif inflasi terhadapappetitekonsumsi dan daya beli masyarakat.

Permintaan dari dalam negeri dilaporkan semakin membaik yang membuat sektor manufaktur terus melakukan ekspansi secara moderat. Kemudian masalah rantai pasokan mulai teratasi serta tekanan inflasi mereda.

Menilik Ekspor-Impor Indonesia

Neraca perdagangan Indonesia Maret 2023 mengalami surplus US$2,91 miliar. Dengan demikian, Indonesia telah menorehkan surplus 35 bulan beruntun sejak Mei 2021.

Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Imam Machdi menuturkan bahwa surplus pada Maret 2023 ini berasal dari sektor nonmigas US$4,58 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,67 miliar.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), total nilaiekspor Indonesia pada Maret 2023 mencapai US$ 23,5 miliar.

Angka tersebut menguat 9,89% dibanding Februari 2023 (month-on-month/mom). Tapi, nilainya masih lebih rendah 11,3% dibanding Maret tahun lalu (year-on-year/yoy).

Hal serupa terjadi pada impor Indonesia yang nilainya meningkat 29,3% secara bulanan (mom) menjadi US$ 20,6 miliar, tapi turun 6,26% secara tahunan (yoy).

Adapun jika dilihat secara kumulatif,nilai ekspor Indonesia sepanjang kuartal I 2023 mencapai US$ 67,2 miliar, naik 1,6% dibanding kuartal I tahun lalu. Sementara,nilai impot kuartal I 2023 mencapai US$ 54,95 miliar, turun 3,28% dibanding kuartal I tahun sebelumnya.

Dengan ini, beberapa analis memperkirakan bahwa tekanan sektor manufaktur di beberapa negara mau tidak mau memberikan dampak terhadap Indonesia.

Kinerja ekspor Indonesia bakal diuji di bulan-bulan mendatang, sering perubahan aktivitas manufaktur di negara tujuan yang bervariasi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular