
Ekonomi AS Tidak Baik-Baik Saja, Investor Boleh Lega

Data inflasi AS yang mulai mendingin pada Maret dan kembali menghijaunya Wall Street y sejenak membawa ketenangan di pasar.
Sekarang, pelaku pasar akan menunggu efek kick off musim laporan laba (earnings season) perusahaan AS terhadap Wall Street dan bursa global, termasuk IHSG.
Mengutip Reuters, Kamis (13/4), sebagian investor percaya musim laporan keuangan perusahaan AS, terutama perbankan kakap, yang solid bisa menjadi pendongkrak saham.
Maklum, sektor perbankan menjadi sorotan usai kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) cs dan kasus merger raksasa bank Swiss Credit Suisse ke UBS pada Maret lalu.
Pelaku pasar akhir-akhir ini berharap efek meredanya inflasi dan pembalikan arah The Fed menjadi dovish beberapa pekan terakhir turut mendorong indeks saham macam S&P 500 menguat.
S&P 500 sendiri naik 6,5% secara year to date (YtD).
"Kita akan mendapat banyak kejelasan selama tujuh hari ke depan ketika sebagian besar bank besar melaporkan kinerja keuangan," kata Jake Schurmeier, manajer portofolio di Harbour Capital Advisors, dikutip Reuters, Kamis (13/4).
"Jika bank membuktikan bahwa mereka tumbuh dan memberi pinjaman dan memiliki kepercayaan pada prospek kredit, itu akan menjadi tanda yang lebih kuat bahwa Fed mungkin dapat mencapai soft landing," imbuh Jake.
Pada Rabu waktu AS, data Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan inflasi melandai menjadi 5% yoy pada Maret 2023 dibandingkan 6% pada Februari. Inflasi juga lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan ekonom 5,2%.
Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan harga makanan dan energi yang volatil, naik 5,6%, sejalan dengan perkiraan konsensus.
"Dari sudut pandang pasar saham, (data inflasi) sesuai dan sudah diperkirakan oleh pasar, jadi kami tidak melihat ini sebagai katalis untuk valuasi untuk berkembang lebih jauh," tulis Matt Peron, direktur riset di Janus Henderson Investors, dikutip Reuters (13/4).
Kick off laporan keuangan pada Jumat (14/4) akan dimulai dengan bank besar macam JPMorgan Chase, Citigroup Inc, dan Wells Fargo. Nama-nama ini akan menjadi contoh awal yang akan disoroti investor untuk melihat efek krisis perbankan bulan lalu.
Pekan depan, giliran Tesla, IBM, hingga Johnson & Johnson melaporan kinerja keuangan kuartal I mereka.
"Rasanya saham saat ini diperdagangkan terlalu banyak [bergantung pada sentimen] suku bunga," kata Craig Bergstrom, kepala investasi di hedge fund Corbin Capital Partners.
Craig bilang, sementara suku bunga The Fed tetap perlu disimak, "prospek bisnis bagi perusahaan akan menjadi lebih penting dalam jangka panjang."
Mengacu data Refinitiv, laba per saham (EPS) 6 bank terbesar AS diproyeksikan akan turun 10% dari kuartal yang sama tahun lalu.
Secara umum, berdasarkan data I/B/E/S Refinitiv per 7 April, analis mengharapkan laba perusahaan yang masuk dalam indeks S&P 500 turun 5,2% pada kuartal I 2023 dibandingkan periode yang sama 2022.
Dengan demikian, ini akan melanjutkan penurunan laba 3,2% pada kuartal IV 2022, sebuah penurunan beruntun yang dikenal dengan istilah 'resesi laba', yang belum pernah terjadi sejak Covid-19 'menghantam' kinerja perusahaan pada 2020 lalu.
Menyambung persoalan data inflasi teranyar, pasar futures menunjukkan investor saat ini bertaruh The Fed bakal mengambil jalur dovish, dengan pemangkasan suku bunga diproyeksikan dimulai musim panas nanti.
Selain soal inflasi dan musim laba perusahaan, ada sederet data ekonomi yang ikut diantisipasi investor hari ini, seperti pertumbuhan ekonomi Singapura kuartal I, inflasi Prancis hingga sentimen konsumen AS versi Universitas Michigan.
Dari dalam negeri sentimen minor soal pembagian dividen emiten sedikit banyak akan ikut mewarnai pergerakan saham di BEI hari ini.
(trp/trp)