Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pada perdagangan Kamis (13/4/2023), kendati ada aliran dana asing masuk (net buy) mencapai Rp 943,77 miliar. Sementara, mata uang rupiah kembali perkasa di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Pasar keuangan Indonesia diharapkan membukukan kinerja cemerlang pada akhir perdagangan pekan ini. Selengkapnya mengenai sentimen proyeksi dan pergerakan pasar keuangan hari ini bisa dibaca di halaman 3 artikel ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berakhir turun 0,20% menjadi 6.785,59 secara harian.
Sebanyak 317 saham melemah, 211 saham menguat, sementara 198 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi mencapai sekitar Rp 9,6 triliun dengan melibatkan 17,42 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,27 juta kali.
Dalam lima hari perdagangan IHSG terkoreksi 0,50%. Sementara itu, secara year to date (ytd) indeks masih membukukan pelemahan sebesar 0,95%.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv setengah sektor melemah dengan sektor energi memimpin penurunan hampir 2%.
Investor merespons rilis data inflasi AS Rabu malam waktu Indonesia dan mencerna rilis risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Menurut data Departemen Ketenagakerjaan AS, inflasi AS mendingin pada Maret seiring kenaikan suku bunga AS tampaknya semakin terlihat dampaknya.
Menurut data Departemen Ketenagakerjaan AS, Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 0,1% pada Februari, sedikit lebih rendah dibandingkan estimasi Dow Jones 0,2%.
Sementara, inflasi tahunan mencapai 5%, lebih rendah dari estimasi 5,1%. Ini bisa memberikan The Fed ruang untuk kembali menghentikan sejenak kenaikan suku bunga pada bulan depan.
Data tersebut menunjukkan, inflasi memang masih di atas target 2% The Fed, tetapi setidaknya mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.
Investor akan menunggu rapat FOMC The Fed pada minggu pertama Mei untuk melihat langkah bank sentral Negeri Paman Sam tersebut ke depan.
Menurut alat FedWatch CME Group, pasar cenderung memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps bulan depan.
Berbeda, rupiah mengamuk melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis, hingga mendekati Rp 14.700/US$. Sentimen positif dari dalam negeri ditambah dengan jebloknya indeks dolar AS membuat rupiah melenggang.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.750/US$, menguat 0,84% di pasar spot. Dengan demikian, rupiah sudah menguat 5 hari beruntun dan berada di level terkuat dalam delapan bulan terakhir.
Indeks dolar AS yang merosot 0,7% pada perdagangan Rabu pasca rilis data inflasi yang melambat.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Maret dilaporkan tumbuh 5% year on year (yoy), dari bulan sebelumnya 6%, dan lebih rendah dari ekspektasi 5,2%.
Meski demikian, inflasi Inti justru tumbuh 5,6% sesuai dengan ekspektasi analis dan lebih tinggi dari bulan sebelumnya 5,5%.
Pasca rilis tersebut, bank sentral AS (The Fed) masih diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada Mei nanti.
Tetapi di sisi lain, pasar juga melihat probabilitas pemangkasan suku bunga pada Juli meningkat menjadi 50%, dibandingkan pekan lalu 38%, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Selain itu Kabar baik datang dari operasi moneter Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) Bank Indonesia (BI) yang mulai menarik tenor jangka panjang. Artinya, dolar AS para eksportir disimpan lebih lama di dalam negeri, yang tentunya bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Hal ini tentunya menjadi kabar bagus, apalagi awal pekan lalu BI melaporkan cadangan devisa yang kembali meningkat.
BI melaporkan melaporkan cadangan devisa per akhir Maret 2023 adalah sebesar US$ 145,2 miliar, naik US$ 4,9 miliar dari Februari.
Setelah mengalami tren penurunan yang panjang, cadangan devisa akhirnya mampu naik lima bulan beruntun. Selama periode tersebut, Cadev sudah melesat US$ 15 miliar, dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar yang dicapai pada September 2021.
Posisi cadangan devisa saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2021.
Berdasarkan data dari Bahana Sekuritas, lelang terbaru yang dilakukan BI pada Selasa kemarin mampu menyerap US$ 19,3 juta. Dari nilai tersebut sebanyak US$ 12,5 juta masuk ke tenor 1 bulan dan US$ 6,8 juta masuk ke tenor 6 bulan.
Dalam 11 lelang yang dilakukan BI sejak awal Maret lalu, berdasarkan catatan Bahana Sekuritas baru kali ini tenor 6 bulan menarik minat eksportir. Bunga yang diberikan untuk tenor ini mencapai 5,35%.
Dari Amerika Serikat, ketiga bursa saham Wall Street ditutup di zona hijau dengan kinerja yang meyakinkan.
Pada perdagangan Kamis (13/4/2023), indeks Dow Jones ditutup menguat 383,19 poin atau 1,14% ke 34.029,69.
Sementara itu, indeks S&P 500 terapresiasi 54,27 poin atau 1,33% ke 4.146,22 atau tertinggi sejak penutupan Februari 2023. Indeks Nasdaq terbang 236,93 poin atau 1,99% ke posisi 12.166,27.
Menghijaunya Wall Street tidak bisa dilepaskan dari melandainya data inflasi harga produsen (PPI) yang dijadikan patokan harga yang dibayarkan perusahaan dan kerap menjadi indikator inflasi konsumen.
Dirilis pada Kamis malam waktu Indonesia, data PPI AS pada Maret turun 0,5% secara bulanan (mom). Padahal ekspektasi pasar indeks PPI diproyeksi mendatar.
Secara tahunan (year on year/yoy), infeks melandai ke 2,7% pada Maret, dari 4,9% pada Februari.
Jika mengeluarkan item makanan dan energi, PPI inti turun 0,1% mom, di bawah ekspektasi kenaikan 0,21% ekonom yang disurvei Dow Jones.
Sebelumnya, rilis laporan indeks harga konsumen/IHK (CPI) AS pada Maret menunjukkan inflasi utama mereda pada bulan lalun CPI hanya naik 0,1% mom pada Maret, sedangkan secara tahunan (yoy) IHK AS tumbuh 5%, kenaikan terkecil sejak hampir dua tahun belakangan.
Inflasi yang mulai dingin ini menunjukkan jika ekonomi AS mulai melemah seperti harapan The Fed.
Hanya saja, memang kenaikan ini masih belum begitu terasa seiring investor masih khawatir potensi resesi tahun ini.
"Wall Street beralih dari berfokus pada laporan inflasi yang cenderung lebih dingin dari perkiraan menjadi ke soal Risalah rapat The Fed yang memicu kekhawatiran resesi karena gejolak perbankan lebih lanjut mungkin akan segera terjadi seiring musim laporan laba perbankan semakin dekat," kata Ed Moya, analis pasar senior di Oanda, dikutip CNBC International, Kamis (13/4).
Analis Spouting Rock Asset Management, Rhys Williams, mengatakan bursa Wall Street menguat karena data PPI lebih jelek.
"Data PPI membuat pasar merasa nyaman karena bisa membuat The Fed tidak perlu menaikkan suku bunga pada pertemuan (Mei) mendatang," tuturnya, dikutip dari CNBC International.
Data inflasi AS yang mulai mendingin pada Maret dan kembali menghijaunya Wall Street y sejenak membawa ketenangan di pasar.
Sekarang, pelaku pasar akan menunggu efek kick off musim laporan laba (earnings season) perusahaan AS terhadap Wall Street dan bursa global, termasuk IHSG.
Mengutip Reuters, Kamis (13/4), sebagian investor percaya musim laporan keuangan perusahaan AS, terutama perbankan kakap, yang solid bisa menjadi pendongkrak saham.
Maklum, sektor perbankan menjadi sorotan usai kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) cs dan kasus merger raksasa bank Swiss Credit Suisse ke UBS pada Maret lalu.
Pelaku pasar akhir-akhir ini berharap efek meredanya inflasi dan pembalikan arah The Fed menjadi dovish beberapa pekan terakhir turut mendorong indeks saham macam S&P 500 menguat.
S&P 500 sendiri naik 6,5% secara year to date (YtD).
"Kita akan mendapat banyak kejelasan selama tujuh hari ke depan ketika sebagian besar bank besar melaporkan kinerja keuangan," kata Jake Schurmeier, manajer portofolio di Harbour Capital Advisors, dikutip Reuters, Kamis (13/4).
"Jika bank membuktikan bahwa mereka tumbuh dan memberi pinjaman dan memiliki kepercayaan pada prospek kredit, itu akan menjadi tanda yang lebih kuat bahwa Fed mungkin dapat mencapai soft landing," imbuh Jake.
Pada Rabu waktu AS, data Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan inflasi melandai menjadi 5% yoy pada Maret 2023 dibandingkan 6% pada Februari. Inflasi juga lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan ekonom 5,2%.
Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan harga makanan dan energi yang volatil, naik 5,6%, sejalan dengan perkiraan konsensus.
"Dari sudut pandang pasar saham, (data inflasi) sesuai dan sudah diperkirakan oleh pasar, jadi kami tidak melihat ini sebagai katalis untuk valuasi untuk berkembang lebih jauh," tulis Matt Peron, direktur riset di Janus Henderson Investors, dikutip Reuters (13/4).
Kick off laporan keuangan pada Jumat (14/4) akan dimulai dengan bank besar macam JPMorgan Chase, Citigroup Inc, dan Wells Fargo. Nama-nama ini akan menjadi contoh awal yang akan disoroti investor untuk melihat efek krisis perbankan bulan lalu.
Pekan depan, giliran Tesla, IBM, hingga Johnson & Johnson melaporan kinerja keuangan kuartal I mereka.
"Rasanya saham saat ini diperdagangkan terlalu banyak [bergantung pada sentimen] suku bunga," kata Craig Bergstrom, kepala investasi di hedge fund Corbin Capital Partners.
Craig bilang, sementara suku bunga The Fed tetap perlu disimak, "prospek bisnis bagi perusahaan akan menjadi lebih penting dalam jangka panjang."
Mengacu data Refinitiv, laba per saham (EPS) 6 bank terbesar AS diproyeksikan akan turun 10% dari kuartal yang sama tahun lalu.
Secara umum, berdasarkan data I/B/E/S Refinitiv per 7 April, analis mengharapkan laba perusahaan yang masuk dalam indeks S&P 500 turun 5,2% pada kuartal I 2023 dibandingkan periode yang sama 2022.
Dengan demikian, ini akan melanjutkan penurunan laba 3,2% pada kuartal IV 2022, sebuah penurunan beruntun yang dikenal dengan istilah 'resesi laba', yang belum pernah terjadi sejak Covid-19 'menghantam' kinerja perusahaan pada 2020 lalu.
Menyambung persoalan data inflasi teranyar, pasar futures menunjukkan investor saat ini bertaruh The Fed bakal mengambil jalur dovish, dengan pemangkasan suku bunga diproyeksikan dimulai musim panas nanti.
Selain soal inflasi dan musim laba perusahaan, ada sederet data ekonomi yang ikut diantisipasi investor hari ini, seperti pertumbuhan ekonomi Singapura kuartal I, inflasi Prancis hingga sentimen konsumen AS versi Universitas Michigan.
Dari dalam negeri sentimen minor soal pembagian dividen emiten sedikit banyak akan ikut mewarnai pergerakan saham di BEI hari ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Pertumbuhan ekonomi Q12023 Singapura (07.00 WIB)
- Inflasi Prancis per Maret final (13.45 WIB)
- Penjualan ritel AS per Maret (19.30 WIB)
- Sentimen konsumen AS versi Michigan Univ. (21.00 WIB)
Agenda emiten hari ini:
- Cum dividen JPFA
- Cum dividen ROTI
- RUPSLB ABDA
- RUPST DCII
- RUPST GOOD
- RUPSLB HMSP
- RUPST & RUPSLB MMIX
- RUPST MTEL
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]