Newsletter

Inflasi AS Mendingin, Tapi Pasar Saham Masih Gonjang-ganjing!

Putra, CNBC Indonesia
Kamis, 13/04/2023 06:00 WIB
Foto: Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok di tengah tekanan terhadap sejumlah saham big cap. Sedangkan, mata uang rupiah sukses mendekati rekor terkuat tahun ini.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada penutupan sesi II perdagangan Rabu (12/4/23) berakhir turun 0,18% menjadi 6.798,96 secara harian.

Sebanyak 302 saham melemah, 230 saham menguat, sementara 198 lainnya mendatar. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 17,87 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,35 juta kali.

Dalam lima hari perdagangan IHSG terkoreksi 0,50%. Sementara itu, secara year to date (ytd) indeks masih membukukan pelemahan sebesar 0,75%.

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv mayoritas sektor melemah dengan sektor energi memimpin penurunan hampir 2,3%.

Adapun lima bottom movers IHSG berdasarkan bobot indeks poinnya pada penutupan sesi II pada Rabu adalah sebagai berikut:

1. PT Bayan Resources (-14)

2. PT Gojek Tokopedia (-12)

3. PT Adaro Energy Indonesia (-3,1)

4. PT Indotambang Raya Megah (-2,8)

5. PT Surya Esa Perkasa (-1,9)

Pekan ini, fokus utama pelaku pasar adalah data inflasi AS yang diprediksi naik pada Februari 2023. Indeks harga konsumen (CPI) meningkat 0,4% pada Februari, menempatkan tingkat inflasi tahunan sebesar 6%. CPI inti juga naik 0,5% pada Februari dan 5,5% dalam basis 12 bulan. Data ini menjadi indikator utama bagaimana The Fed akan mengambil langkah ke depannya.

Sementara, rupiah menguat empat hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (12/4). Mata Uang Garuda bahkan nyaris mencetak rekor terkuat 2023.

Melansir data Refinitiv, rupiah menguat tipis 0,04% ke Rp 14.875/US$, setelah sebelumnya sempat menyentuh Rp 14.835/US$. Rekor terkuat 2023 Rp 14.830/US$ yang dicapai pada 2 Februari lalu.

Kabar baik datang dari operasi moneter Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) Bank Indonesia (BI) yang mulai menarik tenor jangka panjang. Artinya, dolar AS para eksportir disimpan lebih lama di dalam negeri, yang tentunya bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Hal ini tentunya menjadi kabar bagus, apalagi awal pekan lalu BI melaporkan cadangan devisa yang kembali meningkat.

BI melaporkan melaporkan cadangan devisa per akhir Maret 2023 adalah sebesar US$ 145,2 miliar, naik US$ 4,9 miliar dari Februari.

Setelah mengalami tren penurunan yang panjang, cadangan devisa akhirnya mampu naik lima bulan beruntun. Selama periode tersebut, Cadev sudah melesat US$ 15 miliar, dan mendekati rekor tertinggi sepanjang masa US$ 146,9 miliar yang dicapai pada September 2021.

Posisi cadangan devisa saat ini berada di level tertinggi sejak Desember 2021.

Berdasarkan data dari Bahana Sekuritas, lelang terbaru yang dilakukan BI pada Selasa kemarin mampu menyerap US$ 19,3 juta. Dari nilai tersebut sebanyak US$ 12,5 juta masuk ke tenor 1 bulan dan US$ 6,8 juta masuk ke tenor 6 bulan.

Dalam 11 lelang yang dilakukan BI sejak awal Maret lalu, berdasarkan catatan Bahana Sekuritas baru kali ini tenor 6 bulan menarik minat eksportir. Bunga yang diberikan untuk tenor ini mencapai 5,35%.

Sementara itu pelaku pasar saat ini menanti rilis data inflasi Amerika Serikat yang bisa memberikan gambaran kebijakan moneter yang akan diambil The Fed. Saat ini pasar masih bingung apakah The Fed akan kembali menaikkan suku bunga dua kali lagi, satu kali atau malah tidak menaikkan lagi.

berdasarkan survei Reuters CPI diprediksi tumbuh 5,2% year-on-year (yoy) pada Maret, turun dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Namun, yang menjadi masalah, CPI inti diprediksi tumbuh 5,6% (yoy) lebih tinggi dari sebelumnya 5,5% (yoy).

CPI inti tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan, artinya inflasi di sektor yang tidak volatil sulit turun.


(trp/trp)
Pages