Review Kuartal I-2023
Krisis Amerika Hantam Bursa RI, IHSG Jadi Terburuk di Asia?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada kuartal pertama tahun 2023 cenderung kurang menggembirakan, karena terbebani oleh kondisi global yang masih belum menentu.
Di perdagangan terakhir kuartal I-2023, IHSG ditutup turun tipis 0,05% ke level 6.805,28.
Investor asing di pasar modal RI tercatat cukup ramai menyimpan dana di bursa domestik. Tercatat aksi beli bersih (net buy) asing di seluruh pasar pada perdagangan hari ini mencapai Rp 362,96 miliar.
Sepanjang tahun ini hingga hari ini, IHSG terpantau melemah 0,66%. Jika dibandingkan dengan perdagangan kuartal I-2022, kinerja IHSG pada kuartal pertama tahun ini sedikit lebih buruk, di mana pada perdagangan kuartal I-2022, IHSG mampu melesat 7,44%.
Secara historis, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kinerja IHSG pada kuartal pertama memang cenderung baik.
Hanya di kuartal pertama tahun 2020 yang mencatatkan kinerja paling buruk yakni ambruk hingga 27,95%, karena pada saat itu terjadi pandemi Covid-19 untuk pertama kalinya di Indonesia, hingga IHSG terkena trading halt enam kali hanya dalam waktu sebulan saja.
Pada kuartal pertama tahun lalu, Kenaikan harga komoditas dan energi yang merupakan salah satu implikasi dari perang di Ukraina yang menekan bursa Eropa dan AS, menjadi dorongan tambahan bagi IHSG, sehingga IHSG berhasil mencetak kinerja yang cukup cemerlang di kuartal pertama tahun lalu.
Di lain sisi, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga 31 Maret hari ini, kinerja IHSG di kawasan ASEAN berada di urutan ketiga, turun sedikit dari tahun lalu yang berada di urutan kedua. Adapun VN-Index Vietnam menjuarai di kawasan ASEAN, di mana indeks tersebut melesat 5,71%.
Sedangkan di kawasan Asia-Pasifik, IHSG berada di urutan ke-9, masih cukup baik. Di kawasan Asia-Pasifik, TAIEX Taiwan berada di peringkat pertama, di mana sepanjang tahun ini sudah melesat hingga 12,24%.
Sementara secara keseluruhan di tingkat global, IHSG tercatat sebagai indeks acuan dengan kinerja terbaik ke-26.
Adapun bursa saham yang paling juara ditingkat global yakni indeks MERVAL, bursa saham acuan Argentina, yang melejit 24,52% dari awal tahun ini hingga kemarin.
Bursa saham AS, Wall Street, terutama indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) juga kinerjanya kurang baik sepanjang tahun ini atau pada kuartal pertama 2023, di mana DJIA merosot 0,87%. Salah satu faktor yang mempengaruhinya yakni krisis perbankan.
![]() |
Krisis perbankan menjadi sentimen negatif susulan yang turut mempengaruhi pergerakan pasar saham global, meski hal ini tidak terlalu berdampak signifikan di beberapa bursa Asia-Pasifik.
Krisis perbankan yang semulanya terjadi di AS membuat volatilitas pasar saham global menjadi semakin meninggi, setelah terbebani oleh masih agresifnya bank sentral utama di dunia.
Krisis yang terjadi di Silicon Valley Bank (SVB) menjadi pemula dari krisis perbankan di AS, kemudian merambah ke Eropa beberapa waktu terakhir. Kejatuhan SVB merupakan salah satu dampak dari agresifnya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Dengan sikap hawkish The Fed yang akhirnya memakan korban yakni perbankan, pasar pun sebelumnya sempat menduga bahwa The Fed akan lebih bersikap melunak ke depannya.
Namun, melihat dari data ekonomi dan tenaga kerja yang masih cukup kuat, pasar kembali memperkirakan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya di pertemuan berikutnya.
Hal ini pun membuat pasar kembali menerka-nerka, apakah pergerakan IHSG dan bursa saham global lainnya masih akan cenderung volatil di perdagangan kuartal II-2023?
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)[Gambas:Video CNBC]