Sectoral Insight
Rugi RI Pakai Visa & Mastercard: Data Diintip, Uang Dikeruk

- Pernyataan Presiden Jokowi yang menginginkan kartu kredit pemerintah tak bergantung pada layanan Visa dan Mastercard tengah hangat diperbincangkan belakangan ini.
- Permintaan tersebut bukannya tanpa alasan. Jokowi menceritakan kejadian yang menimpa Rusia ketika pecah perang di Ukraina pada Februari 2022 di mana Visa dan Mastercard menjadi masalah.
- Lantas larangan ini membawa kita bakal menggunakan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Lantas apasih perbedaannya dengan Visa atau Mastercard?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan kartu kredit pemerintah tak bergantung dengan layanan Visa dan Mastercard ternyata belum didukung oleh keberadaan kartu kredit terbitan lokal jadi perbincangan hangat akhir-akhir ini.
Presiden Jokowi sebelumnya menginginkan belanja pemerintah pusat dan daerah menggunakan kartu kredit seperti yang sudah diluncurkan beberapa bulan lalu. Akan tetapi, Jokowi tak mau mengandalkan Visa dan Mastercard.
"Penggunaan kartu kredit pemerintah daerah, zamannya sudah digital seperti ini, mestinya ini semua bisa menggunakan. Kalau kita bisa menggunakan itu bisa mandiri," kata Jokowi dalam Pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Permintaan tersebut bukannya tanpa alasan. Jokowi menceritakan kejadian yang menimpa Rusia ketika pecah perang di Ukraina pada Februari 2022. Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan sanksi kepada Rusia, diikuti oleh kebijakan perusahaan asal AS.
Maka dari itu, Indonesia harus mandiri dari sisi sistem pembayaran. "Kalau kita bisa memakai platform kita sendiri dan itu menyebar semuanya menggunakan dimulai dari KL, provinsi, kabupaten, kota kita akan lebih tenang," tegas Jokowi.
Sehari Jokowi menegaskan hal ini, Bank Indonesia (BI) memastikan kartu kredit pemerintah (KKP) tidak menggunakan Visa dan Mastercard, akan tetapi gerbang pembayaran nasional (GPN). Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
"Sesuai arahan Presiden KKP domestik memang kita gak pake mastercard dan visa kita pakai GPN," ungkap Doni Primanto Joewono, Deputi Gubernur BI dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur, Kamis (16/3/2023).
Dikabarkan, Kartu Kredit Pemerintah (KKP) domestik berbentuk fisik pada Mei 2023 mendatang.Nantinya, KKP domestik ini tidak menggunakan visa dan mastercard, namun menggunakan gerbang pembayaran nasional (GPN).
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P Joewono mengatakan saat ini prosesnya sudah mencapai 92% dan akan dilakukan pengenalan awal sebulan sebelum diterbitkan secara resmi.
Seperti diketahui, pada 29 Agustus 2022 lalu, Presiden Joko Widodo meluncurkan KKP domestik yang efektif diimplementasikan mulai tanggal 1 September 2022.
Melansir dari laman resmi Bank Indonesia, KKP domestik merupakan skema pembayaran domestik berbasis fasilitas kredit untuk memfasilitasi transaksi pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk Kartu Kredit Pemerintah yang diproses secara domestik.
Tahun lalu, KKP domestik masih menggunakan mekanisme QRIS berbasis sumber dana kredit sehingga seluruh transaksi diproses di dalam negeri.
Penerbitan KKP Domestik pada tahap awal dilakukan oleh HIMBARA, yakni BNI, BRI dan Bank Mandiri, yang selanjutnya akan diperluas ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) secara bertahap. Kemudian, pada Mei tahun ini KKP domestik akan diterbitkan dalam bentuk fisik.
Lantas apa perbedaan GPN dan Visa atau Mastercard?
VISA dan MasterCard sudah sangat dikenal di kalangan pengguna kartu kredit. Di setiap kartu kredit, biasanya tertera antara kedua logo ini di sebelah kanan bawahnya.
VISA dan MasterCard merupakan provider yang memungkinkan suatu bank untuk dapat menerbitkan kartu kredit sehingga dapat berlaku di merchant-merchant yang berlogo VISA atau MasterCard.
Setidaknya bank-bank menyediakan biaya sekitar US$ 2 miliar setiap tahunnya. Fakta cukup menjadi pertimbangan BI untuk menciptakan sistem pembayaran nasional yang saling terintergrasi, tanpa harus bergantung dengan provider asing.
Diketahui, kehadiran aturan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) merupakan titik balik kemandirian Indonesia dari sisi sistem pembayaran.
Dari sisi fee, biaya yang dikeluarkan nasabah dengan kartu berlogo GPN jauh lebih murah dibandingkan dengan kartu berlogo Visa dan MasterCard. Cara ini akan mengamankan dana nasabah untuk tidak tersedot banyak akibat transaksi yang dilakukan.
Sementara, menurut data dari Visa dan MasterCard, masing-masing provider mengenakan biaya transaksi masing-masing sebesar 2-3%. Sementara jika menggunakan kartu berlogo GPN, biaya yang digunakan hanya 1%.
Perbedaan ini yang membuat kehadiran GPN menguntungkan konsumen khususnya di dalam negeri. Lantas kehadiran GPN sempat diprotes negeri asal provider tersebut yaitu Amerika Serikat.
Bahkan disebut-sebut, awal murka Presiden AS, Donald Trump karena penerapan GPN sehingga berpotensi mengurangi porsi asing khususnya AS di Indonesia.
Dari sisi keuntungan, pada dasarnya sekarang sudah berkembang mengikuti perkembangan. Soal promo tak jarang GPN juga memberikan keuntungan tersebut. Namun memang, dulunya Visa dan Mastercard dikenal dengan promo menarik yang ditawarkan kepada masing-masing provider.
Promo ini banyak digemari oleh penggunanya karena membuat transaksi menjadi lebih hemat dan menguntungkan.
Dari segi promosi, MasterCard pada faktanya menyediakan promo yang lebih beragam dengan intensitas lebih sering. Sementara itu, promo-promo kartu kredit VISA lebih terbatas, yaitu dengan nominal yang bervariasi sesuai dengan jumlah transaksi rata-rata penggunanya.
Lantas, apakah hanya Indonesia yang menerapkan sistem pembayaran sejenis GPN? Ternyata negara-negara tetangga juga telah lebih dahulu menerapkan aturan tersebut. Wajar saja, sebab gerbang pembayaran nasional sebagai bukti kemandirian negara tersebut.
Berikut negara tetangga yang sudah menerapkan sistem pembayaran sejenis GPN.
Malaysian Electronic Payment System (MEPS)
Ini merupakan aturan GPN di negara tetangga, Malaysia. Sistem ini dubuat untuk mengurangi iaya akibat menggunakan kartu berlogo asing seperti visa dan mastercard. Dari sisi biaya, MEPS hanya mengenakan biaya sekitar RM 0,53 lebih rendah hingga 80% dari biaya pada umumnya yang mencapai RM1-4.
Biaya yang lebih murah, membuat bank-bank di Malaysia tergabung dengan sistem pembayaran ini. Di sisi lain, nasabah pun jauh lebih murah mengeluarkan biaya dari setiap transaksi yang dilakukan.
Union Pay
Ini merupakan sistem pembayaran yang terintegrasi di China. Merujuk dari website sistem pembayaran tersebut, dengan menggunakan kartu berlogo Union-Pay maka biaya transaksi jadi gratis. Jika Anda berbelanja di mercant yang terintergrasi menggunakan kartu berlogo ini, maka anda tidak dikenakan biaya sama sekali.
Begitu juga, saat melakukan penarikan uang tunai di ATM baik di dalam maupun luar negeri. Union Pay tidak mengenakan biaya sama sekali. Hal ini tentu menjadi keuntungan tersendiri bagi masyarakat yang memilikinya.
Network for Electronic Transfers (NETS)
Ini juga merupakan gerbang sistem pembayaran sendiri negara tetangga yakni Singapura. Kehadiran gerbang sistem pembayaran sendiri diperlukan, mengingat Singapura merupakan financial hub di kawasan ASEAN.
Kehadiran NETS dapat membantu nasabah yang akan melakukan aktivitas transportasi, makan, berbelanja hingga membayar tagihan.
Jika masyarakat ingin berbelanja online dengan menggunakan NETS, maka hanya dikenakan fee sekitar 0,80%. Sementara jika ingin berbelanja di supermarket juga hanya dikenakan fee yang sama. Biaya ini tentu jauh lebih murah dibandingkan berbelanja dengan kartu yang berlogo Visa dan Mastercard.
Dari 3 negara yang memiliki gerbang pembayaran sendiri ini bisa kita lihat jelas bahwa dengan adanya GPN biaya transaksi yang dikenakan jauh lebih murah dibandingkan menggunakan kartu berlogo asing.
Oleh sebab itu, kehadiran GPN di Tanah Air merupakan sesuatu yang sudah tepat karena memberikan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan harus menggunakan provider asing seperti Visa dan Mastercard.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Pandemi Hampir Usai, Bisnis Asuransi Bakal Moncer pada 2023!
(aum/aum)