Macro Insight

Ngeri! Ada Bank Besar di Amerika Ambruk Gara-Gara Fed!

mae, CNBC Indonesia
11 March 2023 16:27
SVB
Foto: Reuters

SVB rugi besar karena nilai obligasi tengah jatuh. Kenaikan suku bunga agresif The Fed tersebut membuat yield atau imbal hasil surat utang melonjak tajam. Sebaliknya, harga obligasi ambruk.

Sebagai catatan, harga dan imbal hasil obligasi saling bertolak belakang. Yield yang naik menandai semakin berkurangnya atau turunnya nilai surat utang.

Merujuk pada data Refinitiv, imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun pada akhir Februari 2022 atau sebelum kenaikan suku bunga The Fed ada di kisaran 1,84%. Imbal hasil sudah menembus ke kisaran 3,7% pada Jumat (9/3/2023).

Kepemilikan obligasi sebenarnya tidak menjadi masalah jika bank akan menjual bond hingga jatuh tempo. Rata-rata yield pada bond yang dimiliki SVB dibeli di kisaran 1,79%, jauh di bawah yield saat ini di kisaran 3,9%.

Dengan nilai obligasi yang merosot tajam serta selisih yield antara saat membeli dan saat ini maka pemegang bond akan merugi dalam jumlah besar.

Analis Capital Economics, Paul Ashworth, memperkirakan dampak krisis SVB akan terbatas. Pasalnya, kerugian akibat menjual obligasi jatuh tempo juga tidak akan sistemik.

Lembaga Penjamin Simpanan AS (FDIC) akan mencegah rush pada bank-bank lain karena kepastian jaminan nasabah. Bank-bank yang membutuhkan dana tunai juga bisa menggunakan fasilitas repo dari the Fed.

Krisis SVB mungkin akan menyebar dalam bentuk sulitnya mencari pembiayaan.

Sebagian besar bank juga sudah melakukan hedging terhadap risiko kenaikan suku bunga di pasar swap.

"Namun, masalah yang dihadapi SVB menjadi peringatan bahwa ketika bank sentral menggunakan senjata suku bunga maka hal itu bisa menghancurkan ekonomi atau sistem keuangan," tutur Ashworth, dikutip dari Market Watch.com.

Analis dari UBS Global Wealth Management, Mark Haefele, mengingatkan apa yang terjadi pada SVB adalah bukti jelas bahwa kebijakan ketat The Fed sudah memakan korban dan berimbas besar ke sistem keuangan.

Kecepatan bank sentral dalam menaikkan suku bunga membuat bank-bank kesulitan beradaptasi, menyeimbangkan neraca mereka ataupun portofolio investasi mereka.
Kondisi ini membuat aset, ekuitas, dan liabilitas tidak berimbang.

Sebagai catatan, aset SVB mencapai US$209 miliar atau sekitar Rp3.228,1 triiun dan simpanan sekitar US$175,4 miliar atau sekitar Rp 2.709,1 triliun per akhir 2022.

Dengan aset sebesar itu, SVB menempati peringkat 16 dalam daftar bank AS dengan aset terbesar. Sayangnya, sekitar 89% dari simpanan mereka yang dijamin. 

Kolapsnya SVB ini bahkan dinilai sebagai kegagalan terbesar sejak Krisis Keuangan 2008/2009 dan kini mengancam kembali stabilitas sistem keuangan AS.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

 

(mae/mae)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular