Newsletter
Ekonomi China Diharapkan Membaik, Amerika "Didoakan" Memburuk

- IHSG sukses mencatat penguatan lagi pada perdagangan Kamis, meski tipis saja. Nilai transaksi juga mengalami penurunan. Data inflasi dan PMI manufaktur dari dalam negeri masih memberikan sentimen positif.
- Wall Street sukses menguat pada perdagangan Kamis waktu setempat yang bisa memberikan sentimen positif ke IHSG hari ini.
- Ekonomi China yang diharapkan pulih dengan cepat membuat pelaku pasar mulai melirik lagi aset-aset berisiko. Sementara itu perekonomian Amerika Serikat justru diharapkan memburuk agar inflasi tidak kembali naik sehingga The Fed tidak perlu agresif lagi menaikkan suku bunga.
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup menguat pada perdagangan Kamis (2/3) kemarin seiring dengan diumumkannya sejumlah data ekonomi domestik dan global yang menunjukkan perbaikan pekan ini.
Kabar baik tersebut termasuk inflasi Februari yang melandai secara bulanan (mtm), aktivitas manufaktur (PMI) RI yang tercatat masih ekspansif serta ekonomi China yang pulih lebih cepat dari perkiraan terlihat dari rekor PMI Manufaktur .
Kemarin, IHSG secara eksklusif bergerak di zona hijau dan mengakhiri perdagangan di 6.857,415 atau terapresiasi tipis 0,18% secara harian.
Meski mengalami penguatan, nilai transaksi saham di bursa malah turun di bawah Rp 10 triliun untuk pertama kalinya di pekan ini dan tercatat berada di angka Rp 8,38. Sebelumnya dalam tiga hari terakhir, rata-rata transaksi bursa tercatat mencapai Rp 12,22 triliun. Sepanjang pekan ini (week-to-date) IHSG tercatat impas atau hanya menguat kurang dari 1 poin indeks. Sejak awal tahun, return yang dicatatkan berada di angka 0,1%.
Kinerja IHSG kemarin melanjutkan tren positif untuk perdagangan awal bulan Maret dengan asing mencatatkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 113 miliar di seluruh pasar.
Data Bursa Efek Indonesia mencatat, secara sektoral mayoritas ditutup di zona hijau dengan empat sektor tercatat mengalami pelemahan. Sektor industri dan energi memimpin penguatan dengan masing-masing tercatat naik sekitar 1%. Sementara itu sektor transportasi dan logistik menjadi yang terkoreksi paling dalam sebesar 1,76%, meskipun jika ditarik lebih panjang sektor ini tercatat masih menguat 12,50% sejak awal tahun.
Kemarin kinerja IHSG kembali ditopang emiten big cap yang pada dua hari perdagangan sebelumnya sempat ambruk. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memimpin dengan kontribusi sebesar 7,40 indeks poin, disusul Bank Mandiri (BMRI) sebesar 5,92 indeks poin lebih. Sementara itu, Telkom Indonesia (TLKM) menjadi pemberat utama yang menyeret kinerja IHSG sebanyak 6,09. Selanjutnya, dua saham milik Prajogo Pengestu, Barito Pacific (BRPT) dan Chandra Asri Petrochemical (TPIA) juga masuk dalam 10 saham paling membebani IHSG,
Berbeda dengan IHSG, rupiah berakhir melemah dan gagal mencatat hat-trick alias penguatan tiga hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Melansir data Refinitiv, rupiah melemah 0,3% ke Rp 15.275/US$.
Tekanan datang dari yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun yang terus menanjak hingga ke atas 4%. Kenaikan tersebut berisiko memicu capital outflow dari pasar obligasi dalam negeri yang tentunya bisa memberikan tekanan bagi rupiah.