Market Insight

Peringatan Buat Investor, Ini Ramalan Terbaru "Dokter Kiamat"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 March 2023 08:25
Nouriel Roubini, Professor of Economics and International Business of Leonard N. Stern School of Business.REUTERS/Ruben Sprich
Foto: Economics professor, Nouriel Roubini (REUTERS/Ruben Sprich)
  • Nouriel Roubini atau yang dikenal dengan "Dokter Kiamat" memprediksi pasar saham dan obligasi akan merana dalam beberapa tahun ke depan akibat inflasi di Amerika Serikat yang masih akan berada di kisaran 6%. 
  • Pasar tenaga kerja Amerika Serikat masih kuat, inflasi juga masih tinggi, pasar melihat The Fed akan kembali agresif menaikkan suku bunga. 
  • Wall Street diprediksi bisa merosot hingga 30% yang bisa menyeret bursa saham dunia. Namun, bangkitnya ekonomi China bisa menjadi kabar baik bagi IHSG dan meredam dampak kemerosotan Wall Street.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial dunia masih was-was, pasalnya inflasi di Amerika Serikat (AS) kembali menanjak, pasar tenaga kerja pun masih sangat kuat. Artinya, perekonomian nomer satu di dunia ini masih jauh dari resesi.

Dalam kondisi normal, pasar tenaga kerja yang kuat adalah kabar bagus. Tetapi dalam kondisi saat ini justru menjadi kabar buruk. Resesi Amerika Serikat adalah kabar baik.

Ketika pasar tenaga kerja kuat, daya beli masyarakat masih akan terjaga, inflasi akan sulit turun dan ini bisa menjadi masalah serius dalam jangka panjang. Pasar saham dan obligasi pun diprediksi akan merana selama bertahun-tahun oleh ekonom Nouriel Roubini atau yang dikenal dengan "Dr Doom" alias "Dokter Kiamat".

Roubini mendapat predikat tersebut setelah memprediksi terjadinya krisis finansial global 2008 dan benar terjadi.

Kini ia memprediksi inflasi di Amerika Serikat akan bertahan di kisaran 6% sangat jauh dari target bank sentral AS (The Fed) 2%.

"Jika saat benar, rata-rata inflasi tidak akan sebesar 2%, tetapi 6%. Kemerosotan yang kita lihat pada tahun lalu pada saham dan obligasi akan menjadi lebih parah dalam beberapa tahun ke depan," kata Roubini dalam wawancara dengan CNN, Kamis (23/2/2023).

Seperti diketahui pada awal Februari lalu Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang Januari perekonomian Paman Sam mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll), jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 260.000 orang.

Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dari sebelumnya 3,5%. Persentase penduduk yang tidak bekerja tersebut berada di posisi terendah sejak Mei 1969.

Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) tumbuh 6,4% (yoy) pada Januari, turun tipis dari sebelumnya 6,5%. Yang mengejutkan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) kembali naik 5,4% (yoy) pada Januari dari sebelumnya 5,3%.

Inflasi inti PCE juga naik menjadi 4,7% dari Desember 4,6%. Inflasi PCE menjadi acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, termasuk juga pasar tenaga kerja.

Alhasil, pasar kini melihat suku bunga The Fed bisa mencapai 5,5% - 5,75% pada Juli nanti, naik 100 basis poin dari level saat ini dan lebih tinggi ketimbang proyeksi yang diberikan bank sentral AS tersebut 5%- 5,25%.

Masalah akan semakin besar jika suku bunga semakin tinggi, tetapi inflasi masih sulit turun. Resesi bisa terjadi tetapi inflasi masih tinggi, risiko stagflasi pun semakin besar.

"Dokter Kiamat" melihat krisis yang terjadi bisa kombinasi antara stagflasi 1970an dan krisis finansial global 2008.

Dalam skenario tersebut, bursa saham AS (Wall Street) diprediksi akan merosot hingga 30%. Sebagai kiblat bursa saham dunia, jebloknya Wall Street tentunya menjadi sentimen negatif bagi bursa saham dunia, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Pada tahun lalu saat Wall Street jeblok, IHSG mampu mencatat penguatan sekitar 4%. Tingginya harga komoditas membuat sektor energi menjadi penopang IHSG pada tahun lalu. Tetapi pada 2023 harga komoditas diprediksi tidak akan setinggi tahun lalu, sehingga ada risiko adanya koreksi di sektor energi.

Harga batu bara di Ice Newcastle misalnya yang sudah jeblok sekitar 50% sepanjang tahun ini, dan saat ini berada di bawah US$ 200/ton.

China menjadi harapan harga komoditas bisa naik lagi tahun ini. Perekonomian China sudah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Sektor manufakturnya mencatat ekspansi tercepat dalam lebih dari satu dekade terakhir.

Jika ekspansi terus berlanjut, maka permintaan komoditas berpeluang kembali naik, dan harganya juga terkerek. Dalam skenario tersebut, dampak kemerosotan Wall Street yang diramal oleh "Dokter Kiamat" akan bisa diredam.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation