Newsletter

Inflasi Diramal Naik Lagi, Apa Kabar Pasar Finansial RI?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
01 March 2023 06:05
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
  • Investor mulai masuk lagi ke pasar saham, terlihat dari nilai transaksi yang mencapai Rp 14 triliun. Sayangnya IHGS masih mencatat pelamahan Selasa kemarin. 
  • Rupiah mampu membukukan penguatan, tetapi masih belum mampu menguat tajam, menjadi indikasi pasar masih wait and see bagaimana kebijakan The Fed ke depannya.
  • Data inflasi bisa mempengaruhi pergerakan pasar finansial hari ini. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup melemah pada perdagangan Selasa (28/2), meskipun sepanjang perdagangan kemarin IHSG lebih lama bergerak di zona hijau.

Ketika lonceng penutupan perdagangan bursa saham dibunyikan, IHSG tercatat berakhir di 6.843,239 atau terkoreksi 0,17% secara harian.

Meski kembali melemah setelah rebound akhir pekan lalu, investor tampak mulai kembali berbondong-bondong memasuki pasar saham domestik. Hal ini terlihat dari total nilai transaksi yang kembali meningkat dan menyentuh angka Rp 14,64 triliun. Kenaikan ini cukup signifikan atau 63% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata transaksi harian dalam dua pekan terakhir yang angkanya tidak mencapai Rp 9 triliun.

Kemarin, asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 1,06 triliun di seluruh pasar, setelah dua hari beruntun membukukan net buy. Meski demikian, sejak awal tahun asing masih mencatatkan net buy Rp 3,57 triliun, dengan Rp 3,54 triliun dilakukan lewat pasar negosiasi dan tunai.

Data Bursa Efek Indonesia mencatat, secara sektoral mayoritas ditutup di zona hijau dengan lima sektor tercatat mengalami koreksi. Sektor infrastruktur menjadi yang paling tertekan atau turun hampir 1%. Sementara itu sektor industri mengalami apresiasi terbesar yang mampu menguat 3,46% lalu diikuti sektor transportasi dan logistik yang kemarin menguat 2,83% dan jika ditarik lebih jauh sektor yang disebutkan terakhir telah menjadi primadona dengan penguatan 16,49% sejak awal tahun.

Tumbangnya IHSG tak lepas dari melemahnya saham-saham dengan kapitalisasi raksasa. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) kemarin menjadi beban utama IHSG yang menyeret turun sebanyak 17,25 indeks poin. Disusul dua saham emiten BUMN lain, Telkom Indonesia (TLKM) sebesar 9,7 indeks dan Bank Mandiri (BMRI) 7,1 indeks poin.

Investor tampaknya masih cenderung kurang bergairah dan tetap mewaspadai sikap hawkish The Fed, sentimen pasar global yang yang turut memperparah psikologis pasar.

Sementara itu nilai tukar rupiah tercatat menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin. Jebloknya indeks dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin membuat rupiah menguat pada pembukaan perdagangan Selasa (28/2/2023) mendekati Rp 15.200/US$.

Meski demikian, penguatan rupiah masih terbatas, sebab pelaku pasar menanti kepastian apakah bank sentral AS (The Fed) akan kembali agresif menaikkan suku bunga acuannya. Indeks dolar AS jeblok 0,5% pada perdagangan Senin kemarin, menjadi indikasi pasar masih wait and see.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.245/US$, menguat 0,13% di pasar spot.

Penguatan mata uang Garuda juga seiring dengan optimisme yang disuarakan Gubernur BI. Perry Warjiyo mengungkapkan setidaknya terdapat lima alasan bagi rupiah untuk dapat menguat ke depan. Kelima hal tersebut adalah pertumbuhan ekonomi yang baik, inflasi yang terkendali, imbal hasil SBN yang menarik, surplusnya neraca dagang dan sederet instrumen yang dikerahkan BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Indeks saham utama AS ditutup melemah pada perdagangan hari Selasa (28/2) dan mencatatkan koreksi dalam untuk bulan Februari.

S&P 500 ditutup turun 0,30%, Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,71%, sedangkan Nasdaq Composite yang berfokus pada saham teknologi bergerak terkoreksi 0,10%.

Sepanjang bulan Februari, DJIA turun 4,19%, sedangkan S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing turun 2,61% dan sekitar 1,11% pada periode yang sama.

Koreksi itu terjadi setelah awal tahun yang kuat untuk saham dengan S&P 500 menguat lebih dari 6% di bulan Januari. Namun, lonjakan tajam dalam imbal hasil Treasury bulan ini merusak sentimen investor untuk saham, karena para pedagang khawatir bahwa suku bunga Federal Reserve yang lebih tinggi akan bertahan lebih lama.

Hal ini terjadi setelah rilis data ekonomi yang lebih panas dari perkiraan, termasuk data pasar tenaga kerja dan belanja konsumen, mendorong investor untuk menilai kembali ekspektasi mereka terhadap inflasi dan kebijakan moneter.

Februari "akan dicatat dalam sejarah sebagai bulan di mana pasar mundur untuk mencerna reli yang sangat kuat yang Anda lihat pada akhir Desember hingga sebagian besar Januari," kata Adam Sarhan, CEO 50 Park Investments dilansir CNBC International. "Ini adalah bulan kemunduran, ini bulan istirahat, dan itu bagus selama support dipertahankan yang merupakan level terendah minggu lalu."

Memperburuk kinerja saham, konsumen di AS juga semakin pesimis pada bulan Februari karena kekhawatiran atas muramnya prospek ekonomi jangka panjang, menurut laporan Conference Board Selasa.

Indeks Keyakinan Konsumen turun menjadi 102,9 untuk bulan ini, turun dari 106 pada Januari dan di bawah perkiraan 108,5 dari Dow Jones.

Sementara itu Indeks Ekspektasi turun ke 69,7 dari sebelumnya 76 di bulan Januari. Pembacaan di bawah 80 di sisi ekspektasi dianggap konsisten dengan resesi dalam 12 bulan ke depan.

"Ekspektasi arah pekerjaan, pendapatan, dan kondisi bisnis selama enam bulan ke depan semuanya turun tajam di bulan Februari," kata Ataman Ozyildirim, direktur senior, ekonomi, di The Conference Board.

Hari ini, sentimen pasar dipenuhi oleh data ekonomi domestik dan global yang dapat menjadi cerminan situasi terbaru terkait ketangguhan ekonomi dunia. Di saat bersamaan investor juga tampaknya masih akan terus mencerna indikasi sikap The Fed yang cenderung masih hawkish hingga beberapa bulan ke depan dan implikasinya ke pasar ekuitas domestik.

Sentimen utama hari ini datang dari dalam negeri yakni pengumuman data inflasi yang akan dilaporkan jelang tengah hari. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi Februari 2023 naik menjadi 5,40% secara tahunan (yoy), dari bulan sebelumnya sebesar 5,28%. Sementara itu secara bulanan (mtm) inflasi diharapkan melandai di Februari menjadi 0,11% dari bulan Januari yang tercatat di angka 0,34%.

Secara historis, inflasi pada Februari (mtm) memang melandai karena harga-harga bahan pangan biasanya sudah melambung pada Desember dan Januari. Rata-rata inflasi (mtm) Februari dalam lima tahun terakhir hanya 0,09%. Pada Februari 2019 dan 2022 bahkan terjadi deflasi.

Secara tahunan, inflasi bulan Februari kembali berada di luar target yang diharapkan pemerintah di rentang 2-4%. Terakhir kali inflasi bergerak dalam target terjadi pada bulan Mei 2022 atau berarti sudah sembilan bulan beruntun inflasi RI berada di atas target. Meski demikian, kondisi yang dialami RI memang jauh lebih baik dibandingkan sejumlah negara, umumnya ekonomi maju, yang dalam setahun terakhir inflasinya melonjak tinggi, bahkan dalam sejumlah kesempatan tembus dua digit.

Kemudian hari ini investor juga patut memantau rilis data aktivitas manufaktur Indonesia, yang terlihat lewat Purchasing Manager's Index (PMI) periode Februari 2023.

Pasar memperkirakan sektor manufaktur di RI makin bergeliat dengan angka PMI diprediksi naik menjadi 51,8, dari sebelumnya pada Januari lalu di angka 51,3. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya mencerminkan kontraksi sementara di atasnya ekspansi.

Sentimen selanjutnya datang dari Wall Street yang pada perdagangan Selasa (28/2) ditutup melemah setelah sehari sebelumnya kompak berakhir di zona hijau.

Melemahnya tiga indeks utama Wall Street dapat menjadi sentimen buruk yang mengikis kepercayaan investor di bursa domestik yang belakangan tampak bimbang terlihat dari pergerakan indeks yang cenderung masih sideways.

Pada penutupan perdagangan Selasa (28/2), Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,71%, S&P 500 melemah 0,30%, dan indeks padat teknologi Nasdaq Composite terkoreksi 0,10%.

Kemudian investor juga perlu memantau secara spesifik emiten yang perlahan satu-persatu mulai mengumumkan kinerja keuangan tahunan. Capaian positif diharapkan mendorong naik kinerja saham yang secara luas dapat menjadi dorongan positif bagi IHSG.

Melanjutkan musim laporan keuangan adalah pembagian dividen kepada pemegang saham. Sejumlah perusahaan telah mengumumkan pengajuan angka dividen dan menunggu persetujuan pemegang saham dalam RUPS. Dividen jumbo dengan yield tinggi diharapkan dapat menjadi pemanis bagi investor untuk memborong saham perusahaan.

Terakhir investor dapat mencerna banyaknya data ekonomi global yang secara serentak diumumkan hari ini. Data-data tersebut termasuk aktivitas manufaktur di Jepang, China, Eropa dan AS hingga data inflasi Jerman. Data ekonomi tersebut dapat menjadi proksi penting bagi investor untuk melihat kondisi terkini perekonomian global dan dapat menjadi acuan dalam melakukan keputusan investasi.

RBerikut beberapa data ekonomi penting yang akan dirilis hari ini:

PMI Manufaktur Indonesia Februari (07.30)

PMI Manufaktur Jepang Februari (07.30)

PMI Manufaktur China Februari (08.30)

PMI Manufaktur Eropa Februari (16.00)

PMI Manufaktur Inggris Februari (16.30)

Pidato gubernur bank sentral Inggris (BoE) Andrew Bailey (17.10)

PMI Manufaktur AS Februari (22.00)

Hari ini setidaknya terdapat satu agenda korporasi yakni pencatatan saham perdana Hillcon (HILL) yang sahamnya akan diperdagangkan oleh publik secara perdana pagi ini.

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular