Newsletter

Kabar Buruk! The Fed Diprediksi Kerek Suku Bunga 3 Kali Lagi

Putra, CNBC Indonesia
15 February 2023 05:57
IHSG,  Senin (9/5/2022).
Foto: Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
  • Pasar keuangan Indonesia sukses menguat pada perdagangan Selasa, meski masih tertahan sebab pelaku pasar menanti rilis data inflasi Amerika Serikat.
  • Kabar buruk, inflasi di Amerika Serikat lebih tinggi dari ekspektasi, Wall Street anjlok lagi.
  • Pelaku pasar kini melihat The Fed bisa menaikkan suku bunga tiga kali lagi di tahun ini. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berseri-seri kala Indeks Harga Saham Gabungan dan rupiah kompak menguat.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa (14/2/23) ditutup di 6.941,85 atau terapresiasi 0,60% secara harian.

Hingga sore hari, terdapat hampir 17,84 miliar saham yang terlibat dan berpindah tangan sebanyak 1,08 juta kali serta nilai transaksi sekitar Rp 7,98 triliun.

Perdagangan menunjukkan sebanyak 255 saham naik, 216 saham turun dan 233 lainnya tidak berubah.

Dilansir dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv, kenaikan IHSG didorong oleh menguatnya sektor kesehatan yang naik 1,77% diantara tujuh sektor yang menguat. Berikutnya sektor industrial primer naik 0,59% dan consumer non siklikal menguat 0,59%.

Menguatnya IHSG sejalan dengan kondisi mayoritas bursa Asia yang juga naik. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,64% ke 27.602,8, Shanghai Composite China bertambah 0,28% ke 3.293,28, ASX 200 Australia naik 0,18% ke 7.430,9 dan KOSPI Korea Selatan menanjak 0,5% ke 2.465,64.

Namun, untuk indeks Hang Seng Hong Kong dan Straits Times Singapura ditutup melemah hari ini. Hang Seng melemah 0,24% ke 21.113,76 dan Straits Times Singapura terkoreksi 0,2% menjadi 3.318,2.

Sejalan dengan IHSG, rupiah juga sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 15.155/US$, menguat 0,23% di pasar spot.

Penguatan pasar keuangan Indonesia didorong oleh optimisme para pelaku pasar jika inflasi AS akan melandai. Sebab jika melandai, mereka percaya bahwa bank sentral AS (The Fed) akan lebih dovish dalam menaikkan suku bunga acuannya.

Tiga indeks saham utama AS, Wall Street goyah setelah Dow Jones jatuh. Laporan indeks harga konsumen Januari menunjukkan bahwa inflasi tumbuh pada tingkat tahunan 6,4% yang lebih tinggi dari perkiraan.

Dow Jones tergelincir 0,46% menjadi ditutup di 34.089,27. Sedangkan NASDAQ menguat 0,57% menjadi 11.960,15 dan S&P500 turun tipis 0,03 ke 4.136,13.

Imbal hasil Treasury berdetak lebih tinggi, dan imbal hasil Treasury AS 6 bulan ditutup pada 5,02% dan berada di atas 5% untuk pertama kalinya sejak Juli 2007.

Hasil inflasi yang sangat tinggi membuat saham meluncur. Inflasi AS untuk Januari tercatat tumbuh 6,4% year-on-year/yoy, lebih rendah dari bulan sebelumnya. Namun di atas ekspektasi pasar yakni 6,2% yoy.

Selain itu, laporan bulan Desember direvisi untuk menunjukkan sedikit kenaikan, bukan penurunan.

"Meskipun tidak ada kejutan besar dalam pembacaan CPI hari ini, ini adalah pengingat bahwa sementara inflasi telah mencapai puncaknya, mungkin perlu beberapa saat sebelum kita melihatnya moderat ke tingkat normal," kata Mike Loewengart, kepala konstruksi model portofolio di Morgan Stanley Global Investment.

"Pertanyaannya tetap apakah inflasi akan dapat turun ke level target Fed dengan pasar tenaga kerja seketat saat ini," tambahnya. "Itu bisa menjadi resep untuk soft landing, tapi masih harus dilihat kapan Fed akan beralih dari kenaikan suku bunga dan apakah pasar tenaga kerja akan kehilangan ketahanannya."

Sentimen negatif datang dari Amerika Serikat setelah laporan inflasi Amerika Serikat dirilis. Ini membuat IHSG berpotensi bergerak makin fluktuatif.

Inflasi AS secara tahunan tercatat tumbuh 6,4% (yoy) sementara secara bulanan tumbuh 0,5% mom.

Pertumbuhan inflasi AS secara tahunan berada di atas ekpektasi para pelaku pasar yakni sebesar 6,2% yoy. Hal ini membuat goyah keyakinan para pelaku pasar bahwa The Fed akan mengambil jeda dalam menaikkan suku bunga.

Menurut perangkat FEDWATCH, para pelaku pasar memperkirakan akan terjadi kenaikan suku bunga setidaknya hingga tiga pertemuan ke depan. 

Padahal sebelum pembacaan inflasi AS, pelaku pasar percaya bahwa kenaikan suku bunga The Fed akan terhenti pada pertemuan Juni nanti.

Hal ini yang membuat aset ekuitas berpotensi terkoreksi karena akan ada penyesuaian ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga.

Asal tahu saja, kenaikan suku bunga bakal membuat ekonomi semakin melambat bahkan jatuh ke jurang resesi.

Saat ini investor juga akan menunggu pengumuman inflasi Inggris yang akan diumumkan hari ini. 

Menurut konsensus yang dihimpun oleh Trading economics, inflasi Inggri akan melandai ke 10,3% (yoy). Sebelumnya inflasi Inggris sebesar 10,5% (yoy).

Dari dalam negeri rilis data neraca perdagangan pada Rabu (15/2/2023) dan Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis nanti dinantikan oleh investor karena dapat mempengaruhi pergerakan indeks.

Polling CNBC Indonesia yang melibatkan 12 lembaga/institusi memperkirakan surplus neraca perdagangan akan menembus US$ 3,47 miliar pada Januari 2023. Nilai tersebut  lebih rendah dibandingkan pada Desember 2022 yang tercatat US$ 3,89 miliar.

Jika proyeksi menjadi kenyataan maka surplus akan menjadi yang terendah sejak Mei 2022.

Sejumlah lembaga menjelaskan menyempitnya surplus karena anjloknya harga komoditas andalan Indonesia.

Merujuk data Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Januari 2023  tercatat US$ 317,23 per ton, lebih rendah dibandingkan pada Desember 2022 yang tercatat US$ 379,2 per ton.

Sementara Gubernur BI, Perry Warjiyo sebelumnya sudah memberikan kode suku bunga tidak akan dinaikkan lagi jika tidak ada kejadian yang luar biasa. Dengan kondisi saat ini, pasar akan melihat apakah BI masih tetap dengan pendirian yang sama, atau memberikan sinyal suku bunga bisa naik lagi.

Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga di level 5,75%. Dua institusi memperkirakan BI akan mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 6,00%.

Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 225 bps pada periode Agustus 2022-Januari 2023 menjadi 5,75%.

Institusi yang memperkirakan BI akan menahan suku bunga menjelaskan BI akan menahan suku bunga sejalan dengan melandainya inflasi. Mereka yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga mengatakan masih ada peluang The Fed melanjutkan kebijakan hawkishnya.

Berikut sejumlah agenda dan rilis ekonomi yang terjadwal untuk hari ini: 

● Neraca Dagang Indonesia (Pkl 11.00 WIB)

● Ekspor dan Impor Indonesia (Pkl 11.00 WIB)

● Inflasi Inggris (Pkl 14.00 WIB)

● Penjualan Ritel Amerika Serikat (Pkl 08.30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (Januari 2023 YoY)

5,28%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2023)

5,75%

Defisit Anggaran (APBN Desember 2022)

-2,38% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q3-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q3-2022 YoY)

US$ 1,3 miliar

Cadangan Devisa (Januari 202)

US$ 139,4 miliar

 

CNBC INDONESIA RESEARCH


Next Article Kisruh PPN Berakhir, RI Siap Happy Weekend?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular