
Resesi Global Menjauh Tapi Kegelapan RI Malah Berlanjut
- Surplus neraca perdagangan diproyeksi hanya mencapai US$ 3,47 miliar
- Surplus neraca perdagangan menyusut karena terus melandainya harga komoditas
- Indonesia masih mencetak surplus dalam jumlah besar karena laju impor yang masih rendah
Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan diperkirakan semakin menyusut pada Januari 2023. Surplus melandai sejalan dengan ambruknya harga komoditas andalan Indonesia, terutama batu bara.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Januari 2023 sebesar US$ 3,47 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2022 yang mencapai US$ 3,89 miliar.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 11,90% (year on year/yoy) sementara impor hanya tumbuh 3,2%.
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 33 bulan beruntun.
Sebagai catatan, nilai ekspor Desember 2022 mencapai US$ 23,83 miliar atau naik 6,6% (yoy) tetapi turun 1,1% dibandingkan November 2022 (month to month/mtm).
Impor tercatat US$ 19,94 miliar atau turun 6,61% (yoy) tetapi naik 5,16% (mtm).
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari pada Rabu (15/2/2023).
Pelemahan surplus disebabkan oleh semakin melandainya harga komoditas andalan Indonesia. Harga komoditas seperti batu bara dan CPO terus melandai meskipun kekhawatiran resesi kini sedikit mereda.
Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan mengkoreksi ke atas pertumbuhan global menjadi 2,9% untuk tahun ini, dari 2,7% pada proyeksi sebelumnya.
Kebijakan China untuk membuka perbatasan dan melonggarkan kebijakan Covid-19 juga belum cukup mendongkrak harga komoditas global. Padahal, China adalah konsumen terbesar untuk sejumlah komoditas mulai dari batu bara hingga emas.
Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rataharga batu bara pada Januari 2023 ada di angka US$ 317,27 per ton.
Harganya lebih rendah dibandingkan pada Desember 2022 yang tercatat US$ 379 per ton atau November 2022 di kisaran US$ 3.490,2 per ton.
Rata-rata harga minyak sawit mentah pada Januari 2023 ada di kisaran MYR 3.937 per ton.
Harganya lebih rendah dibandingkan pada Desember 2022 yang ada di kisaran MYR 3.966,86 per ton atau November 2022 yang tercatat MYR 4.170,3 per ton.
CPO dan batu bara berkontribusi sekitar 30% terhadap ekspor Indonesia sehingga pergerakan harga kedua komoditas akan sangat berdampak kepada laju ekspor.
Data BPS menunjukkan pertumbuhan ekspor jauh di bawah periode awal hingga akhir 2022. Pada Januari-Agustus 2022, ekspor mampu tumbuh di kisaran 25-47% secara tahunan.
Lonjakan ekspor salah satunya disebabkan oleh meroketnya harga batu bara dan CPO.
Namun, ekspor mulai melambat pada Oktober 2022 yakni 11,94% dan kemudian hanya tumbuh 5,47% pada November dan 6,58% pada Desember 2022.
Secara bulanan, ekspor bahkan sudah terkontraksi selama empat bulan beruntun.
Kendati ekspor terus melambat, neraca perdagangan masih membukukan surplus cukup besar karena impor juga terus turun.
Secara tahunan, impor sudah terkontraksi selama dua bulan beruntun yakni pada November dan Desember 2022. Secara bulanan, impor sempat terkontraksi selama September-November tetapi akhirnya tumbuh 5,16%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]