
25 Basis Poin Dari The Fed yang Bikin Pasar Finansial Cerah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia terpantau cerah pada perdagangan Rabu (1/2/2023) kemarin, menjadi permulaan yang baik pada Februari 2023.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,34% ke posisi 6.862,258. IHSG masih terus bertahan di level psikologis 6.800.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 19 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 283 saham menguat, 220 saham terkoreksi, dan 220 saham lainnya stagnan.
Investor asing mencatatkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 189,76 miliar di seluruh pasar pada perdagangan kemarin.
Sementara itu di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas juga cerah. Hanya indeks FTSE KLCI Malaysia saja yang melemah, yakni merosot 0,93%.
Sementara itu, PSEI Filipina menjadi yang paling besar penguatannya kemarin yakni melejit 3,57%, disusul Hang Seng Hong Kong yang melesat 1,05%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan kemarin ditutup menguat dihadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.970/US$, naik 0,1% di pasar spot kemarin.
Tak hanya rupiah saja, mayoritas mata uang Asia terpantau juga mampu melawan The Greenback (dolar AS) kemarin. Hanya dolar Hong Kong, rupee India, ringgit Malaysia, dan baht Thailand yang tak kuat melawan sang greenback.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Rabu kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kompak menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) mengalami penurunan dan investor kembali memburunya.
Melansir data dari Refinitiv,SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan menjadi yang paling besar penurunan yield-nya, yakni sebesar 5,4 basis poin (bp) menjadi 6,652%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Rabu kemarin.
Banyak kabar baik yang menghampiri pasar keuangan RI kemarin, mulai dari data aktivitas manufaktur yang membaik dan data inflasi yang terpantau melandai.
S&P Global kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur sebesar 51,3 pada Januari, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 50,8.
Peningkatan laju ekspansi (angka di atas 50) tentunya bisa memberikan sentimen positif ke rupiah. Seperti diketahui, industri pengolahan berkontribusi sekitar 18% terhadap produk domestik bruto (PDB), terbesar berdasarkan lapangan usaha.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Januari 2023 mencapai 5,28% (year-on-year/yoy), lebih rendah dari Desember 2022 yang mencapai 5,51%.
Bahkan, laju inflasi tahunan ini jauh menurun dari titik puncak inflasi pada September 2022, sebesar 5,95%.
Inflasi tinggi menjadi momok paling ditakuti banyak negara saat ini, termasuk Indonesia. Namun, data menunjukkan kenaikan harga barang tersebut mulai melandai.
Dengan inflasi yang semakin turun, daya beli masyarakat tentunya akan semakin kuat, yang bisa berdampak positif bag pertumbuhan ekonomi.
Kepala BPS, Margo Yuwono mengatakan bahwa inflasi tahunan mulai menurun pasca kenaikan harga BBM pada tahun lalu.
"Jadi di Januari ini ada pelemahan secara year-on-year jika dibandingkan kondisi Desember," kata Margo dalam konferensi pers, Rabu (1/2/2023).
Dari catatan CNBC Indonesia, inflasi yang meroket pada September 2022 lalu sempat membuat Presiden Joko Widodo panik, hingga mengerahkan semua pejabat dari pemerintah pusat dan daerah untuk mengurus momok mengerikan ini.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup cerah pada perdagangan Rabu (1/2/2023) kemarin, setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik tipis 0,02% ke posisi 34.092,96, S&P 500 melesat 1,05% ke 4.119,47 dan Nasdaq Composite melejit 2% menjadi 11.816,32.
Investor optimis setelah The Fed menaikkan suku bunga acuannya sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke kisaran 4,5% - 4,75%. Hal ini berarti The Fed kembali memperlambat laju kenaikan setelah sebelumnya menaikkan 50 bp pada Desember 2022 dan 75 basis pada empat pertemuan sebelumnya.
Keputusan bulat oleh para peserta Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC) itu sejalan dengan ekspektasi pasar keuangan.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa kebijakan perlu tetap restriktif untuk beberapa waktu dan bahwa para pejabat akan memerlukan bukti yang jauh lebih banyak untuk yakin bahwa inflasi berada di jalur yang menurun ke target 2%.
"Komite mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai untuk mencapai sikap kebijakan moneter yang cukup ketat guna mengembalikan inflasi menjadi 2 persen dari waktu ke waktu," kata The Fed dalam pernyataannya.
Sebagai tanda bahwa akhir siklus kenaikan mungkin sudah terlihat, komite menyatakan tingkat kenaikan suku bunga mendatang akan tergantung pada sejumlah faktor termasuk pengetatan kumulatif kebijakan moneter. Itu sebelumnya mengikat laju peningkatan di masa depan dengan faktor-faktor tersebut.
The Fed juga mencatat meski inflasi sudah jauh melandai, tetapi masih cenderung tinggi, menunjukkan pembuat kebijakan semakin yakin bahwa tekanan harga telah mencapai puncaknya.
Pada pertemuan Desember 2022, para pejabat The Fed memproyeksikan bahwa mereka akan mempertahankan suku bunga jika telah mencapai 5%. Namun pelaku pasar memperkirakan bahwa mereka akan mulai berhenti menaikkan suku bunga sedikit di bawah level tersebut.
Para pejabat The Fed telah mengatakan bahwa data inflasi Oktober, November dan Desember 2022 yang stabil merupakan berita yang disambut baik, namun mereka masuk perlu menantikan lebih banyak data lagi, terutama terkait data ketenagakerjaan.
Kemarin, data lowongan pekerjaan AS secara tak terduga naik pada Desember 2022, menjelang perilisan laporan komprehensif Departemen Tenaga Kerja tentang gaji nonpertanian untuk periode Januari 2023 yang akan dirilis pada Jumat besok.
Lowongan kerja tercatat meningkat 572.000 menjadi 11,0 juta pada hari terakhir Desember, sebagaimana dikatakan oleh Departemen Tenaga Kerja AS dalam Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja bulanan, atau laporan JOLTS, Rabu lalu.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan adanya 10,250 juta lowongan pekerjaan per Desember 2022.
Sementara itu, aktivitas manufaktur di AS pada Januari 2023 dilaporkan kembali berkontraksi, bahkan lebih dari yang diperkirakan.
Data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada purchasing manager's index (PMI) versi ISM turun menjadi 47,4, dari sebelumnya pada Desember 2022 di angka 48,4.
Hal ini menandakan bahwa sektor manufaktur Negeri Paman Sam kembali berkontraksi. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.
Di lain sisi, saham-saham unggulan di AS juga mendapat dorongan karena pendapatan perusahaan kuartal IV-2022 sebagian besar terus menunjukkan keuntungan yang tangguh.
Saham Peloton melonjak 26,5%, setelah perusahaan peralatan kebugaran itu mengatakan rugi bersihnya menyempit dari tahun ke tahun. Saham Advanced Micro Devices naik 12,6% setelah perusahaan semikonduktor itu melaporkan pendapatan kuartal keempatnya.
Sedangkan untuk saham Meta Platforms ditutup melonjak 2,79%, setelah perusahaan melaporkan pendapatan kuartal IV-2022 yang melampaui estimasi dan mengumumkan pembelian kembali (buyback) saham senilai US$ 40 miliar.
Pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali menghijau kemarin, setelah The Fed menaikkan suku bunga acuannya sesuai dengan prediksi pasar.
The Fed menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) ke kisaran 4,5% - 4,75%. Hal ini berarti The Fed kembali memperlambat laju kenaikan setelah sebelumnya menaikkan 50 bp pada Desember 2022 dan 75 basis pada empat pertemuan sebelumnya.
Keputusan bulat oleh para peserta Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC) itu sejalan dengan ekspektasi pasar keuangan.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa kebijakan perlu tetap restriktif untuk beberapa waktu dan bahwa para pejabat akan memerlukan bukti yang jauh lebih banyak untuk yakin bahwa inflasi berada di jalur yang menurun ke target 2%.
"Komite mengantisipasi bahwa kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai untuk mencapai sikap kebijakan moneter yang cukup ketat guna mengembalikan inflasi menjadi 2 persen dari waktu ke waktu," kata The Fed dalam pernyataannya.
Powell juga mengatakan dalam konferensi persnya bahwa dia tidak mengharapkan The Fed untuk memangkas suku bunga tahun ini.
"Mengingat pandangan kami, saya tidak melihat kami memangkas suku bunga tahun ini, jika pandangan kami menjadi kenyataan," kata Powell.
Powell juga mengatakan dia "tidak khawatir" tentang pasar obligasi yang menyiratkan satu pemotongan lagi sebelum jeda, karena beberapa pelaku pasar mengharapkan inflasi turun lebih cepat daripada yang dilakukan oleh The Fed.
"Jika kita benar-benar melihat inflasi turun jauh lebih cepat, tentu saja itu akan berperan dalam pengaturan kebijakan kita," kata Powell.
Namun, The Fed mengatakan perlu lebih banyak data lagi, terutama terkait data ketenagakerjaan untuk merubah sikapnya.
Data tenaga kerja di AS cenderung masih cukup kuat, di mana data lowongan pekerjaan AS secara tak terduga naik pada Desember 2022.
Hal ini membuktikan bahwa meski laju kenaikan suku bunga terus melambat, tetapi The Fed belum akan merubah sikapnya menjadi dovish, selama data tenaga kerja masih cukup kuat.
Meski begitu, pasar dapat bernafas sedikit lebih lega karena kini The Fed tidak lagi seagresif pada September tahun lalu.
Selain The Fed, ECB dan BoE juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya pada hari ini.
ECB diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bp menjadi 3% kali ini, berdasarkan polling dari Trading Economics.
Sedangkan BoE juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bp menjadi 4%, berdasarkan survei pasar dari Trading Economics.
Di lain sisi, Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 menjadi 2,9%. Angka perkiraan ini naik dari proyeksi yang dibuat pada Oktober yakni hanya berkisar 2,7%.
Perubahan proyeksi ini dipicu oleh pembukaan kembali aktivitas perekonomian China. Berdasarkan laporan IMF, hal ini membuka jalan untuk pemulihan aktivitas ekonomi dengan cepat.
Pemicu lainnya yakni ketangguhan beberapa negara di paruh kedua 2022, inflasi yang mulai mereda hingga penurunan dolar AS dari level tertingginya.
Di negara maju, IMF memperkirakan laju inflasi rata-rata tahunan menurun menjadi 4,6% pada 2022, dari 7,3% tahun lalu. Kemudian, inflasi akan kembali turun menjadi 2,6% tahun 2024.
Sementara itu, di negara berkembang, laju inflasi akan turun dari 9,9% pada 2022, menjadi 8,1% pada 2023 dan 5,5% pada 2024.
IMF mencatat laju inflasi diproyeksi mengalami moderasi di negara berpenghasilan rendah dari 14,2% di 2022, menjadi 8,6% pada tahun ini sebelum turun mendekati level pra-pandemi pada 2024.
Kendati demikian, sejumlah tantangan ke depan, dikhawatirkan justru akan meningkatkan laju inflasi global.
Sementara itu dari dalam negeri, sentimen dari melandainya inflasi pada bulan lalu masih akan menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan, selain dari kenaikan suku bunga The Fed yang sesuai ekspektasi pasar.
Selain itu, ada beberapa agenda yang akan digelar di dalam negeri pada hari ini. Pertama, Investment Day Mandiri Investment Forum 2023 di Lantai 3 Auditorium Plaza Mandiri, Jakarta pukul 09:00 WIB.
Adapun narasumbernya yakni Menteri Investasi/Kepala BPKM, Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN), Wakil Direktur Utama Bank Mandiri.
Selain itu, ada agenda Pertemuan nasabah Wanaartha Life dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di kantor pusat OJK.
Terakhir yakni konferensi pers perkembangan kebijakan dan pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), di mana acara ini akan dilaksanakan via zoom meeting.
Turut hadir Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK dan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Keputusan suku bunga dan konferensi pers bank sentral Amerika Serikat (02:00 WIB),
- Rilis data inflasi Korea Selatan periode Januari 2023 (06:00 WIB),
- Pertemuan nasabah Wanaartha Life dengan OJK di kantor pusat OJK (09:00 WIB),
- Konferensi pers perkembangan kebijakan dan pengawasan IKNB (16:00 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Inggris (19:00 WIB),
- Keputusan suku bunga bank sentral Eropa (20:15 WIB),
- Rilis data klaim pengangguran mingguan Amerika Serikat untuk pekan yang berakhir 28 Januari (20:30 WIB),
- Konferensi pers bank sentral Eropa (20:45 WIB),
- Pidato Presiden bank sentral Eropa (22:15 WIB).
Â
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Mandiri Investment Forum 2023 (Investment Day) (09:00 WIB),
- RUPS Luar Biasa PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Luar Biasa PT Mulia Boga Raya Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Tahunan dan Luar Biasa PT Modern Internasional Tbk (10:00 WIB),
- RUPS Luar Biasa PT Intan Baru Prana Tbk (14:00).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2022 YoY) | 5,72% |
Inflasi (Januari 2023 YoY) | 5,28% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2023) | 5,75% |
Defisit Anggaran (APBN Desember 2022) | -2,38% PDB |
Surplus Transaksi Berjalan (Q3-2022 YoY) | 1,3% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q3-2022 YoY) | US$ 1,3 miliar |
Cadangan Devisa (Desember 2022) | US$ 137,2 miliar |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd) Next Article Pekan Penting! Pasar Finansial Bakal Guncang atau Terbang?