CNBC Indonesia Research

Asing Makin Getol Borong Surat Utang Syariah, Pertanda Apa?

Maesaroh, CNBC Indonesia
25 January 2023 12:15
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Minat investor asing untuk membeli surat Indonesia semakin kencang. Tidak hanya untuk Surat Utang Negara (SUN), minat investor asing juga melonjak untuk membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk.

Pada lelang sukuk, Selasa (24/1/2023), penawaran dari asing menembus Rp 7,6 triliun.

Jumlah tersebut naik dua kali lipat dibandingkan pada lelang sebelumnya (10/1/2023) yakni sebesar Rp 3,38 triliun.

Dari penawaran sebesar Rp 7,6 triliun rupiah yang masuk, pemerintah menyerap utang sebesar Rp 2,6 triliun. Jumlah tersebut naik dari lelang sebelumnya yakni Rp 1,8 triliun.

Secara keseluruhan, penawaran yang masuk baik dari investor asing atau domestik pada lelang sukuk kemarin mencapai Rp 28,55 triliun. Dari jumlah tersebut, pemerintah menyerap utang sebesar Rp 14,15 triliun.

Dari lima seri yang dilelang, seri paling menarik bagi investor adalah PBS036. Sukuk yang akan jatuh tempo pada 15 Agustus 2025 tersebut mampu menarik peminat sebesar Rp 8,67 triliun.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto mengatakan meningkatnya partisipasi investor asing didorong oleh rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) mendukung pelonggaran suku bunga untuk tidak agresif lagi.

"Data ekonomi domestik menunjukkan tone positif antara lain rilis data neraca perdagangan bulan Desember kembali mencatatkan surplus," tutur Suminto, kepada CNBC Indonesia.

Kepala ekonom BCA David Sumual menjelaskan lonjakan minat asing dalam membeli surat utang Indonesia ditopang oleh perkembangan di AS.

Inflasi yang melandai membuat pasar berekspektasi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mengurangi agresivitasnya. Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 6,5% (year on year/yoy) pada Desember 2022 dari 7,1% pada November.

"Di negara emerging market memang capital inflow menguat, terutama untuk obligasi dan mata uang. Di antara emerging market, Indonesia termasuk yang paling deras," ujar David, kepada CNBC Indonesia.

BCA dalam laporannya A Darker Cloud Does not Mean an End to A Sunny Day menjelaskan capital inflow ke pasar obligasi domestik pada pekan lalu menembus US$ 789,6 juta atau sekitar Rp 11,75 triliun.

Namun, David mengingatkan capital inflow bisa berkurang jika ekspektasi pasar tidak berjalan sesuai keinginan.

"Misal The Fed akan tetap menaikkan suku bunga di atas ekspektasi pasar," ujar David.

Dia menambahkan faktor lain yang bisa membuat capital inflow terpangkas adalah jika inflasi AS ataupun Indonesia melonjak kembali.

Inflasi AS yang melonjak bisa membuat The Fed terus mengetatkan kebijakan moneternya. Kondisi ini akan membuat dolar AS serta yield surat utang pemerintah AS meningkat sehingga investor akan balik membeli aset AS.

Meningkatnya inflasi Indonesia juga akan membuat capital inflow berkurang karena real rate yang diterima investor akan menipis.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular