
Polemik Kenaikan Biaya Haji: Rakyat Nanya Gimana Kelolanya?

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Haji, Dana Haji merupakan dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.
Sementara, pengelolaan dana haji dibentuk pemerintah pada 2017 lalu di mana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang mendapatkan wewenang mengelola keuangan tersebut.
Hal ini tertera dalam UU yang dijadikan dasar atas turunnya PP No. 110 Tahun 2017 mengenai Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan selanjutnya PP No. 5 tahun 2018 dalam pengelolaan Keuangan Haji.
Fokus BPKH adalah mengelola keuangan haji dengan target nilai manfaat yang sebesar-besarnya guna meningkatkan kualitas penyelenggaraan Ibadah haji, mengupayakan rasionalisasi dan efisiensi penggunaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) hingga manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.
Dalam melakukan pengelolaan pada alokasi investasi telah diatur di UU No.34 Tahun 2014 pasal 48, sebagai berikut:
- Penempatan dan investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.
- Penempatan dan investasi keuangan haji dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dan investasi keuangan haji diatur dalam peraturan pemerintah.
Dalam pengelolaan keuangan dana haji Direktorat jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama mengembangkan dana haji tersebut melalui SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), Surat Utang Negara (SUN), dan Deposito.
PP No. 5 tahun 2018 telah mengatur pengalokasian investasi dana haji sejumlah persentase dari total penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji, diantaranya investasi dalam bentuk Emas maksimal 5%, Investasi Langsung maksimal 20%, Investasi Lainnya maksimal 10%, Investasi Surat Berharga Syariah dengan limit yang tidak dibatasi.
Diketahui, instrumen surat berharga telah menjadi andalan BPKH, melalui core-portfolio yang risk-free dan tanpa limit
Untuk sebagian besar surat berharga ditempatkan pada asset berkualitas dengan tingkat bebas risiko (risk-free) yaitu SBSN yang aman, likuid, dan dijamin oleh negara.
Menilik Nilai Manfaat
Komposisi Dana Haji terbagi menjadi dua besaran, yaitu pada penempatan di bank/perbankan syariah dan pada investasi, baik di instrumen syariah maupun investasi lainnya.
Pada 31 Desember 2021, penempatan di perbankan syariah sebesar Rp45,64 triliun atau 28,74%, investasi jangka pendek sebesar Rp8,57 triliun atau 5,40%, dan investasi jangka panjang sebesar Rp104,58 triliun atau 65,86%.
Produk perbankan syariah yang digunakan oleh BPKH untuk penempatan dana adalah giro, tabungan, dan deposito. Sedangkan Investasi Jangka Pendek dan Investasi Jangka Panjang antara lain dalam bentuk: Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Sukuk Korporasi, Reksa Dana Pasar Uang Syariah, Reksa Dana Terproteksi Syariah, dan Saham, serta Investasi Langsung.
Dari investasi yang dilakukan tahun 2021, BPKH memperoleh nilai manfaat sebesar Rp10,00 triliun atau mengalami peningkatan 34,54% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp7,43 triliun.
Nilai manfaat tahun 2021 tersebut diperoleh dari hasil penempatan BPS-BPIH yaitu sebesar Rp8,14 triliun dan hasil investasi sebesar Rp1,86 triliun (termasuk DAU).
Transparansi Lebih Lanjut Perlu Dilakukan
Namun memang meskipun BPKH mengklaim bahwa transparansi selalu dilakukan dengan audit BPK, namun kami menilai bahwa penyampaiannya kepada publik kurang efisien dan efektif. Sehingga memunculkan pertanyaan-pertanyaan sebenarnya bagaimana pengelolaannya? Berapa persen dan untuk apa saja.
Ini menjadi PR BPKH agar menyebabkan informasi secara lengkap, mudah dipahami, dan dengan data yang benar. Sehingga menghindari fitnah yang tidak diinginkan. Pasalnya, di lapangan banyak beredar kabar pengelolaan yang salah.
Terlebih Kini di media sosial di media sosial sudah banyak yang berasumsi bahwa dana haji digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Terlepas benar atau tidak, ini menjadi kewajiban BPKH dalam memberikan penjelasan atau klarifikasi terkait hal tersebut secara transparan sehingga opini di masyarakat tidak berkembang. Bagaimanapun, masyarakat berhak tau bagaimana uang mereka dikelola.
Sebagai informasi, pada web bpkh.go.id pada Juli 2019 pernah menjelaskan bahwa tahun 2019 Kepala Badan Pelaksana-BPKH, Anggito Abimanyu tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang menyebut bahwa keuangan BPKH menipis.
Dana BPKH berkecukupan dan aman. Lebih penting lagi untuk diketahuitidak ada satu rupiah pun dana haji digunakan langsung untuk kepentingan pembangunan infrastruktur.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)