FX Insight
The Fed Masuk Periode Blackout, Rupiah Siap ke Rp 14.900/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sepanjang pekan lalu mampu menguat 0,46% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.070/US$. Seminggu sebelumnya, Mata Uang Garuda melesat lebih dari 3% dan berpeluang berlanjut lagi pekan ini.
Bank sentral AS (The Fed) saat ini telah memasuki periode blackout. Artinya, para pejabat The Fed tidak akan memberikan pernyataan apapun sampai pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari pekan depan.
Sebelum memasuki periode blackout, salah satu pejabat elit The Fed, Christopher Waller juga sudah menyatakan dukungannya terhadap kenaikan 25 basis poin.
Hal ini menguatkan ekspektasi The Fed akan kembali mengendurkan laju kenaikan suku bunganya. Indeks dolar AS pun masih tertahan di level terendah dalam 9 bulan terakhir.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat The Fed akan kembali menaikkan suku bunga 25 basis poin pada Februari nanti, dan sekali lagi dengan besaran yang sama sebulan berselang sehingga menjadi 4,75% - 5%.
Ekspektasi tersebut lebih rendah dari proyeksi The Fed sebesar 75 basis poin, hingga menjadi 5% - 5,25%.
Selain itu, bank sentral paling powerful di dunia ini juga diprediksi akan memangkas suku bunganya pada akhir 2023.
Sementara itu kabar baik datang dari Eropa. Survei terbaru menunjukkan Eropa bisa menghindari resesi di tahun ini. Semua berkat penurunan harga energi serta pembukaan kembali perekonomian China.
Survei yang dilakukan oleh Consensus Economics menunjukkan Eropa diperkirakan akan mampu mencatat pertumbuhan 0,1% pada tahun ini.
Anna Titareva, ekonom di USB sebagaimana dikutip Financial Times Minggu (22/1/2022) mengatakan saat ini risiko resesi Eropa kurang dari 30%, jauh lebih rendah dari proyeksi yang diberikan tahun lalu hingga 90%.
"Meredanya disrupsi supply, pasar tenaga kerja yang kuat dan simpanan yang lebih banyak membuat ekonomi zona euro resilien. Eropa juga sukses memenuhi pasokan gasnya dalam beberapa bulan terakhir," kata Titavera.
Harga gas juga sudah menurun tajam, kembali ke bawah level sebelum perang Rusia-Ukraina pecah. Hal ini tentunya akan meredakan tekanan inflasi di Benua Biru.
Gubernur bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) dalam World Economic Forum (WEF) di Davos pekan lalu juga mengatakan wajah perekonomian Eropa saat ini jauh lebih bagus, tidak seperti yang ditakutkan sebelumnya.
Hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik, dan bisa menguntungkan rupiah sebagai aset emerging market.
Secara teknikal, sukses menembus ke bawah Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Penguatan rupiah sebelumnya terakselerasi setelah menembus Rp 15.450/US$, yang merupakan Fib. Retracement 38,2%.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100 dan 200 yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.
Namun, beberapa indikator juga menunjukkan risiko koreksi rupiah.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak turun masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang mencapai jenuh jual tentunya memperbesar risiko koreksi.
![]() Foto: Refinitiv |
Selain itu, penguatan tajam pada perdagangan Kamis (12/1/2023) hingga Senin kemarin membuat rupiah membentuk gap, atau posisi pembukaan perdagangan yang jauh lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya.
Secara teknikal, pasar biasanya akan menutup gap tersebut, yang artinya risiko koreksi bertambah.
Level psikologis Rp 15.000/US$ menjadi support kuat. Selama tertahan di atasnya, rupiah berisiko menguji lagi ke Rp 15.090/US$ - Rp 15.100/US$. Jika level tersebut ditembus dengan konsisten, rupiah berisiko melemah lebih jauh menuju Rp 15.230/US$ atau lebih jauh lagi.
Sementara jika mampu menembus dan bertahan di bawah level psikologis, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.950/US$, sebelum menuju Rp 14.920/US$ - Rp 14.900/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]