
Sinyal Buruk! 'Durian Runtuh' Habis, RI Terancam Defisit
Jakarta, CNBC Indonesia -Surplus neraca perdagangan diperkirakan akan terhenti pada akhir semester I-2022. Sinyal terkikisnya surplus sudah muncul melalui penurunan ekspor selama empat bulan beruntun.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor pada Desember 2022 mencapai US$ 23,83 miliar. Nilai tersebut turun 1,10% dibandingkan pada bulan sebelumnya (month to month/mtm). Namun, masih naik sekitar 6,58% secara tahunan (year on year/yoy).
Sebagai catatan, nilai ekspor Indonesia mencatat rekor tertingginya pada Agustus 2022 dengan nilai mencapai US$ 27,86 miliar. Namun, ekspor turun secara beruntun (mtm) dari September-Desember 2022.
Penurunan empat bulan beruntun adalah yang pertama kali sejak awal 2019.
Nilai ekspor pada Desember 2022 juga menjadi yang terendah sejak Mei 2022 di mana pada saat itu Indonesia melarang ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
BPS juga melaporkan nilai impor pada Desember 2022 mencapai US$ 19,94 miliar. Nilai tersebut naik 5,16% (mtm) tetapi turun 6,61% (yoy). Dengan demikian neraca perdagangan masih mencatatkan surplus senilai US$ 3,89 miliar.
Surplus tersebut memperpanjang catatan menjadi 32 bulan secara beruntun. Namun, surplus pada Desember adalah yang terkecil sejak Mei 2022 (US$ 2,9 miliar).
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan surplus hanya akan bertahan hingga akhir Juni atau semester I- 2023. Menurutnya, nilai ekspor akan terus sementara impor tumbuh lebih cepat.
"(Ekspor) trennya akan menurun karena harga komoditas dan pelemahan demand global. Kami lihat surplus masih akan bertahan paling tidak sampai akhir semester I," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia.
Senada, kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan ada kemungkinan Indonesia tidak bisa lagi menikmati surplus pada semester II-2022.
"Mungkin dalam jangka pendek di semester I masih ada kecenderungan surplus. Ada kemungkinan (defisit di semester II)," tutur David, kepada CNBC Indonesia.
Makin tergerusnya surplus tidak bisa dilepaskan dari anjloknya ekspor serta harga komoditas andalan Indonesia, mulai dari batu bara hingga CPO.
Secara nilai, ekspor batu bara tercatat US$ 3,71 miliar pada Desember 2022, anjlok sebesar 10,93% dibandingkan November. Secara volume, ekspor batu bara tercatat 27,72 juta ton pada Desember 2022. Jumlah tersebut melandai 6,64% dibandingkan November 2022.
Nilai ekspor CPO dan produk turunannya turun 8,47% (mtm) menjadi US$ 2,14 miliar. Volume produk turunan CPO dan produk turunnya anjlok 11,46% menjadi 2,41 juta ton.
Kepala BPS Margo Yuwono juga menjelaskan perlambatan ekspor disebabkan oleh melemahnya ekonomi di negara mitra dagang utama, seperti China dan Amerika Serikat.
"Pertumbuhan ekonomi di negara tujuan utama memang melambat. Tren harga CPO juga menurun," ujar Margo, saat konferensi pers, Senin (16/1/2023).
Secara keseluruhan nilai ekspor sepanjang 2022 tercatat US$ 291,98 miliar atau melonjak 26,07% dibandingkan 2021. Sementara itu, nilai total impor Indonesia sepanjang 2022 menembus US$ 237, 52 miliar. Nilai tersebut naik 21,07% dibandingkan 2021.
Dengan demikian, surplus neraca perdagangan pada 2022 menembus US$ 54,46 miliar. Nilai tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah.
Tahun 2022 juga menjadi yang pertama kalinya bagi Indonesia mencatatkan nilai impor kumulatif hingga US$ 200 miliar. Nilai tertinggi sebelumnya tercatat pada 2021 (US$ 196,19 miliar) dan pada 2012 (US$191,67 miliar).
Lima komoditas dengan nilai impor tertinggi adalah plastik dan barang dari plastic, kendaraan dan bagiannya, ampas dan ssa industri makanan, serealia, dan barang dari besi dan baja.
"Pertumbuhan impor diperkirakan akan melandai pada 2023 tetapi akan lebih kencang dibandingkan ekspor. Imppor akan melandai karena melemahnya harga minyak mentah dunia dan antisipasi memudarnya ekspor," tutur kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro, kepada CNBC Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae) Next Article Party is Over! Cuan Dagang RI Mulai Melorot