FX Insight
Minggu Lalu Ngamuk! Rupiah Tembus Rp 15.000/US$ Pekan Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat lebih dari 3% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu ke Rp 15.140/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat dalam 3 bulan terakhir. Penguatan mingguan tersebut juga menjadi yang terbesar sejak awal Juni 2020.
Penguatan tajam rupiah ditopang dari dalam dan luar negeri, sehingga ada peluang berlanjut di pekan ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan menembus Rp 15.000/US$.
Rupiah mendapat momentum penguatan setelah pemerintah mengumumkan akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE). Dengan revisi tersebut DHE nantinya akan ditahan lebih lama di dalam negeri, sehingga pasokan dolar AS bisa bertambah.
Kemudian, inflasi di Amerika Serikat yang terus menurun membuat penguatan rupiah semakin terakselerasi. Penurunan inflasi artinya bank sentral AS (The Fed) kemungkinan menurunkan lagi agresivitasnya dalam menaikkan suku bunga, bahkan ada peluang diturunkan sebelum 2024.
Hal tersebut membuat indeks dolar AS jeblok 1,6% ke 102,2 yang merupakan level terendah sejak Juni tahun lalu.
Melihat kondisi tersebut, laju penguatan rupiah berpotesi berlanjut di pekan ini, apalagi ada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneternya pada Kamis (19/1/2023).
Hasil polling Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Dengan demikian, selisih suku bunga akan kembali melebar, yang bisa menarik aliran modal asing ke dalam negeri.
Sejauh ini kebijakan BI sukses membuat investor asing kembali masuk ke pasar obligasi sekunder dalam dua bulan terakhir.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), pada November 2022 tercatat capital inflow sebesar Rp 23,7 triliun. Kemudian pada Desember meningkat menjadi Rp 25,3 triliun.
Sementara sepanjang di awal tahun ini hingga 12 Januari capital inflow di pasar obligasi sekunder mencapai Rp 16,3 triliun.
Dengan BI kembali menaikkan suku bunga, serta puncak suku bunga The Fed yang diprediksi tidak lebih dari 5%, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, tentunya capital inflow bisa semakin deras ke dalam negeri yang membuat rupiah semakin kuat.
Belum lagi dengan ekspektasi resesi tidak akan dalam jika The Fed memangkas suku bunga di tahun ini, rupiah tentunya akan semakin diuntungkan.
Analisis Teknikal
Secara teknikal, sukses menembus ke bawah Rp 15.450/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 38,2%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Penguatan rupiah pun langsung terakselerasi setelah menembus level tersebut. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) dan MA 100 yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.
Namun, beberapa indikator juga menunjukkan risiko koreksi rupiah.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak turun masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic yang mencapai jenuh jual tentunya memperbesar risiko koreksi.
Selain itu, penguatan tajam pada perdagangan Jumat (13/1/2022) membuat rupiah membentuk gap, atau posisi pembukaan perdagangan yang jauh lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya.
Secara teknikal, pasar biasanya akan menutup gap tersebut, yang artinya risiko koreksi bertambah.
Support kuat berada di kisaran Rp 15.090/US$ yang merupakan Fib. Retracement 50% hingga Rp 15.060/US$ yakni MA 200. Area tersebut akan menjadi support kuat yang bisa menahan penguatan rupiah.
Selama tertahan di atasnya, maka risiko koreksi rupiah akan cukup besar. Namun, jika support tersebut mampu ditembus dengan konsisten, rupiah berpeluang menembus Rp 15.000/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]