
Ironi Negara Maritim: Produksi Ikan Melimpah, Konsumsi Rendah

Dari data yang sudah dipaparkan menunjukkan bahwa konsumsi ikan belum merata di seluruh Indonesia. Pemerintah melalui KKP menargetkan Angka Konsumsi Ikan tahun 2022 sebesar 59,53 kg/kapita/tahun.
Padahal untuk mencapai target AKI Nasional, Ditjen Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSKP) terus menggiatkan kampanye Gemarikan di 34 provinsi dengan target sasaran wilayah dengan rawan gizi dan stunting serta menargetkan tingkat konsumsi ikan sebesar 62,5 kg/kapita di tahun 2024.
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mengupayakan berbagai pelatihan pengolahan hasil perikanan menjadi salah satu strategi KKP untuk mencapai target konsumsi ikan.
Penyebab Kenapa Konsumsi Ikan Bisa Rendah
Kalau dilihat lebih lanjut berdasarkan wilayahnya, konsumsi ikan tertinggi memang didominasi oleh wilayah yang dekat dengan laut. Sehingga tidak ada persoalan rendahnya suplai ikan dan kurang lancarnya distribusi antar wilayah.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya konsumsi ikan di Indonesia. Pertama, kurangnya infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendistribusikan ikan berkualitas tinggi ke konsumen, termasuk infrastruktur pasar yang modern dan mendukung, stok es yang minim, atau kurangnya pendingin di kapal.
Masa hidup komoditas ikan segar cenderung pendek, sehingga pengolahan ikan mulai dari kapal sampai ke konsumen harus dilakukan secara memadai dengan rantai nilai yang efektif. Jika tidak, kualitas ikan akan menurun dan konsumsi ikan akan terkena imbasnya.
Kedua, beberapa jenis makanan laut berkualitas tinggi seperti tuna, udang, kepiting, gurita, dan sotong lebih banyak dijual di pasar internasional. Hal ini berkontribusi pada rendahnya konsumsi makanan laut berkualitas tinggi di Indonesia. Konsumen lokal lebih banyak menemukan makanan laut dengan kualitas sedang atau rendah.
Ketiga, masyarakat cenderung lebih memilih daging daripada ikan. Di masyarakat agraris, daging sapi, ayam, telur dan susu lebih disukai daripada ikan. Padahal, protein ikan lebih tinggi (52,7%) dibandingkan daging sapi (19,6%) serta telur dan produk susu (23,2%).
Di sisi lain, pemerintah patut memperhatikan bahwa perikanan ilegal berkontribusi pada turunnya ketersediaan, keberlanjutan, dan kualitas ikan di laut, yang kemudian akan berdampak pada konsumsi.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah beberapa komoditas makanan laut dengan nilai ekonomi tinggi semakin berkurang di laut lepas akibat penangkapan yang berlebihan (overfishing).
Terakhir, memang penting mengupayakan penyadaran masyarakat tentang pentingnya konsumsi ikan. Saat ini, ada beberapa kampanye yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai konsumsi ikan, baik di tingkat nasional maupun daerah, seperti gerakan Gemar Makan Ikan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dengan upaya ini ditambah dengan peta jalan untuk meningkatkan konsumsi ikan domestik yang tepat, dengan ini konsumsi ikan di Indonesia diharapkan akan semakin meningkat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)