CNBC Indonesia Research

Waspada, Ini Sederet Varian Baru Covid-19 yang Cepat Menular

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
06 January 2023 12:35
Petugas kesehatan memeriksa alat pelindung mereka di luar pusat pengujian COVID-19 di Bandara Internasional Incheon di Incheon, Korea Selatan, Kamis, 5 Januari 2023.
Foto: Petugas kesehatan memeriksa alat pelindung mereka di luar pusat pengujian COVID-19 di Bandara Internasional Incheon di Incheon, Korea Selatan, Kamis, 5 Januari 2023. (AP/Lee Jin-man)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah Covid-19 masih terus melanda dunia. Sebagian negara bahkan telah mengalami peningkatan kasus infeksi yang signifikan.

Dalam data Worldometers, negara-negara yang mengalami peningkatan kasus dalam sepekan terakhir pun tersebar di beberapa belahan bumi. Tim Riset CNBC merangkum daftar negara yang masih 'dihantui' Covid-19.

Sementara di Tanah Air sendiri, jumlah konfirmasi positif Covid-19 bertambah 535 kasus pada Kamis (51/2023). Sehingga akumulasi positif Covid-19 saat ini sebanyak 6.722.227 kasus.

Jumlah tersebut adalah hasil tracing melalui pemeriksaan sebanyak 36.460 spesimen yang dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).

Kemudian, dilaporkan juga kasus yang sembuh dari Covid-19 pada hari ini tercatat 681 orang. Sehingga total sebanyak 6.552.823 orang sembuh. Sedangkan jumlah yang meninggal bertambah 8 orang. Sehingga total meninggal menjadi 160.665 orang.

Muncul Varian Baru: Virus Paling Menular

Varian XBB

Varian baru Covid-19, XBB, ikut meningkat di tengah melonjaknya kasus Covid di China dan beberapa negara lain seperti Amerika Serikat. Sebuah subvarian dari Omicron, XBB muncul di India pada bulan Agustus dan sejak itu menyebar ke seluruh dunia.

XBB adalah subvarian dari Omicron. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ia adalah rekombinan dari sublineage BA.2.10.1 dan BA.2.75, yang berarti mengandung informasi genetik dari kedua versi virus.

Penelitian awal pada hamster, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, XBB kemungkinan telah mengembangkan resistensi terhadap kekebalan dan mampu menghindari antibodi, yang mengakibatkan infeksi.

Pada Oktober tahun lalu, WHO telah mewanti-wanti bahwa ada bukti awal yang menunjukkan risiko infeksi ulang yang lebih tinggi pada varian XBB, dibandingkan dengan sublineage Omicron lainnya yang beredar.

XBB awalnya muncul musim panas tahun lalu dan telah menyebabkan lonjakan COVID-19 di beberapa bagian Asia, termasuk India dan Singapura.

Baru-baru ini, jumlah penyebarannya telah meluas, dengan total 74 negara telah melaporkan kasus XBB.1, menurut outbreak.info. Penyebarannya termasuk di Malaysia, Indonesia, Cina, dan Pakistan. Varian tersebut juga telah mencapai Eropa dan AS, serta Australia.

Pemerintah Indonesia juga sempat mewaspadai sub varian XBB baik yang ada di dunia maupun Indonesia. Pada 28 Oktober 2022 sudah teridentifikasi 12 kasus dari sub varian tersebut yang masuk ke Indonesia.

Pertama, Sub Varian tersebut merupakan Sub Varian Omicron yang merupakan gabungan dari BA.2.10.1 dan BA.275, Varian Omicron merupakan varian yang pernah memuncak pada bulan Februari 2022 yang lalu.

Kedua, pada 10 November 2022 Sub Varian XBB sudah tersebar di 37 negara di dunia, dimana Singapura, India dan Australia menjadi negara yang tertinggi. Ketiga, gejala yang ditimbulkan dari sub varian ini tidak jauh berbeda dengan gejala yang lainnya.

Gejala yang ditimbulkan dari Covid-19 sub varian XBB ini mirip dengan gejala Covid-19 pada umumnya, mulai dari demam, batuk, kelelahan, nyeri otot, anosmia hingga diare.

Baca Halaman Selanjutnya >>> Ada Juga Varian Baru: BQ.1 Hingga BF.7, Apa itu?

Varian Omicorn BQ.1

Jenis Varian Omicorn BQ.1 merupakan subvarian dari Omicorn yang juga baru bermunculan. Lantas, apa itu subvarian BQ.1? Apakah lebih menular dan lebih berbahaya dari subvarian lain yang muncul sebelumnya?

Subvarian ini telah terdeteksi di 65 negara. Paling parah disebut terjadi di Amerika Serikat. Hampir 60% pasien Covid-19 di negara itu didominasi subvarian baru ini.

Meskipun mendominasi penyebaran di sejumlah negara, tapi tidak ada data mengenai infeksi parah Covid-19 subvarian BQ.1 pada pasien yang terpapar.

Hanya saja, pemantauan terus dilakukan sebab subvarian ini diduga menyebar lebih cepat. Bukan cuma itu, pemantauan juga dilakukan untuk melihat apakah subvarian ini lebih kebal dan bisa memunculkan mutasi lainnya.

Dikutip dari laman Prevention, William Schaffner, M.D., seorang spesialis penyakit menular dan profesor di Vanderbilt University School of Medicine mengatakan tidak ada yang khas dari gejala BQ.1 dengan varian yang lain.

Gejala yang mungkin terjadi Demam, Batuk, Sesak napas, Kelelahan, Nyeri otot, Sakit kepala, Kehilangan rasa atau bau, Sakit tenggorokan, Hidung tersumbat, Mual atau muntah, Diare, Gejala khas subvarian Omicron XBB.

Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sekaligus spesialis paru RS Persahabatan dr Erlina Burhan, SpP(K) menyebut gejala pada pasien COVID-19 dengan subvarian Omicron XBB mirip dengan varian Corona lainnya.

Varian XBB 1.5

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan soal varian XBB 1.5. Varian tersebut disebut paling menular, namun tidak membuat sakit parah. Varian XBB 1.5 saat ini tengah mendominasi Amerika Serikat (AS). Jumlah kasus varian tersebut telah berlipat ganda selama dua minggu di AS.

Dia menjelaskan WHO belum memiliki data mengenai tingkat keparahan XBB 1.5. Namun tidak ada indikasi varian akan membuat orang yang terinfeksi menjadi parah dari omicron sebelumnya.

Van Kerkhove menambahkan gelombang Covid-19 kemungkinan masih ada. Namun untuk kenaikan kasus kematian tidak ada.

Selain lebih menular, para ilmuwan juga mengatakan XBB 1.5 bisa menghindari antibodi baik dari vaksin dan infeksi. Ini dibandingkan dengan varian lainnya yakni XBB dan XBB 1, yang merupakan dua varian bisa menghindari antibodi.

Namun mereka menambahkan varian XBB 1.5 punya mutasi sehingga virus mengikat lebih erat ke sel. Fakta ini membuat XBB 1.5 paling unggul dalam laju penularan. Di saat XBB.1.5 menyebar dengan cepat di Amerika, China sedang bertarung dengan lonjakan kasus Covid yang membuat pasien di rumah sakit melebihi kapasitas.

Varian Omicorn BF.7

Subvarian baru Omicron BF.7 saat ini menjadi salah satu varian yang tengah mendominasi di Beijing China. Upaya pelonggaran pembatasan Covid-19 di China belakangan membuat kasus di negara itu mengalami lonjakan hingga rumah sakit benar-benar kewalahan.

Bahkan, seorang epidemiolog Eric Feigl-Ding bahkan memperkirakan 60 persen warga China kemungkinan besar akan terinfeksi selama tiga bulan ke depan. Lalu apa gejalanya?

Dikutip dari Firstpost, BF.7 atau BA.5.2.1.7 adalah varian turunan dari Omicron BA.5. Menurut salah satu laporan di China, varian BF.7  memiliki kemampuan infeksi terkuat, bahkan lebih dari berbagai subvarian Omicron yang sempat membuat lonjakan kasus di negara tersebut sebelumnya.

China juga melaporkan bahwa BF.7 lebih cepat menular dibandingkan dengan varian lain. Selain itu, varian ini memiliki masa inkubasi yang lebih singkat dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi mereka yang sebelumnya sudah pernah terinfeksi, baik karena infeksi Covid-19 maupun yang sudah divaksin.

Diyakini BF.7 memiliki R0 atau bilangan reproduksi dasar 10 hingga 18,6. Jumlah tersebut lebih tinggi dari Omicron yang memiliki rata-rata R0 5,08.

Selain itu, BF. 7 juga memiliki lebih banyak mutasi pada protein lonjakannya dibanding versi induknya, sehingga lebih mematikan bagi mereka yang telah divaksinasi penuh terhadap infeksi virus.

Saat ini, BF 7 telah terdeteksi di sejumlah negara, seperti India, Amerika Serikat, dan Inggris. Sejumlah negara Eropa lain, seperti Belgia, Jerman, Perancis, dan Denmark juga telah melaporkan serupa. Meski demikian, meskipun varian ini cukup mengkhawatirkan di China, meskipun sejauh ini perkembangan varian cenderung stabil di negara lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular