
Ngeri! IMF Ramal Sepertiga Dunia Resesi, Ini Faktanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi dunia nampaknya pasti akan terjadi. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) bahkan memprediksi sepertiga dunia akan mengalaminya.
"Kami memperkirakan sepertiga dari ekonomi dunia akan berada dalam resesi," kata Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF kepada CBS, dikutip Reuters, Senin (2/1/2023).
Mesin utama pertumbuhan yaitu Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China, semuanya mengalami aktivitas yang melemah.
"Tahun 2023 akan lebih sulit dari tahun lalu karena ekonomi AS, Uni Eropa dan China akan melambat", pungkasnya.
Ekonom Bank of America memprediksi Negeri Paman Sam akan mengalami resesi di juga di kuartal I-2023, saat PDB-nya mengalami kontraksi 0,4%.
"Kabar buruknya di 2023, proses pengetatan moneter akan menunjukkan dampaknya ke ekonomi," kata ekonom Bank of America, Savita Subramanian, sebagaimana dilansir Business Insider, akhir November lalu.
Sementara itu survei yang dilakukan Reuters pada bulan November terhadap para ekonom menunjukkan kemungkinan resesi terjadi di zona euro sebesar 78%, naik dari survei Oktober lalu sebesar 70%.
PDB di kuartal IV-2022 diperkirakan akan mengalami kontraksi 0,4%, begitu juga pada periode Januari - Maret 2022. Sehingga secara teknis disebut mengalami resesi pada 3 bulan pertama tahun ini.
Berdasarkan data Trading Economics, nilai perekonomian Uni Eropa pada 2021 sebesar US$ 17,2 triliun, sementara total perekonomian global sebesar US$ 96,5 triliun. Artinya, Uni Eropa sudah mewakili 17,8% dari total produk domestik bruto (PDB) global.
Sementara Amerika Serikat, perekonomian terbesar di dunia nilainya sebesar US$ 23,3 triliun, mewakili 24,2% dari PDB global.
Keduanya saja sudah berkontribusi sekitar 42% dari PDB global.
Ada lagi Inggris yang menyumbang 3% dari PDB global, sudah "mendeklarasikan" akan mengalami resesi panjang.
"Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan terus merosot selama 2023 dan berlanjut hingga semester I-2024 akibat tingginya harga energi dan pengetatan kondisi finansial akan membebani belanja rumah tangga," kata bank sentral Inggris (BoE) awal November lalu.
Lebih buruk lagi, Confederation of British Industri (CBI) memperingatkan Inggris bisa mengalami "dasawarsa yang hilang" atau "lost decade". Jepang pernah mengalaminya, di mana pertumbuhan ekonominya sangat rendah hingga negatif pada periode 1991 - 2000.
"Inggris dalam stagflasi - dengan inflasi yang sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi negatif, penurunan produktivitas dan investasi bisnis," kata Tony Danker, Direktur Jenderal CBI sebagaimana dilansir CNN Business, Rabu (5/12/2022).
CBI menyatakan Inggris kini mengalami kekurangan tenaga kerja terampil. Sebanyak tiga perempat perusahaan dilaporkan mengalami kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang mereka butuhkan.
"Kita akan melihat dasawarsa yang hilang jika tidak ada langkah yang diambil. Produk domestik bruto (PDB) adalah pengganda sederhana dari dua faktor: manusia dan produktivitas mereka. Kita tidak memiliki sumber daya manusia yang kita perlukan, begitu juga dengan produktivitasnya," tambah Danker.
Setali tiga uang, Jepang juga diprediksi akan mengalami resesi oleh Capital Economics.
"Kami pikir Jepang akan mengalami resesi pada 2023, yang terjadi akibat penurunan ekspor," kata Marcel Thieliant, ekonom senior Capital Economics, Selasa (7/12/2023).
Jepang merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga dunia, dengan kontribusi 5% ke PDB global.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> China Tak Resesi, tapi Alami Masa Tergelap!
