CNBC Indonesia Outlook 2023

Mimpi Buruk APBN 2023, Sri Mulyani Harus Siap-siap!

Maesaroh, CNBC Indonesia
02 January 2023 16:00
sukuk tabungan 003 st
Foto: Irvin Avriano Arief

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah diperkirakan tidak akan jor-joran menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun ini. Ketidakpastian global, defisit yang lebih kecil, dan absennya mekanisme burden sharing dengan Bank Indonesia (BI) membuat penerbitan SBN akan lebih kecil.

Seperti sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2020, defisit anggaran akan dikembalikan di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2023.

Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sudah ditetapkan sebesar 2,84% dari PDB.

Perppu Nomor 1/2020 sebelumnya mengizinkan pemerintah untuk menetapkan batasa defisit anggaran di atas 3% pada 2020-2022. Melalui Perpu tersebut, BI juga berkomitmen untuk membantu pendanaan selama masa krisis melalui mekanisme burden sharing hingga 2022.

Berdasarkan data Bank Indonesia, bank sentral RI tersebut sudah melalukan pembelian SBN senilai Rp 1.104,85 triliun sepanjang 2020-2022.  Pembelian pada 2020 tercatat sebesar Rp 473,42 triliun sementara pada 2021 sebesar Rp 358,32 triliun dan pada 2022 sebesar Rp 273,11 triliun.

Besarnya pembelian SBN membuat kepemilikan BI dalam SBN pemerintah melonjak menjadi 27,38% (gross) per akhir Desember 2022 dari 12,39% pada akhir Februari 2020 atau periode sebelum pandemi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani tentu saja menyadari tantangan pengelolaan utang tanpa bantuan BI.

Setelah tiga tahun dibantu BI, pemerintah mesti bekerja keras untuk memenuhi pembiayaan dan target penerbitan jika penawaran anjlok di tengah masih tingginya ketidakpastian global.



Karena itulah, pemerintah memilih untuk menerbitkan seluruh SBN di bawah payung skema Surat Keputusan Bersama (SKB). Cara lainnya adalah menahan belanja 2022.

Dengan demikian, pemerintah memiliki kas sangat besar untuk menghadapi 2023 yakni sekitar Rp 387,2.  Kas tersebut berasal dari dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2022 mencapai Rp 232,2 triliun dan Saldo Anggaran Lebih (SAL) hingga akhir tahun ini sebesar Rp 165 triliun.

"Saya lakukan sekarang dengan mengumpulkan SiLPA saya sehingga walaupun tahun depan tidak ada SKB 3 (burden sharing) tahun depan, saya punya bantalan pembiayaan," kata Sri Mulyani dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023, dikutip Kamis (22/12/2022).


Merujuk pada APBN 2023, pembiayaan utang ditetapkan sebesar Rp 696,31 triliun. Salah satu sumber pembiayaan utang datang dari penerbitan Surat Berharga Netto (SBN) yakni sebesar Rp 712,93 triliun sementara pinjaman netto sebesar Rp 16,62 triliun.

Penerbitan SBN netto ini lebih kecil dibandingkan pada 2022 sebesar Rp 540 triliun (per 14 Desember 2022) atau pada 2021 sebesar Rp 870,36 triliun.

Belum diketahui berapa penerbitan SBN gross untuk tahun ini. Sebagai catatan, penerbitan SBN gross pada 2022 menembus Rp 859,8 triliun (per 8 Desember 2022), mencapai Rp 1.352,8 triliun pada 2021, sebesar Rp 1.541,3 triliun pada 2020, dan sebesar Rp 921,5 triliun pada 2019.

Kepala ekonom BCA David Sumual bisa menjadi sinyal jika pemerintah akan mengurangi penerbitan obligasi.

"Market membacanya seperti itu, penerbitan SBN akan lebih rendah. Ini yang membuat harga SBN naik dan investor asing mulai masuk," tutur David, kepada CNBC Indonesia.

Merujuk pada data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), harga kuotasi SBN benchmark tenor 10 tahun anjlok dari 100,83 dengan yield 6,27% pada 3 Januari 2022 menjadi 96,63 dengan yield 6,87% per 23 Desember 2022. 

Harga SBN bahkan sempat jeblok di 92,98 dengan yield 7,42% pada 24 Oktober.

Sebelumnya, pada Oktober 2022, David menjelaskan minat investor asing pada SBN rendah karena kebijakan hawkish bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) serta besarnya porsi BI di kepemilikan SBN. Besarnya porsi BI membuat yield menjadi sulit diukur.

Dalam catatan Kementerian Keuangan, sepanjang 2022, pemerintah hanya menerima penawaran sebesar Rp 136, 32 triliun dari investor asing atau rata-rata mencapai Rp 5,6 triliun per lelang.

Dari 24 lelang SUN, pemerintah hanya menerima penawaran dari investor asing di atas Rp 10 triliun sebanyak dua kali.  Jumlah utang yang diserap dari investor asing pada lelang SUN tahun ini juga hanya mencapai Rp 56,04 triliun atau rata-rata Rp 2,33 triliun.

Sebagai catatan, penawaran dari investor asing pada 2021 mencapai Rp 205,51 triliun sementara pada 2020 mencapai Rp 298,34 triliun.

Rata-rata penawaran yang datang dari investor asing pada 2021 mencapai Rp 9,34 triliun dan yang diambil mencapai Rp 3,31 triliun.  Sementara itu, rata-rata penawaran asing yang masuk pada 2020 mencapai Rp 12,4 triliun dan yang diserap mencapai Rp 3,46 triliun.

Reny Eka Putri, Senior Quantitative Analyst (Senior Analis) Bank Mandiri mengatakan tekanan pada pasar SBN jauh berkurang sehingga SBN menjadi menarik.

"Kami perkirakan (SBN) masih akan menarik sebagai salah satu pilihan investasi di tengah perlambatan ekonomi global yang masih terjadi. Tekanan terhadap yield SBN kami perkirakan juga akan terbatas," tutur Reny, kepada CNBC Indonesia.

Namun, dia mengingatkan pelaku pasar tetap harus mewaspadai 'black swan' yang dapat terjadi seperti gejolak geopolitik yang dapat menimbulkan supply chain disruption. Kondisi ini akan membuat inflasi kembali meningkat sehingga dapat menimbulkan kenaikan suku bunga acuan dan capital flight.

TIM RISET CNBC INDONESIA

 


(mae/mae) Next Article Minat Investor di Lelang Perdana SUN Terendah Dalam 7 Tahun

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular