Terima Kasih Bu Sri Mulyani, Ongkos Utang RI Makin Murah

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
27 June 2023 16:25
Pekerja memperlihatkan uang dolar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022).  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
  • Kenaikan suku bunga acuan The Fed ikut mengerek yield US Treasury 
  • Yield obligasi banyak negara kemudian ikut melonjak untuk memberikan return yang lebih menarik ke investor
  • Spread yield antara US Treasury dan SUN terus melandai 

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan suku bunga global berdampak besar terhadap mahalnya ongkos pinjaman. Dalam hal ini, posisi Indonesia lebih baik dibandingkan negara emerging market lainya seperti Afrika Selatan dan Meksiko.

Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mengerek suku bunga acuan sejak Maret 2022 membuat yield atau imbal hasil pada US Treasury ikut melonjak.

Sejak Maret tahun lalu, The Fed sudah mengerek suku bunga 500 basis points (bps) menjadi 5,0-5,25%.



Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun pun melonjak dari 1,71% pada akhir Februari 2022 menjadi 3,73% pada Senin kemarin (26/6/2023). Imbal hasil bahkan sempat menembus 4,23% pada 24 Oktober 2022 yang merupakan rekor tertingginya dalam 15 tahun.

Kenaikan imbal hasil US Treasury ikut mengerek imbal hasil Surat Utang Negara (SUN).

Imbal hasil SUN tenor 10 tahun naik dari 6,23% pada Januari 2022 menjadi 7,66% pada Oktober 2022. Imbal hasil tersebut merupakan yang tertinggi sejak April 2020.
Imbal hasil SUN tenor 10 tahun akhirnya mulai melandai ke 6,29% pada penutupan perdagangan Senin kemarin.

Kenaikan yield ini menjadi penanda jika harga dari SBN turun. Untuk menarik investor, pemerintah pun harus menawari imbal hasil lebih mahal dibandingkan sebelumnya. Akibatnya, ongkos pinjaman jauh lebih mahal.

Terlebih, spread atau selisih antara imbal hasil US Treasury dan imbal hasil SBN kita semakin membesar.

US Treasury merupakan benchmark bagi bond global karena dianggap risk-free investment serta besarnya peminat pada obligasi tersebut. Semakin melebar selisih atau spread antara SUN dan US Treasury menandai kenaikan risiko SUN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani spread sekarang ada di bawah 300 bps, turun sekitar 9,2% sejak awal tahun.

Selisih imbal hasil antara SUN tenor 10 tahun dengan US Treasury bahkan sempat berjarak 474 bps pada Januari 2022 dan kemudian menjadi 304 bps per Desember 2022.

Penurunan ini jauh lebih besar dibandingkan dengan negara Emerging Markets lainnya seperti Filipina (-8,9%), India (-3,5%), dan Meksiko (-4,6%). Spread obligasi pemerintah AS dan Afrika Selatan bahkan naik 10,2% bila dihitung sejak awal tahun.

"SBN kembali diburu investor sehingga kita bisa pricing dari sisi harga" tutur Sri Mulyani, dalam konferensi APBN Kita, Senin (26/6/2023).

Penurunan ini jelas menjadi kabar gembira karena banyak obligasi negara lain yang memiliki spread local currency (LCY dan US Treasury sangat jauh.

"Di tengah perkembangan pasar dan kebijakan moneter global, termasuk kebijakan The Fed. Kinerja baik pasar SBN tetap terjaga dengan didukung likuiditas yang cukup ample sehingga mampu mendorong tren penyempitan spread," tutur Sri Mulyani.

Selisih imbal hasil antara obligasi Afrika Selatan dan US Treasury masih berjarak 815 bps per Juni. Selisih tersebut tetap bertahan di atas 600 bps sejak Januari 2022.

Selisih imbal hasil antara obligasi pemerintah Brasil dan US Treasury masih berjarak 723 bps hingga akhir Juni. Sebelumnya, selisih keduanya sempat mencapai 942 bps pada Januari 2022.

Spread obligasi beberapa negara dan US TreasuryFoto: Kementerian Keuangan
Spread obligasi beberapa negara dan US Treasury

 

Selisih imbal hasil antara obligasi pemerintah Meksiko dan US Treasury masih mencapai 487 bps pada akhir Juni. Selisih sempat melebar hingga 604 bps pada akhir Januari 2022.

"Lingkungan global terjadi kenaikan suku bunga sangat tinggi dalam relatif singkat. Hampir semua negara membayar sangat tinggi dari lingkungan global yang memburuk tersebut," imbuh Sri Mulyani.


CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation