CNBC Indonesia Research

Wow! Isi Kas Negara 10 Kali Lipat, Persiapan Krisis di 2023?

Maesaroh, CNBC Indonesia
30 December 2022 08:00
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah bakal memiliki tumpukan kas sekitar Rp 400 triliun pada akhir tahun ini. Tumpukan kas tersebut diharapkan bisa menjadi bantalan pembiayaan. Namun, tumpukan kas ini juga bisa berdampak negatif.

Data Kementerian Keuangan per 14 Desember menunjukkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2022 mencapai Rp 232,2 triliun. SiLPA ini masih bisa bertambah dengan sisa Surat Kebersamaan Bersama (SKB) III dengan Bank Indonesia (BI) sebesar Rp128,57 triliun.

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Kementerian Keuangan Deni Ridwan menjelaskan SKB III telah dilaksanakan dengan settlement tanggal 29 Desember 2022.   SiLPA ini akan menambah tumpukan Saldo Anggaran Lebih (SAL) hingga akhir tahun ini. Pada 2021, pemerintah juga memiliki SiLPA sebesar Rp 165 triliun.

Dengan demikan, SAL yang merupakan gabungan SiLPA bisa menembus Rp 397,3 triliun hanya dari tahun anggaran 2021 dan 2022 saja. SAL pada akhir tahun bisa menyentuh Rp 525, 87 triliun jika SKB III belum masuk dalam hitungan SiLPA 2022 yang tercatat per 14 Desember 2022.

Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan historisnya untuk awal tahun. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rata-rata kebutuhan belanja negara pada Januari pada lima tahun terakhir sebesar Rp 141,2 triliun.

Namun, kebutuhan yang harus dipenuhi pada awal Januari biasanya hanya sekitar Rp 30,7 triliun yang digunakan untuk membayar belanja pegawai. Dengan demikian, SAL pada akhir tahun 2022 yang bisa mencapai Rp 397 mencapai 10 kali lipat dibandingkan kebutuhan pada awal Januari.


Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah sengaja mengumpulkan SiLPA sebagai bantalan pembiayaan.

"Saya lakukan sekarang dengan mengumpulkan SiLPA saya sehingga walaupun tahun depan tidak ada SKB 3 (burden sharing) tahun depan, saya punya bantalan pembiayaan," kata Sri Mulyani dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023, dikutip Kamis (22/12/2022).

Kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan menumpuknya kas merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengantisipasi ketidakpastian global. BI juga tidak bisa lagi menyokong pemerintah melalui SKB sehingga akan mengandalkan mekanisme pasar.

Defisit juga akan dikembalikan ke bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) seperti ditetapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Sebagai catatan, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1/2020, pemerintah diizinkan untuk menetapkan defisit di atas 3% dari PDB pada 2020-2022.

David mengatakan upaya pemerintah mengumpulkan kas juga bisa menjadi sinyal jika pemerintah akan mengurangi penerbitan obligasi.

"Market membacanya seperti itu, penerbitan SBN akan lebih rendah. Ini yang membuat harga SBN naik dan investor asing mulai masuk," tutur David, kepada CNBC Indonesia.

Menumpuknya SiLPA pada tahun ini memperpanjang tren yang terjadi sejak 2020 di mana kas pada akhir tahun tercatat sangat besar. SiLPA pada 2020 tercatat Rp 234,7 triliun sementara pada 2021 sebesar Rp 165 triliun.

Bandingkan pada tahun-tahun sebelumnya yang berada di bawah Rp 50 triliun.

SiLPA pada 2019 tercatat sebesar Rp 46,40 triliun sementara pada 2018 sebesar Rp 36 triliun, 2017 sebesar Rp 25,64 triliun, dan 2016 sebesar Rp 26,16 triliun.

David menjelaskan kenaikan SiLPA disebabkan dua hal yakni melonjaknya penerimaan karena wind fall komoditas serta SKB dengan BI.

"Ini sebenarnya sengaja bukan sengaja karena dapat wind fall dari komoditas baik (melalui) pajak dan non-pajak," tutur David.

Defisit yang besar juga membuat pemerintah menetapkan target pembiayaan yang lebih besar.

David mengingatkan besarnya SiLPA tidak selalu positif. Menumpuknya SiLPA juga berarti ketidakmampuan atau ketidakengganan pemerintah dalam membelanjakan anggaran.

Padahal, belanja bagus untuk mendongrak pertumbuhan ekonomi. "Ini kurang bagus untuk mendorong ekonomi. Belanja kan seharusnya bisa memberikan multiplier effect. Seharusnya lebih maksimal," uja David. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular