
Yuk Cari Cuan dan Liburan, Sebelum Banting Tulang Tahun Depan

Jebloknya Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia tentunya menjadi kabar buruk bagi IHSG. Rupiah dan SBN juga akan terkena imbasnya, sebab jebloknya bursa dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia tersebut menjadi indikasi sentimen investor yang memburuk.
Pada pekan depan, Wall Street akan memasuki periode Santa Claus Rally. Memang masih belum pasti akan hal itu akan terjadi, tetapi masih ada harapan melihat pergerakan Wall Street yang sempat menguat tajam pada perdagangan Rabu waktu setempat.
Untuk diketahui, Santa Claus Rally merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga 2 hari perdagangan pertama di bulan Januari.
Pada periode Santa Claus Rally, IHSG juga menunjukkan kinerja yang impresif. Sejak tahun 2010, hanya sekali saja IHSG mencatat kinerja negatif, yakni di 2020.
Dari dalam negeri Bank Indonesia (BI) yang kemarin kembali menaikkan suku bunga acuannya akan direspon penuh pada perdagangan hari ini.
"Rapat Dewan Gubernur memutuskan menaikkan suku bunga BI 7 days reverse repo rate sebesar 25 basis poin," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (22/12/2022)
Sementara itu Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,25%.
Hasil survei Reuters menunjukkan BI juga akan mengendur dengan menaikkan 25 basis poin menjadi 5,5%. Konsensus yang dihimpun Trading Economics pun sama.
Konsensus yang dihimpun TIM Riset CNBC Indonesia juga menunjukkan suku bunga akan dikerek 25 basis poin. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 12 lembaga/institusi memperkirakan hal tersebut, sementara dua lainnya melihat suku bunga akan dinaikkan 50 basis poin.
"Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur tersebut sebagian langkah lanjutan untuk secara preventif forward looking memastikan penurunan ekspektasi sehingga inflasi inti terjaga," kata Perry.
Kebijakan BI, kata Perry juga mendukung stabilitas nilai tukar rupiah, untuk mengendalikan inflasi impor dan mitigasi dampak perlambatan dari masih kuatnya dolar AS dan ketidakpastian pasar keuangan global.
Dengan kenaikan kali ini maka, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 bps hanya dalam waktu lima bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, 50 bps pada Oktober, dan 50 bps pada November dan 25 bps pada Desember.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah langkah BI guna menahan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri lebih lama.
Perry mengungkapkan, DHE sebagian besar sudah berada di dalam negeri tetapi tidak bertahan lama. Untuk itu BI mengeluarkan instrumen baru guna menahan DHE lebih lama.
"Kami akan mengeluarkan instrumen yang baru di mana bank-bank bisa mem-pass on simpanan DHE para eksportir. Jadi eksportir menyimpan dana di bank dan bank bisa meneruskan ke BI dengan mekanisme pasar dan suku bunga atau imbal hasil yang menarik," ujar Perry.
Perry mengatakan imbal hasil yang didapat akan lebih menarik ketimbang di luar negeri, dan bank yang mem-pass on juga akan mendapat insentif.
Jika kebijakan tersebut sukses, dan eksportir menahan valuta asing lebih lama di dalam negeri, pasokan dolar AS akan bertambah dan rupiah akan lebih stabil bahkan berpeluang menguat.
Stabilitas rupiah menjadi penting bagi investor karena risiko kerugian kurs menjadi lebih rendah.
Selain itu, stabilitas rupiah juga bisa meredam imported inflation, sehingga inflasi bisa lebih terjaga bahkan menurun. Penurunan inflasi diharapkan mampu mendongkrak daya beli masyarakat yang merupakan motor penggerak perekonomian.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini