CNBC Indonesia Research

GGRM & HMSP Lewat, Saham Rokok Ini Cuan 70% Setahun

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
26 November 2022 10:00
Gedung Wismilak
Foto: Gedung Wismilak

Kenaikan cukai rokok sebesar 23% pada 2020 mendorong indeks kemahalan rokok meningkat ke posisi tertinggi dalam lima tahun. Indeks kemahalan rokok untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) menjadi 13,4% pada 2020 dan 14,2% pada 2021. Sementara jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi 17% pada 2020 dan 2021. Hanya Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang cenderung stabil di level 7,7%.

Hal ini membuat terdapat perpindahan konsumen dari SKM dan SPT ke produk SKT. Hal ini terlihat dari volume jual yang meningkat 17% yoy pada 2020 dan 2021. Penyebabnya harga yang lebih murah dan kenaikan cukai tidak besar untuk jenis SKT dibandingkan dengan SKM.

WIIM memiliki rasio penjualan SKT lebih banyak dibandingkan emiten rokok lainnya sebesar 25%. Oleh karena itu dampak kenaikan cukai tidak terlalu besar.

Selain itu, WIIM adalah produsen golongan II sehingga harga rokok di pasaran tetap murah dibandingkan GGRM dan HMSP yang merupakan golongan I. Hal ini terlihat dari harga jual ecerannya. Begitu juga dengan tingkat kenaikan cukai rokok yang lebih rendah dibandingkan golongan I.

Tarif Kenaikan Cukai Rokok dan HJE 2021Foto: Kementerian Keuangan
Tarif Kenaikan Cukai Rokok dan HJE 2021

Hingga 31 September 2022 WIIM mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp2,65 triliun, melonjak 38,8% yoy. Peningkatan penjualan didorong oleh penjualan SKM yang meningkat 50,2% yoy. Kemudian penjualan cerutu naik 123% yoy. Pendapatan lainnya dari penjualan filter dan marketing/distribusi melejit 54% yoy.

Produk SKM masih menjadi kontributor terbesar penjualan rokok WIIM, yakni sebesar 87%. Sehingga ada pengaruh dari kenaikan cukai rokok jenis SKM. Oleh karena itu beban penjualannya oun meningkat sebesar 57% yoy karena meningkatnya beban cukai.

Meskipun begitu, WIIM mencatatkan laba usaha sebesar Rp205 miliar, melejit 78,4%. Marjin laba usaha pun meningkat menjadi 7,7% pada sembilan bulan 2022 dibandingkan 6,03% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Laba usaha yang melejit buah dari efisiensi di beban penjualan yang mengkompensasi kenaikan cukai rokok. Beban penjualan WIIM hingga sembilan bulan 2022 turun sebesar 4,2% yoy. Kemudian kenaikan beban umum dan administrasi mampu ditekan, sehingga hanya naik 5% yoy.

Pendapatan yang melesat ditambah efisiensi beban operasional menghasilkan pertumbuhan laba WIIM sebesar 55,6% yoy menjadi Rp169,31 miliar.

Tahun ini hingga 2023 diperkirakan inflasi di Indonesia masih kan tetap tinggi sehingga rokok murah masih akan diminati oleh masyarakat. Oleh karena itu WIIM berpeluang mengalami pertumbuhan laba. Seiring dengan itu potensi harga sahamnya untuk kembali menguat pun terbuka.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ras/ras)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular