
Ekonomi Indonesia Cemerlang, Waktunya Rupiah Gemilang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) yang sangat perkasa membuat rupiah terpuruk ke level terlemah dalam lebih dari dua setengah tahun terakhir. Namun, di pekan ini rupiah mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan.
Selasa kemarin, rupiah sukses membukukan penguatan dua hari beruntun dan kembali ke bawah Rp 15.700/US$.
Serangkaian data ekonomi apik memberikan sentimen positif. Kemarin, Bank Indonesia melaporkan IKK Oktober sebesar 120,3, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 117,2. IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas antara zona optimis dan pesimis. Di atasnya 100 artinya optimis, semakin tinggi tentunya semakin bagus.
Saat konsumen semakin optimistis, maka belanja bisa mengalami peningkatan yang pada akhirnya mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Seperti diketahui, belanja rumah tangga merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, di kuartal III-2022 kontribusinya lebih dari 50%.
![]() |
Jika dilihat lebih detail, kenaikan IKK ditopang oleh Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Keduanya tercatat naik menjadi 112,3 dan 128,3 dari sebelumnya 108,3 dan 126,1.
Kenaikan tersebut terbilang tajam, melihat IEK juga memberikan optimisme ke depannya perekonomian Indonesia masih akan kuat meski dunia terancam mengalami resesi di 2023.
Perekonomian Indonesia juga tumbuh tinggi di kuartal III-2022.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2022 tumbuh 5,72% (year on year/yoy). Rilis tersebut sedikit lebih tinggi dari proyeksi pemerintah 5,7%, dan Bank Indonesia (BI) 5,5%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,6%.
Pertumbuhan tersebut cukup tinggi, bahkan jika menghilangkan periode anomali akibat low base effect pada kuartal II-2021, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 adalah yang tertinggi sejak kuartal IV-2012 atau dalam 10 tahun terakhir di mana ekonomi Indonesia tumbuh 5,87%.
Sebelumnya di awal bulan ini, S&P Global pada melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia tumbuh 51,8 pada Oktober. Meski turun cukup dalam dari bulan sebelumnya 53,7 tetapi masih berada di atas 50.
Angka di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya adalah kontraksi.
Jika dilihat lebih detail, laporan S&P global menyatakan tingkat keyakinan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret.
"Tingkat keyakinan usaha manufaktur terus menunjukkan peningkatan hingga mencapai level tertinggi sejak Maret. Perusahaan berharap kondisi ekonomi akan membaik yang bisa mendorong penjualan. Selain itu, dunia usaha juga terus menambah input dan merekrut tenaga kerja di awal kuartal IV-2022 yang merefleksikan ekspektasi positif terkait output ke depannya," kata Jingyi Pan, Economic Associate Director di S&P Global Market Intelligence, dalam rilisnya Selasa (1/11/2022).
Jika dilihat dari lapangan usaha, industri pengolahan menjadi kontributor terbesar PDB. Di kuartal III-2022 lalu, kontribusinya mencapai 17,88%.
Di hari yang sama, dengan rilis S&P Global BPS melaporkan inflasi Indonesia pada Oktober 2022 mencapai 5,71% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yaitu 5,95%.
"Inflasi di Oktober ini terlihat mulai melemah. Pada Oktober 2022 terjadi inflasi sebesar 5,71%," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto dalam konferensi pers.
Penurunan inflasi ini lagi-lagi menjadi kabar bagus, inflasi yang melandai dengan IKK yang meningkat, tentunya bisa menongkrak belanja rumah tangga. Pertumbuhan ekonomi pun bisa lebih kencang lagi ke depannya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perekonomian AS Mulai Melambat
Penguatan rupiah sebenarnya tidak lepas dari indeks dolar AS yang merosot dalam dua hari beruntun. Pada Jumat lalu sebesar 1,8% dan 0,7% di awal pekan ini.
Merosotnya indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut terjadi setelah rilis data tenaga kerja yang menunjukkan pelambatan.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan tingkat pengangguran bulan Oktober naik menjadi 3,7% dari bulan sebelumnya 3,5%. Kenaikan tersebut menguatkan lagi harapan bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya.
Ekspektasi tersebut sebelumnya muncul setelah beberapa pejabat The Fed mengungkapkan keinginan agar laju kenaikan suku bunga dikendurkan agar perekonomian AS tidak merosot tajam.
Pada pengumuman kebijakan moneter pekan lalu, The Fed juga memberikan sedikit sinyal jika ke depannya kenaikan suku bunga kemungkinan tidak akan agresif lagi.
The Fed menyatakan dalam menentukan kenaikan suku bunga ke depannya akan memperhitungkan seberapa besar kenaikan suku bunga yang sudah dilakukan, efeknya terhadap kegiatan ekonomi dan inflasi, serta perkembangan kondisi perekonomian dan finansial.
Melihat data tenaga kerja yang mulai melemah, The Fed kemungkinan akan mulai serius mempertimbangkan pelambatan laju kenaikan suku bunga.
![]() |
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,25% - 4,5% pada Desember, dengan probabilitas sebesar 56%.
Perhatian kini tertuju pada data inflasi Amerika Serikat, yang menjadi acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, selain data tenaga kerja.
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) akan dirilis pada Kamis (10/11/2022) besok. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi Oktober turun menjadi 8% (yoy) dari bulan sebelumnya 8,2% (yoy). Sementara inflasi inti turun menjadi 6,5% dari sebelumnya 6,6%.
Jika terelisasi, inflasi akan turun dalam 5 bulan beruntun dan inflasi inti turun untuk pertama kalinya setelah naik 3 bulan beruntun. Rilis data yang lebih rendah dari prediksi tentunya akan menguatkan harapan The Fed akan mengendur, dan membuat indeks dolar AS kembali terpuruk.
Meski demikian, The Fed lebih condong menggunakan data inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE), yang baru dirilis pada awal Desember.
(pap/pap) Next Article Inilah Super Strong Dolar, Si Pembawa Malapetaka!
