
Pak Perry, Rupiah Kini Lebih Buruk dari Ringgit Malaysia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah belum mampu mencatat penguatan signifikan melawan dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini. Padahal, ada harapan The Fed (bank sentral AS) mengendurkan laju kenaikan suku bunganya.
Semua mata uang utama Asia memang melemah melawan dolar AS di tahun ini. Rupiah sebelumnya menjadi salah satu yang terbaik, sebab pelemahnya yang paling kecil. Rupiah berada di urutan kedua, hanya kala dari dolar Singapura.
Namun, belakangan kinerja rupiah memburuk, posisinya pun tergeser. Sepanjang tahun ini rupiah tercatat melemah 9,2%. Pelemahan rupiah tersebut kini lebih buruk ketimbang ringgit Malaysia yang sebesar 9%.
Saat mata uang Asia lainnya berhasil memangkas pelemahan seperti ringgit, rupiah justru terus tertekan.
Bath Thailand dan rupee India kini juga lebih baik posisinya ketimbang rupiah, pelemahan keduanya berada di angka 8%.
Dibandingkan mata uang dunia, posisi rupiah juga merosot.
Rupiah masih melemah meski Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin menjadi 5,25%.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuanBI 7 days reverse repo ratesebesar 50 menjadi 5,25%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (17/11/2022).
Adapun suku bunga deposit facility menjadi 4,5% dan suku bunga lending facility sebesar menjadi 6%.
Dengan demikian, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 175 bps hanya dalam waktu 4 bulan beruntun. BI juga menaikkan suku bunga dengan cukup agresif, 50 basis poin dalam 3 bulan beruntun.
Pasokan valuta asing, khususnya dolar AS yang tiris di dalam negeri menjadi salah satu penyebab loyonya rupiah. Ketika jumlah dolar di dalam negeri bekurang, dan permintaannya tinggi, harganya tentunya akan menanjak.
Masalah kelangkaan dolar AS ini juga diungkapkan langsung oleh Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti dalam pengumuman hasil RDG hari ini.
"Apa yang terjadi di global saat ini memang dolar shortage, dalam kondisi di mana fed fund rate(suku bunga The Fed) terus mengalami peningkatan kemudian bond yield-nya tingginya sehingga mendorong arus balik dari US$ dollar dari beberapa negara emerging market termasuk Indonesia," kata Destry.
(pap/pap)