Newsletter

Dunia Terancam Resesi, RI Malah Jadi 'Surga' Investasi!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 October 2022 06:00
Earns Moodys
Foto: Moody's (AP Photo/Mark Lennihan, File)

Dari eksternal, China akhirnya mengumumkan data pertumbuhan ekonomi setelah ditunda sejak 18 Oktober lalu.

Senin kemarin, Biro Statistik China melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2022 tumbuh 3,9% (yoy). Rilis tersebut lebih tinggi dari hasil survei Reuters terhadap para analis yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 3,4%.

Rilis data pertumbuhan ekonomi China yang lebih bagus tersebut juga menjadi sentimen positif. Setidaknya, kemerosotan ekonomi yang bisa terjadi tidak seburuk perkiraan.

Selain harapan akan The Fed mengurangi agresivitasnya masih berdampak positif ke pasar finansial.

Sebelumnya dua pekan lalu, analis dari Moody's Analytics yang melihat dalam 6 bulan ke depan tekanan inflasi di Amerika Serikat (AS) akan mereda.

"Inflasi berdasarkan indeks harga konsumen (IHK), akan turun dari level saat ini sekitar 8% menjadi 4%," kata Mark Zandi, kepala ekonom Moody's Analytics dalam acara "Fast Money" CNBC International, Rabu (12/10/2022).

Selain itu, Zandi percaya kebijakan yang dilakukan The Fed kali ini membawa perekonomian ke jalur yang tepat. Penurunan inflasi nantinya diperkirakan bisa mencegah terjadinya resesi.

Ia juga memprediksi suku bunga The Fed akan mencapai 4,5% - 4,75% di akhir tahun nanti, dan menahannya di level tersebut.

"Mereka akan mempertahankan suku bunga di level tersebut hingga 2024. Tetapi jika saya salah... dan inflasi masih tetap tinggi, mereka akan kembali menaikkan suku bunga dan kita akan masuk ke resesi," ujar Zandi.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular