Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (18/10/2022) terpantau cenderung beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan mata uang rupiah ditutup menguat, sedangkan harga obligasi pemerintah Indonesia cenderung bervariasi.
Di pasar saham dalam negeri, menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup naik tipis 0,05% ke posisi 6.834,49.
IHSG sempat menyentuh zona merah pada perdagangan sesi I sekitar pukul 10:00 WIB hingga menjelang penutupan perdagangan sesi I. Pada perdagangan sesi kedua pun IHSG juga sempat menyentuh zona merah tipis.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 12 triliun dengan melibatkan 23 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 275 saham menguat, 262 saham melemah, dan 156 saham lainnya stagnan.
Investor asing kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 847,25 miliar di pasar reguler.
Di Asia-Pasifik, hampir seluruhnya mengalami penguatan. Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup melemah kemarin, kemungkinan karena pelaku pasar merespons negatif dari ditundanya rilis data ekonomi China.
Indeks saham Filipina kembali memimpin dengan ditutup melejit 2,65%, kemudian disusul Hang Seng Hong Kong yang melonjak 1,82%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Selasa kemarin akhirnya ditutup menguat dihadapan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah menguat setelah 8 hari beruntun memburuk.
Mengacu pada data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah menguat 0,23% ke Rp 15.450/US$. Pada pukul 11.00 WIB, rupiah terpantau memangkas penguatannya sisa 0,13% ke Rp 15.465/US$.
Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 15.465/US$, menguat 0,13% di pasar spot. Kendati demikian, rupiah masih menjadi posisi terlemahnya dalam 2,5 tahun terakhir.
Secara mayoritas, mata uang Asia-Pasifik juga terpantau menguat. Kecuali mata uang yuan China dan rupee India yang kalah melawan sang greenback (dolar AS). Sementara untuk dolar Hong Kong cenderung stagnan.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Selasa kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin cenderung bervariasi, menandakan bahwa sikap investor cenderung beragam.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 5 tahun turun 1,3 basis poin (bp) ke posisi 7,079%. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara melandai 3,9 bp menjadi 7,415%.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 30 tahun naik 1,3 bp menjadi 7,369%. Adapun untuk SBN tenor 15 dan 20 tahun cenderung stagnan di level masing-masing 7,434% dan 7,456%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa kemarin.
Pelaku pasar juga telah bereaksi setelah melihat hasil inflasi AS per September 2022 yang masih sangat tinggi, berada pada level 8,2%.
Ini cukup membuat pelaku pasar gelisah menunggu keputusan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) karena terus menaikkan suku bunga untuk mendinginkan kenaikan harga.
Mengacu pada FedWatch, sebanyak 96,9% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.
Keagresifan The Fed diprediksi akan membawa perekonomian Negara Adidaya tersebut masuk ke zona resesi dan tentunya akan berdampak pada negara-negara lain di dunia.
Oleh karena itu perlemahan rupiah akan terus berlanjut hingga ke level di atas Rp 15.000/US$.
Namun demikian, pelaku pasar perlu mencermati rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022, jika lebih tinggi dari kuartal II-2022 maka akan bisa menjadi momentum inflow kembali lagi terutama bagi pasar saham.
Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street kembali ditutup cerah pada perdagangan Selasa kemarin, melanjutkan reli yang sudah terbentuk sejak Senin lalu.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,12% ke posisi 30.523,8, S&P 500 melonjak 1,16% ke 3.720,5, dan Nasdaq Composite menguat 0,9% menjadi 10.772,4.
Penguatan Wall Street sedikit terpangkas, setelah pada awal perdagangan kemarin sempat melesat lebih dari 2%. Wall Street cenderung berombak pada Selasa kemarin, karena banyak investor tampaknya kurang percaya diri.
Sebelum berhasil rebound, kekhawatiran resesi dan sikap hawkish bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) telah mendorong pasar saham AS ke posisi terendah pada tahun ini dalam beberapa pekan terakhir.
Tetapi, titik awal yang solid untuk musim pendapatan mungkin menandakan bahwa ekonomi saat ini dalam kondisi yang lebih baik daripada yang ditakuti oleh pasar.
"Rilis kinerja keuangan kuartal III dan kuartal IV seharusnya mengkonfirmasi fundamental tetap berlabuh di pasar tenaga kerja yang tangguh dan pembukaan kembali Covid. Valuasi ekuitas kemungkinan akan tetap terkait dengan retorika dan suku bunga bank sentral global, yang secara bertahap berubah menjadi kurang negatif," kata Dubravko Lakos-Bujas, kepala riset makro global di JPMorgan, dikutip dari CNBC International.
"Dengan demikian, kami melihat ekuitas siap untuk naik hingga akhir tahun saat pasar memprediksi perusahaan akan lebih tangguh di semester kedua tahun ini, posisi ekuitas yang rendah, sentimen yang sangat negatif dan diberikan penilaian yang lebih masuk akal," tambahnya.
Meski cenderung terpangkas, tetapi reli Wall Street berlanjut di perdagangan hari kedua pada pekan ini, di mana hal ini masih ditopang oleh kinerja keuangan beberapa emiten AS yang solid pada kuartal III-2022.
Setelah pada Senin lalu Bank of America dan Bank of New York Mellon merilis kinerja keuangannya yang solid pada kuartal III-2022, kini giliran emiten farmasi Johnson & Johnson (J&J) dan perusahaan bank investasi Goldman Sachs.
Saham J&J yang sempat melesat lebih dari 1% di awal perdagangan, ditutup melemah 0,35%, setelah perusahaan mempersempit proyeksi setahun penuhnya. Saham J&J sempat melesat setelah melampaui perkiraan untuk kuartal III-2022.
Laba per saham (EPS) J&J mencapai US$ 2,55 pada kuartal III-2022, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sekitar US$ 2,47.
Penjualan J&J juga tumbuh 1,9% menjadi US$ 23,791 miliar pada kuartal III-2022, dari sebelumnya pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 23,338 miliar. Laba bersih J&J juga meningkat 21,6% menjadi US$ 4,458 miliar, dari sebelumnya sebesar US$ 3,667 miliar.
Sedangkan saham Goldman Sachs ditutup melonjak lebih dari 3%, setelah rilis kinerja keuangan kuartal III-2022 melebihi ekspektasi pasar. Bank investasi tersebut menunjuk perdagangan yang lebih baik dari perkiraan sebagai pendorong kinerjanya di kuartal III-2022.
EPS Goldman Sachs mencapai US$ 8,25 pada kuartal III-2022, lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar US$ 7,69, berdasarkan data dari Refinitiv. Sedangkan pendapatan Goldman mencapai US$ 11,98 miliar, juga lebih tinggi dari perkiraan sebesar US$ 11,41 miliar.
Namun, saham teknologi Apple turun dan sempat berubah negatif setelah laporan dari The Information bahwa raksasa teknologi itu memangkas produksi iPhone 14 Plus barunya.
Langkah Apple membawa rata-rata utama kembali mendekati posisi terendah hari ini, meskipun sejak itu mereka telah memulihkan sebagian dari penurunan itu.
Selain karena investor cenderung kurang percaya diri, naiknya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) turut membuat Wall Street cenderung bergelombang.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun cenderung naik menjadi 4,454%.
Sedangkan untuk yield Treasury benchmark tenor 10 tahun juga cenderung naik menjadi 4,054% pada akhir perdagangan hari ini
Investor masih mengawasi dengan ketat perilisan kinerja keuangan emiten di AS untuk menilai dampak dari inflasi yang masih meninggi dan kenaikan suku bunga The Fed.
Pada hari ini, pelaku pasar bakal memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang masih cerah pada perdagangan Selasa kemarin.
Perilisan kinerja keuangan beberapa emiten di AS masih menjadi penopang penguatan Wall Street kemarin, di mana dua perusahaan yakni Goldman Sachs dan Johnson & Johnson resmi merilis kinerja keuangannya pada kuartal III-2022.
Meski saham Johnson & Johnson, tetapi karena kinerja keuangannya pada kuartal III-2022 terpantau positif tidak membuat pelaku pasar khawatir.
Meskipun terlihat optimis, tetapi pergerakan Wall Street cenderung berfluktuasi, di mana pada awal perdagangan kemarin sempat melesat lebih dari 2%, pada akhir perdagangan hanya melesat sekitar 1%.
Fluktuasi Wall Street terjadi karena beberapa pelaku pasar ada yang kurang percaya diri dan dari pergerakan yield Treasury yang masih berada di kisaran 4%.
Investor kini masih mengawasi dengan ketat perilisan kinerja keuangan emiten di AS untuk menilai dampak dari inflasi yang masih meninggi dan kenaikan suku bunga The Fed.
Pasar juga memperkirakan The Fed masih akan bersikap hawkish dengan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan November mendatang.
Mengacu pada FedWatch, sebanyak 94,8% para pelaku pasar memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) dan membawa tingkat suku bunga Fed ke kisaran 3,75%-4%.
Selain dari pergerakan Wall Street, pada hari ini pelaku pasar bakal memantau rilis data inflasi di kawasan Eropa, yakni inflasi di Inggris dan Uni Eropa pada periode September 2022.
Di Inggris, data inflasi baik dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) dan sisi produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) periode September akan dirilis pada hari ini.
Konsensus pasar dalam polling Trading Economics memperkirakan IHK Negeri Raja Charles III tersebut akan kembali naik menjadi 10% pada bulan lalu secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Agustus lalu sebesar 9,9%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHK Inggris juga diprediksi naik menjadi 0,5% pada bulan lalu, dari sebelumnya sebesar 0,4% pada Agustus lalu.
Inggris memang sedang dalam krisis ekonomi yang akut. Hal ini didorong oleh kenaikan harga energi dan pangan yang membelit masyarakat.
Data pada Agustus menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Big Ben itu telah merosot sekitar 0,3%. Downing Street menyebut ini diakibatkan oleh lemahnya manufaktur.
Sama seperti di AS, krisis di Inggris ini juga dipengaruhi inflasi.
Sebelumnya dalam menahan laju inflasi ini, serangkaian kebijakan telah diumumkan oleh Perdana Menteri Liz Truss. Salah satunya adalah kebijakan 'anggaran mini' yang dicetuskan oleh mantan Menteri Keuangan, Kwasi Kwarteng, di mana rencana itu justru menciptakan chaos di pasar obligasi mengingat bank sentral yang masih ingin menaikkan suku bunga.
Namun, Menteri Keuangan baru Inggris yakni Jeremy Hunt justru berputar haluan, agar ekonomi Inggris tidak terdampak parah kedepannya.
Hunt mengumumkan bahwa hampir semua pemotongan pajak yang direncanakan akan dibatalkan. Hal ini membuat mata uang Inggris yakni poundsterling kembali melesat hingga 1% dihadapan dolar AS pada Senin lalu.
Di lain sisi, pada akhirnya PM Liz Truss memilih kebijakan longgar untuk keuangan negara sebagai upaya mendukung daya beli dan taraf hidup masyarakat di tengah resesi.
Selain Inggris, data inflasi pada September 2022 juga akan dirilis di Uni Eropa. Konsensus pasar dalam polling Trading Economics memperkirakan IHK Uni Eropa juga akan kembali naik menjadi 10% pada bulan lalu secara tahunan (yoy), dari sebelumnya pada Agustus lalu sebesar 9,1%.
Namun secara bulanan (mtm), IHK Uni Eropa diprediksi turun menjadi 0,6% pada bulan lalu, dari sebelumnya sebesar 1,2% pada Agustus lalu.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data indeks harga konsumen Inggris periode September 2022 (13:00 WIB),
- Rilis data indeks harga produsen Inggris periode September 2022 (13:00 WIB),
- Rilis data indeks harga ritel Inggris periode September 2022 (13:00 WIB),
- Rilis data indeks harga konsumen Uni Eropa periode September 2022 (16:00 WIB),
- Rilis data izin pendirian bangunan Amerika Serikat periode September 2022 (21:30 WIB),
- Inventori minyak mentah Amerika Serikat (21:30 WIB).
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPS Luar Biasa PT Bank Victoria International Tbk (09:30 WIB),
- RUPS Tahunan PT Bakrieland Development Tbk (14:00 WIB),
- RUPS Luar Biasa PT Express Transindo Utama Tbk (14:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2022 YoY) | 5,44% |
Inflasi (September 2022 YoY) | 5,95% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (September 2022) | 4,25% |
Surplus Anggaran (APBN 2022) | 3,92% PDB |
Surplus Transaksi Berjalan (Q2-2022 YoY) | 1,1% PDB |
Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q2-2022 YoY) | US$ 2,4 miliar |
Cadangan Devisa (September 2022) | US$ 130,8 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA