Newsletter

Wall Street Ditutup Cerah, IHSG Tancap Gas Hari Ini?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
20 September 2022 06:10
Perry Warjiyo, dalam acara kegiatan Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakorpusda) 2022 pada 14/09/2022 di Kota Surabaya. (Dok: Departemen Komunikasi Bank Indonesia)
Foto: Perry Warjiyo, dalam acara kegiatan Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakorpusda) 2022 pada 14/09/2022 di Kota Surabaya. (Dok: Departemen Komunikasi Bank Indonesia)

Pertemuan The Fed yang dijadwalkan akan digelar pada 21-22 September 2022 untuk mendiskusikan kebijakan moneter terbarunya.

Jika mengacu pada alat ukur FedWatch, pasar memprediksi peluang The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 3%-3,25% sebesar 80%. Sementara sisanya memproyeksikan The Fed akan lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga sebesar 100 bps menjadi 3,25%-3,5%.

Pandangan hawkish tersebut terjadi setelah rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) AS per Agustus 2022 berada di 8,3% secara tahunan (yoy). Meskipun melandai dari bulan sebelumnya di 8,5%, tapi posisi tersebut masih berada di atas prediksi analis.

Lebih ekstrem lagi, analis Goldman Sachs Group memprediksikan bahwa The Fed akan terus menaikkan suku bunga acuannya dan membawa tingkat suku bunga menjadi 4%-4,25% pada akhir tahun ini. Mereka juga memproyeksikan tingkat pengangguran di AS akan naik menjadi 3,7% pada akhir 2022. Pandangan serupa juga diutarakan Analis Global S&P.

"Sikap agresif The Fed diperkirakan akan berlanjut dengan penetapan harga pasar dalam kenaikan 75 bp ketiga berturut-turut, meskipun kenaikan 100 poin juga ada di meja. Suku bunga diperkirakan akan mencapai 4,25% pada akhir 2022," kata Intelijen Pasar Global S&P dikutip Reuters.

Dari dalam negeri, investor juga akan disibukkan dengan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang akan digelar pada 21-22 September 2022. Konsensus analis Trading Economics memprediksikan bahwa BI akan mengekor The Fed untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps, melanjutkan pengetatan kebijakan moneternya dari bulan sebelumnya.

Seperti diketahui, pada 23 Agustus 2022, BI sempat memberikan kejutan dengan menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 3,75%, ketika pasar bertaruh bahwa BI akan tetap menahan suku bunga acuannya. Kenaikan tersebut menjadi yang pertama kalinya sejak 18 bulan lalu.

Dalam konferensi persnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa kenaikan tersebut menjadi langkah preemptive dan forward looking untuk menjangkar ekspektasi inflasi inti akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dan volatile food. Selain itu, keputusan ini dilakukan dalam rangka memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai fundamental dengan tingginya ketidakpastian global yang semakin kuat.

Padahal, inflasi RI per Agustus 2022 mengalami deflasi sebesar 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Jika dibandingkan dengan Agustus 2021, inflasi berada di 4,69%, melandai dibandingkan bulan sebelumnya di 4,94%. Meski begitu, Perry Warjiyo menilai bahwa inflasi tersebut masih cukup tinggi.

Kenaikan suku bunga bulan ini tampak tidak akan mengejutkan analis dan pasar, mengingat pada awal bulan ini, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM jenis Petralite, Solar dan Pertamax, yang merupakan fondasi utama roda ekonomi dan pada akhirnya dapat mendorong inflasi ke tingkat yang lebih tinggi.

DBS Group Research, dalam risetnya yang dikutip CNBC Indonesia, Jumat (9/9/2022), memperkirakan inflasi utama pada akhir 2022 mengarah ke angka 6,5-7% secara tahunan dan menaikkan rata-rata setahun penuh ke 5,0%. Sementara 2023 menjadi 3,8%.

Selanjutnya, ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman menyatakan kenaikan harga BBM, baik Solar, Pertalite dan Pertamax, berisiko dapat memangkas pertumbuhan ekonomi sampai dengan 0,33%.

Suku bunga global yang meningkat tajam berpotensi menyebabkan resesi, dengan sejumlah organisasi besar dunia seperti Bank Dunia telah mewanti-wanti.

(fsd/fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular