Newsletter

Wall Street Ditutup Cerah, IHSG Tancap Gas Hari Ini?

Feri Sandria, CNBC Indonesia
20 September 2022 06:10
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell  (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Hari ini sentimen utama yang berpotensi menggerakkan IHSG masih akan didominasi oleh keputusan hasil rapat pejabat bank sentral untuk menentukan kebijakan moneter suku bunga, termasuk dari dalam negeri oleh Bank Indonesia.

Bank sentral utama dunia lain yang ikut mengumumkan suku bunga acuannya termasuk The Fed AS, Bank of England, Swiss National Bank dan Bank of Japan. Data ekonomi global lain yang juga patut menjadi perhatian investor termasuk tingkat inflasi untuk Jepang dan Kanada, iklim bisnis Ifo untuk Jerman. Investor juga patut menyimak pembacaan awal angka PMI manufaktur untuk AS, Inggris, Area Euro, Prancis, Jerman, Australia, dan Jepang.

Selanjutnya investor perlu menyimak pergerakan harga komoditas yang sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global.

Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan hari ini setelah longsor sepanjang pekan kemarin. Meski demikian harga bulan September masih berada di level terendah sejak perang pecah di Ukraina.

Selanjutnya harga gas berjangka Belanda bulan depan turun ke level terendah dalam dua bulan, setelah pekan lalu juga turun 9%. Sementara itu, persediaan gas Eropa jelang musim dingin telah 86% penuh, dan untuk Jerman mencapai 90%, mengutip data Gas Infrastructure Europe.

Dari benua Ameria, AS mencatatkan rekor output gas alam yang mencapai lebih dari 100 kaki kubik per hari. Meskipun produksi meningkat dari tahun lalu, harga gas alam masih 50% lebih tinggi dari tahun lalu akibat permintaan yang tak melambung.

Kondisi tersebut tentu akan berpengaruh pada harga komoditas ekspor unggulan RI, meskipun permintaan batu bara diperkirakan akan tetap naik jelang musim dingin.

Selanjutnya Imbal hasil Treasury 10-tahun AS mencapai 3,51% pada hari Senin, level tertinggi dalam 11 tahun. Kenaikan imbal hasil juga terjadi pada instrumen obligasi lain dan merupakan bagian dari antisipasi menjelang keputusan Fed yang kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuannya

Ketika suku bunga berada di titik terendah, seperti setelah krisis keuangan 2008 atau saat pandemi, investor secara gampang dapat memutuskan untuk menempatkan uang di pasar saham yang relatif berisiko.

Dalam kondisi tersebut, pengembalian yang akan didapatkan dari saham hampir selalu mengalahkan apa yang bisa diperoleh dari obligasi pemerintah yang hampir tidak menghasilkan apa-apa.

Dinamika tersebut telah terbalik tahun ini. Setelah beberapa kenaikan kali siklus kenaikan suku bunga Fed, imbal hasil di pasar Treasury AS kini diperdagangkan pada level tertinggi multi-tahun.

Sekarang, kurang dari 16% saham S&P 500 memiliki hasil dividen yang lebih besar daripada imbal hasil surat utang AS dua tahun, yang mendekati 4%. Kurang dari 20% saham S&P 500 memiliki hasil dividen lebih besar dari imbal hasil obligasi 10-tahun, menurut data Strategas. Angka-angka yang dicatatkan saham S&P 500 tersebut merupakan yang terendah sejak 2006.

Menguatnya imbal hasil surat berharga AS juga akan berdampak bagi pasar keuangan RI, yang mana karena spread yang menyempit tersebut, kemenarikan pasar keuangan domestik sedikit berkurang. Data terbaru Bank Indonesia (BI) melaporkan outflow sejak awal tahun mencapai Rp 143,14 triliun (year to date) pada pasar obligasi atau surat berharga negara (SBN).

Sementara itu di pasar ekuitas kondisinya jauh lebih baik, dengan asing mencatatkan rekor beli bersih Rp 72 triliun sejak awal tahun. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa bursa domestik menjadi salah satu pasar ekuitas dengan kinerja terbaik di dunia tahun ini, sehingga wajar jika dana asing ikut parkir di dalam negeri. Meski demikian dalam sepekan terakhir asing mencatatkan jual bersih.

Selanjutnya dolar juga masih kuat dan diperkirakan akan semakin perkasa pasca pertemuan FOMC. Saat ini dollar index (yang mengukur Greenback dengan enam mata uang utama) masih berfluktuasi di sekitar puncak tertinggi dalam 20 tahun.

Penguatan dolar dapat menghantam rupiah dan menjadi sentimen negatif bagi sejumlah emiten tanah air. Baik itu yang kinerjanya tergerus karena harus mengimpor barang mentah dan dibayarkan dengan dolar, atau likuiditas yang tertekan bagi sejumlah emiten yang harus membayarkan utang dalam denominasi dolar AS.

(fsd/fsd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular