
Sanggupkah Jokowi Bangkitkan IHSG Hari Ini?

Membaiknya kinerja bursa AS diharapkan memberi suntikan sentimen positif ke IHSG. Namun, sentimen terbesar hari ini kemungkinan akan datang dari Senayan. Perhatian pelaku pasar hari ini akan tersedot ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/Majelis Permusayaratan Rakyat (MPR).
Hari ini, DPR dan MPR akan mengadalan gelaran tahunan Sidang Bersama di mana Presiden Jokow Widodo, atau Jokowi, akan menyampaikan dua pidato penting.
Pada pagi hari, Jokowi akan menyampaikan Pidato Kenegaraan yang berisi pencapaian pemerintah pada tahun ini. Jokowi juga akan memaparkan fokus pemerintah ke depan di bidang ekonomi, hukum, sosial, pendidikan, hingga politik.
Pada siang hari, Jokowi akan menyampaikan Pidato Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangannya.
Dalam pidato tersebut, presiden akan menjabarkan target asumsi makro untuk tahun depan mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, lifting minyak mentah dan gas, harga minyak mentah, hingga imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun.
Jokowi juga akan menyampaikan target penerimaan negara, bagaimana pembiayaan utang ke depan, serta fokus belanja pemerintah pada 2023 mulai dari sektor infrastruktur, pertahanan, kesehatan, hingga bantuan sosial.
Merujuk pada hasil kesepakatan Badan Anggaran (Banggar) dan pemerintah Juni lalu, garis besar asumsi makro untuk 2023 ditetapkan sebagai berikut;
- Pertumbuhan ekonomi di rentang 5,3% yoy hingga 5,9% yoy
- Inflasi di kisaran 2,0% yoy hingga 4,0% yoy
- Nilai tukar rupiah di kisaran Rp 14.300 per dolar AS hingga Rp 14.800 per dolar AS
- Tingkat bunga SUN 10 tahun di kisaran 7,34% hingga 9,16%
- Harga minyak mentah Indonesia di kisaran US$ 90 per barel hingga US$ 110 per barel
- Lifting minyak bumi di kisaran 660 ribu barel per hari hingga 680 ribu barel per hari
- Lifting gas bumi di kisaran 1.050 hingga 1.150 ribu barel setara minyak per hari
Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang mengingatkan RAPBN 2023 sangat penting karena menjadi tahun terakhir di mana Jokowi akan menjalani pemerintahan secara penuh sebelum jabatannya berakhir pada 2024.
Mulai 2023, pemerintah juga sudah harus mengembalikan defisit APBN ke angka 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) setelah diizinkan memasang defisit APBN di atas 3% pada 2020-2022 untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19.
"Tentu saja yang akan dilihat pasar pertama kali adalah asumsi makro seperti target pertumbuhan. Kedua adalah berapa anggaran yang disiapkan untuk pembangunan infrastruktur, subsidi, dan bantuan sosial," tutur Edwin, kepada CNBC Indonesia.
Menurutnya, besaran anggaran subsidi dan bansos menjadi perhatian besar karena akan sangat mempengaruhi konsumsi masyarakat Indonesia.
Bila anggaran tersebut masih besar, ada kemungkinan pemerintah akan tetap mempertahankan harga BBM.
Hal ini akan menjaga daya beli masyarakat dan pada akhirnya akan berdampak positif kepada saham-saham consumer goods, seperti PT Unilever Indonesia, ataupun sektor otomotif seperti PT Astra International.
Besaran anggaran infrastruktur akan mempengaruhi saham yang bergerak di konstruksi dan properti seperti PT Wijaya Karya. Anggaran infrastruktur akan mempengaruhi proyek jalan tol, kereta cepat, proyek light rail transit (LRT), hingga pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
"Kita ingin melihat apakah pemerintah defensif atau agresif. Hal itu bisa dilihat dari kenaikan (belanja). Pasar benar-benar ingin melihat fondasi apa yang akan diletakkan Jokowi sebelum mengakhiri jabatan pada 2024," tutur Edwin.
Analis dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia M. Nafan Aji Gusta Utama mengatakan salah satu yang paling ditunggu pelaku pasar pada pidato nota keuangan tahun ini adalah kebijakan subsidi.
"Juga bagaimana komitmen pemerintah dalam kebijakan dana desa, dan transfer daerah," ujarnya.
