Newsletter

Lampu Kuning! Wall Street Galau, IHSG Semoga Kuat...

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
12 August 2022 06:00
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak bangkit kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, sampai harga obligasi menguat karena sentimen di pasar global membaik setelah data inflasi Amerika Serikat (AS) melandai.

Pada perdagangan Kamis (11/8/2022), IHSG bergerak liar dan konsisten berada di zona hijau sejak awal perdagangan dan sempat menyentuh posisi tertinggi di 7.181,1.

Indeks acuan tersebut akhirnya ditutup menguat 1,05% ke 7.160,39. Total volume transaksi mencapai 29,71 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 15,52 triliun.

Investor asing tercatat melakukan aksi beli (net buy) hingga Rp 587,01 miliar di pasar reguler. Sementara, di seluruh pasar, net buy asing mencapai Rp 657,62 miliar.

Dinamika IHSG searah dengan bursa saham Asia yang juga menuju ke utara. Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, di mana Hang Seng ditutup terbang 2,4% ke posisi 20.082,43.

Indeks KOSPI ditutup melejit 1,73% ke posisi 2.523,78, Shanghai melompat 1,6% ke 3.281,67, ASX 200 melonjak 1,12% ke 7.071. Sedangkan indeks Straits Times Singapura ditutup menguat 0,48% ke posisi 3.301,96 pada perdagangan hari ini.

Sementara untuk indeks Nikkei Jepang tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Gunung.

Di pasar obligasi, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup menguat kemarin.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara, lanjut melandai 9,3 bp ke posisi 7,01%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Pergerakan positif di pasar saham dan obligasi, menandakan arus modal sedang bagus, membuat rupiah menguat. Di tambah, indeks dolar AS terkoreksi hingga ke level 104 dari 106 di awal pekan ini.

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,4% ke Rp 14.810/US$. Penguatan rupiah kembali berlanjut hingga di akhir perdagangan sebanyak 0,71% ke Rp 14.765/US$. Kini, Mata Uang Garuda diperdagangkan di level Rp 14.700/US$.

Bahkan, di Asia, rupiah menduduki juara pertama dan mayoritas mata uang di Asia juga menguat terhadap dolar AS.

Beralih ke Negeri Paman Sam, bursa saham Wall Street cenderung ditutup terkoreksi pada perdagangan Kamis (11/8), meskipun investor disuguhkan dengan rilis data inflasi yang melandai.

Hanya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang masih mampu bertahan di zona hijau, yakni ditutup menguat 0,08% ke level 33.336,67.

Sedangkan S&P 500 dan Nasdaq pada perdagangan kemarin ditutup melemah, di mana indeks S&P 500 ditutup turun tipis 0,07% ke 4.207,27 dan Nasdaq Composite ditutup melemah 0,58% ke 12.779,91.

Investor disuguhkan dengan kabar barik dari rilis Indeks Harga Produsen (IHP) di Juli 2022 yang menunjukkan penurunan secara bulanan sebanyak 0,5% dan melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 0,2%. IHP tersebut tidak termasuk harga makanan dan energi.

Sebelumnya, Indeks Harga Konsumen (IHK) di Juli 2022 juga telah dirilis. Melandai ke 8,5% secara tahunan (yoy) dari 9,1% dan berada di bawah prediksi analis Dow Jones di 8,7%.

Bursa saham Wall Street sempat reli pada Rabu (10/8), tapi kemudian relinya terhenti pada Kamis (11/8).

"Sementara investor lega bahwa inflasi menurun, tapi tidak mengubah fakta bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan terus menaikkan suku bunga... Saya tidak yakin pada saat ini bahwa orang ingin memberikan tanda yang jelas, menurut saya sentimen jauh lebih baik daripada 60 hari yang lalu," kata Kepala Perencana MissionSquare Retirement Wayne Wicker dikutip CNBC International.

Kabar baik lainnya di pasar yakni saham Disney melesat lebih dari 4% setelah mereka melaporkan jumlah pelanggan yang naik pesat, bersamaan dengan pertumbuhan pada pendapatan dan laba bersih yang melampaui ekspektasi pasar. Disney berencana untuk meningkatkan harga berlangganan Disney .

Angin segar yang baru saja berhembus dari AS, tampaknya belum dapat menahan reli pada bursa acuan global Wall Street, di mana bursa saham Negeri Stripes and Stars ditutup bervariasi dengan mayoritas indeks terkoreksi pada perdagangan kemarin.

Kabar baik dari AS datang setelah rilis data inflasi AS per Juli 2022 melandai ke 8,5% secara tahunan dari 9,1% yoy. Ditambah rilis Indeks Harga Produsen (IHP) di Juli 2022 yang menunjukkan penurunan secara bulanan sebanyak 0,5% dan melampaui ekspektasi analis Dow Jones di 0,2%.

Penyebab Wall Street kembali lesu adalah meningkatnya prediksi pasar bahwa The Fed akan tetap agresif menaikkan suku bunga acuannya, meskipun data inflasi AS telah melandai. Namun, data inflasi masih dinilai jauh lebih tinggi dari target The Fed di 2%.

Kekhawatiran bahwa pengetatan The Fed akan memicu perlambatan ekonomi telah mengirim imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS jangka panjang berada di bawah obligasi bertenor lebih pendek pada Kamis (11/8). Yield Obligasi tenor 10 tahun menyentuh 2,902%, tertinggi sejak sejak 22 Juli 2022. Sementara yield obligasi tenor 2 tahun naik ke 3,229%.

Lesunya bursa Wall Street menjadi lampu kuning bagi investor global karena bisa membebani laju pasar ekuitas di kawasan lainnya. Namun, Direktur Utama PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya menilai IHSG masih berpotensi menguat.

"Pola pergerakan IHSG pada akhir pekan ini terlihat masih akan berada dalam rentang konsolidasi wajar di 7.002-7.223 dengan kecenderungan menguat. Langkah menguji level tertinggi sepanjang masa masih akan terlihat dalam beberapa waktu mendatang ditopang oleh maraknya musim rilis kinerja keuangan semester I-2022. Hari ini IHSG berpotensi menguat," tuturnya dalam analisanya.

Hari ini, masih ada data ekonomi di Negeri Paman Sam yang perlu dicermati oleh investor, di antaranya rilis indeks sentimen konsumen AS per Agustus oleh University of Michigan (UoM).

Indeks sentimen konsumen merupakan salah satu indikator kunci yang menggambarkan rata-rata tingkat kepercayaan konsumen AS terhadap situasi ekonomi secara jangka pendek dan jangka panjang. Indeks naik ketika konsumen mendapatkan kembali kepercayaan pada ekonomi yang dapat meningkatkan permintaan terhadap barang.

Secara historis, peningkatan pada sentimen konsumen juga dapat membantu laju dolar AS. Selain itu, perusahaan penyedia barang-barang konsumen kerap diuntungkan karena ketika konsumen merasa lebih 'pede' terhadap ekonomi, maka mereka akan membeli barang seperti rumah, mobil dan barang lainnya.

Sehingga, investor perlu mengamati perkembangan saham dari sektor rumah,sektor konstruksi, hingga sektor ritel.

Pada Juli 2022, indeks sentimen konsumen AS berada di 51,5 yang naik dari bulan sebelumnya di 50. Kenaikan tersebut didorong oleh membaiknya sentimen global dan ikut memberikan bantuan pada permintaan untuk barang tahan lama.

Konsensus analis Trading Economics dan Investing memprediksikan indeks sentimen konsumen AS di Agustus akan berada di 52,5.

Sentimen mayor selanjutnya berasal dari rilis data produksi industri Eropa per Juni yang meliputi sektor manufaktur, pertambangan dan utilitas. Meskipun sektor-sektor tersebut hanya menyumbang sebagian kecil pada PDB Eropa, tapi dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan PDB dan kinerja ekonomi di masa depan.

Sektor-sektor tersebut juga sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga dan permintaan konsumen, apalagi di tengah potensi resesi dan perlambatan ekonomi global, tampaknya investor juga perlu menimbang-nimbang data ini.

Apalagi, baru-baru ini Eropa menjadi salah satu konsumen batu bara Indonesia karena Eropa ingin mengurangi kebutuhan terhadap gas Rusia.

Bahkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan adanya peningkatan permintaan ekspor Eropa seperti Polandia, Italia, Swiss dan juga Belanda.

Italia merupakan negara terbesar pengimpor batu bara Indonesia, di mana nilainya mencapai US$ 111,7 juta. Italia telah mengekspor baru bara RI sejak 2012.

Jika PDB Eropa melambat, tentunya permintaan pada komoditas Indonesia akan terpengaruh. Tentunya, penurunan pada permintaan ekspor akan berdampak pula pada neraca perdagangan RI.

Analis Trading Economics memprediksikan produksi industri Eropa akan kembali menurun ke 0,8% secara tahunan dari 1,6%.

Selanjutnya, Inggris akan merilis pertumbuhan PDB Kuartal II-2022 hari ini. Inggris merupakan perekonomian keenam terbesar di dunia dan kedua terbesar di Eropa setelah Jerman.

Pada Kuartal I-2022, pertumbuhan ekonomi Inggris berada di 8,7% secara tahunan. Namun, konsensus Trading Economics memproyeksikan PDB Inggris kuartal II-2022 akan melambat secara signifikan ke 2,8%.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • PDB Inggris Kuartal II-2022 (13:00 WIB)
  • Neraca Perdagangan Juni 2022 Inggris (13:00 WIB)
  • Data Produksi Industri Juni 2022 Eropa (16:00 WIB)
  • Indeks Sentimen Konsumen AS Michigan (21:00 WIB)

Berikut beberapa agenda korporasi:

  • RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN) (09:00 WIB)
  • RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) (13:30 WIB)
  • RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT HK Metals Utama Tbk (HKMU) (14:00 WIB)
  • RUPST PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) (14:00 WIB)

Di bawah ini adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q II-2022 YoY)

5,44%

Inflasi (Juli 2022 YoY)

4.94%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2022)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

(4,85% PDB)

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q I-2022)

0,1% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q I-2022)

(US$ 1,8 miliar)

Cadangan Devisa (Juli 2022)

US$ 132,2 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf) Next Article Pekan Penting! Pasar Finansial Bakal Guncang atau Terbang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular