
Kabar Baik dari AS, Akankah IHSG & Rupiah Menguat?

Kemarin menjadi momen of truth bagi para pelaku pasar, di mana ambruknya bursa Wall Street selama dua hari beruntun pada pekan ini hanya dilandaskan oleh pesimisme.
Nyatanya, inflasi AS yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) melandai. Sehingga menjadi angin segar bagi pasar global dan diharapkan dapat meningkatkan risk appetite pada ekuitas.
IHK AS per Juli 2022 berada di 8,5% secara tahunan (yoy), turun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya di 9,1% karena harga bahan bakar menurun tajam.
Secara bulanan, IHK tidak berubah karena penurunan pada harga energi dan harga bahan bakar yang masing-masing sebesar 4,6% dan 7,7%, mengimbangi kenaikan pada harga pangan dan harga rumah yang masing-masing sebesar 1,1% dan 0,5%.
Angka inflasi tersebut berada di bawah proyeksi analis Dow Jones di 8,7% yoy dan 0,2% mtm.
Inflasi inti, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang volatil, bergerak flat. Namun, inflasi inti berada di bawah proyeksi pasar.
Meskipun, angka inflasi masih berada dekat dengan rekor tertinggi selama 40 tahun, tapi pasar mengapresiasi penurunan tersebut, tercermin dengan melesatnya Wall Street pada penutupan perdagangan kemarin.
Reli pada Wall Street diharapkan dapat menular pada bursa saham global, termasuk Indonesia.
CEO PT Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya memproyeksikan IHSG akan bergerak di sekitar 6.988-7.147 dan berpotensi menguat.
"IHSG masih terlihat akan menguji level all time high-nya kembali, masa-masa laporan kinerja emiten masih akan menjadi salah satu faktor pendorong kenaikan IHSG hingga beberapa waktu mendatang, ditambah capital inflow yang terlihat masih terus berlangsung, sehingga IHSG berpotensi menguat," tuturnya dalam analisanya.
Selain itu, indeks dolar AS yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, berakhir ambles 1,025% ke posisi 105,26 pada Rabu (10/8). Terkoreksinya dolar AS di pasar spot, dapat menjadi peluang penguatan rupiah hari ini.
Selanjutnya, investor juga patut mencermati sentimen mayor penggerak pasar hari ini. Salah satunya rilis Indeks Harga Produsen (IHP) AS per Juli 2022 yang akan dirilis pada pukul 19:30 WIB.
IHP merupakan salah satu indikator fundamental yang perubahan pada setiap bulannya kerap di amati oleh para pelaku keuangan. IHP mengukur perubahan harga barang yang dijual perusahaan dan merupakan salah satu indikator yang berkontribusi terhadap inflasi secara keseluruhan.
IHP juga berdampak langsung pada perubahan harga beli pada tingkat distributor, retailer dan pada akhirnya akan berdampak pada konsumen. Dengan memerhatikan tren IHP, maka dapat memprediksikan arah inflasi selanjutnya.
Sebagai informasi, Biro Statistik AS telah merilis IHP per Juni 2022 yang melonjak 11,3% secara tahunan (yoy) dipicu oleh meningkatnya harga energi dan pangan. Secara bulanan, IHP juga naik 1,1% dan melampaui ekspektasi pasar.
Namun, konsensus analis Investing.com dan Trading Economics memprediksikan IHP pada Juli 2022 akan menurun ke 10,4% secara tahunan. Sementara secara bulanan, IHP juga diprediksikan akan turun ke 0,2%.
Jika IHP menurun maka dapat mengindikasikan potensi perlambatan inflasi.
Selain itu, investor perlu mengamati perkembangan pasar tenaga kerja di Negeri Stars and Stripes. Hari ini, akan dirilis data klaim pengangguran secara mingguan yang berakhir hingga periode 6 Agustus 2022.
Secara luas, analis memproyeksikan akan meningkat menjadi 263.000 orang dari pekan sebelumnya di 260.000 orang.
Klaim pengangguran meningkat karena banyak perusahaan yang memilih untuk menurunkan biaya operasional dengan PHK di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi.
Tren tersebut dapat berlanjut karena The Fed tampaknya belum selesai untuk berjuang meredam inflasi ke target 2%, sehingga kenaikan suku bunga acuan akan terus terjadi hingga di tahun depan.
Kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed tentunya dapat mengekang permintaan pekerja.
Setelah rilis data inflasi AS per Juli 2022, analis memprediksikan bahwa The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga acuan menjadi sebesar 50 basis poin pada pertemuan selanjutnya di September. Hingga akhir tahun ini, suku bunga acuan The Fed diproyeksikan akan berkisar di 3,25%-3,5%.
(aaf/luc)