Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki perdagangan hari ketiga di minggu terakhir Juli, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih gamang menentukan pergerakannya di tengah kondisi investor yang masih menanti pengumuman kenaikan suku bunga The Fed.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan apresiasi 0,39% di 6.898,22 setelah mengalami perdagangan yang cukup volatil dan sempat beberapa kali berpindah zona dalam waktu relatif singkat di tengah hari perdagangan.
Pergerakan IHSG sejalan dengan mayoritas indeks saham Asia utama lainnya yang juga ditutup di zona hijau. Kecuali Hang Seng Hong Kong yang ambles dan Shanghai Composite China yang terkoreksi tipis.
Nilai transaksi bursa lumayan ramai meski turun dari perdagangan hari sebelumnya dan berada di kisaran Rp 12,32 triliun. Perdagangan kemarin melibatkan 30 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,35 juta kali.
Investor asing tercatat masuk ke pasar modal RI dengan net buy di seluruh pasar sebesar Rp 38,35 miliar. Sementara di pasar reguler asing malah menarik dananya keluar dengan aksi jual bersih (net sell) Rp 10,74 miliar. Dalam sebulan terakhir di pasar reguler asing telah membawa kabur dana senilai total Rp 5,59 triliun.
Saham Bumi Resources (BUMI) yang kedatangan investor misterius kembali menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya kemarin, yakni mencapai Rp 919 miliar. Lalu ada saham Bank Central Asia (BBCA) dan Adaro Energy (ADRO)dengan nilai transaksi masing-masing Rp 428 miliar dan Rp 423 miliar.
Tiga saham yang paling diburu asing kemarin adalah Astra Internasional (ASII), Indo Tambangraya Megah (ITMG) dan Bank Mandiri (BMRI). Sementara tiga saham yang paling banyak dilego adalah Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan Bukalapak.com (BUKA)
Sementara itu dari pasar keuangan lain, rupiah di awal perdagangan kemarin melonjak tajam sayangnya harus berakhir di zona merah melawan dolar AS di akhir perdagangan.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah melesat 0,43% ke Rp 14.930/US$, sebelum akhirnya berakhir kembali menebus level 15.000 dan berakhir di Rp 15.010/US$ atau melemah 0,1%.
Indeks dolar AS yang mengukur performa sang greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya, bergerak terkoreksi 0,13% ke posisi 107,05. Pergerakan indeks dolar AS masih berada dekat dengan rekor tertingginya yang dicapai pada pertengahan Juli di 109,29.
Gagalnya rupiah mencatat penguatan tidak lepas dari kecemasan investor yang pada perdagangan kemarin masih wait and see keputusan bank sentral AS (The Fed).
The Fed sejauh ini sudah menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali dengan total 150 basis poin menjadi 1,5% - 1,75%.
Berbeda 180 derajat, pekan lalu bank sentral Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan di rekor terendah sepanjang sejarah 3,5% dan telah berlangsung 18 bulan.
Saat ini untuk membatasi likuiditas dan menjaga nilai tukar rupiah, BI memilih langkah alternatif yakni dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) dan melakukan intervensi di pasar obligasi. Pekan lalu BI telah melepas kepemilikan surat berharga negara (SBN) senilai Rp 390 miliar.
Halaman 2>>
Indeks acuan Amerika Serikat (AS) melonjak tajam pada perdagangan Rabu (27/7/2022) waktu New York setelah Federal Reserve mengumumkan kenaikan suku bunga 75 bps yang telah diantisipasi pasar untuk melawan inflasi. Meski demikian sentimen positif datang dari bank sentral AS yang mengisyaratkan bahwa ke depannya laju kenaikannya suku bunga dapat melambat.
S&P 500 menguat 2,62%, sedangkan indeks saham blue chip AS Dow Jones Industrial Average naik 1,37%. Nasdaq Composite yang padat teknologi menjadi indeks dengan kinerja terbaik atau melonjak 4,06%. Ketiga indeks tersebut selalu bergerak di zona hijau dan naik signifikan setelah pidato Jerome Powell membuka peluang bagi kenaikan suku bunga yang lebih rendah apabila didukung oleh data ekonomi yang relevan.
Meski mengalami reli tinggi, Investor masih tetap khawatir bahwa upaya berkelanjutan bank sentral untuk menurunkan inflasi dapat mendorong ekonomi ke jurang resesi, atau bahkan mungkin sudah berada dalam resesi. Kekhawatiran itu mereda Rabu setelah Powell mengatakan dia tidak berpikir AS saat ini dalam resesi, menambahkan bahwa "ada terlalu banyak area ekonomi yang memiliki kinerja sangat baik."
Pembacaan PDB kuartal kedua akan dirilis malam ini pukul 19.30 WIB. Pemahaman umum paling dasar tapi tidak ofisial adalah resesi terjadi ketika dalam dua kuartal beruntun pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi. Kendati demikian Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) AS, wasit resmi yang mengumumkan resesi, menggunakan beberapa faktor lain, di luar kontraksi ekonomi di dua kuartal beruntun, untuk menentukan apakah ekonomi telah mengalami resesi.
Secara resmi, NBER mendefinisikan resesi sebagai "penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian dan berlangsung lebih dari beberapa bulan." Para ekonom biro tersebut bahkan mengaku tidak menggunakan produk domestik bruto sebagai barometer utama.
Pada pembacaan PDB malam ini, ekonomi AS diperkirakan mengalami ekspansi tipis dengan konsensus Trading Economics memproyeksi akan tumbuh 0,5%. Sebelumnya pada kuartal pertama tahun ini pertumbuhan ekonomi AS mengalami kontraksi 1,6%.
Wall Street memulai perdagangan di zona hijau setelah mendapat dorongan dari kinerja positif perusahaan teknologi. Saham Alphabet naik 7,7% setelah laporan kuartalan menunjukkan pendapatan yang kuat dari bisnis mesin pencari Google. Microsoft naik 6,7% setelah melaporkan lonjakan 40% dalam pertumbuhan pendapatan untuk Azure dan layanan cloud.
Perusahaan ritel juga mengalami reli karena kekhawatiran akan inflasi melunak dengan sejumlah ekonom berpandangan inflasi AS telah mencapai puncak. Walmart, yang memimpin penurunan pada perdagangan sehari sebelumnya, kini naik 3,8%. Kohl's, Ross Stores, dan Costco masing-masing menguat lebih dari 2%.
Sebelumnya, bursa Eropa juga kompak ditutup menguat. Selain pasar ekuitas, mayoritas kelas aset lainnya juga mencatatkan kinerja positif, termasuk aset berisiko tinggi, kripto, yang ikut menguat tajam setelah Jerome Powell memberikan pandangan terkait resesi yang dianggap tidak terjadi.
Kabar utama yang akan mempengaruhi sentimen pasar secara dominan hari ini adalah keputusan bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 75 bps menjadi 2,25% hingga 2,5%.
Sebelumnya, investor di Wall Street telah bereaksi positif didorong oleh keyakinan Jerome Powell akan ekonomi AS yang dinilainya masih sehat. Bursa saham utama AS kompak ditutup menguat dini hari tadi.
Hal ini tentu ikut menjadi kabar baik bagi investor dalam negeri, akan tetapi masih tetap harus waspada. Salah satunya karena kenaikan suku bunga AS berarti selisih antara FFR dengan suku bunga Bank Indonesia (BI) akan semakin menyempit.
Menyempitnya selisih tersebut dapat menjadi ancaman karena membuat investasi di pasar keuangan Indonesia menjadi relatif kurang menarik, khususnya di pasar obligasi. Data Kementerian Keuangan bahkan mencatat eksodus dari pasar keuangan domestik sudah mulai terjadi, yang mana pada bulan Mei pasar obligasi mengalami outflow Rp 32,12 triliun. Kemudian Juni sebesar Rp 15,51 triliun dan bulan Juli ini hingga tanggal 26 dana asing yang dibawa kabur mencapai Rp 29,15 triliun.
Kaburnya dana asing dapat merembes hingga ke pasar ekuitas, mengingat tingginya suku bunga AS memberikan tekanan likuiditas bagi investor Barat yang sebagian mungkin terpaksa keluar dari bursa domestik. Jika aksi jual asing terjadi secara signifikan, artinya ini dapat memberikan tekanan bagi IHSG.
Sejatinya sejak awal tahun asing tercatat rajin memborong saham RI, mengingat bursa domestik mencatatkan kinerja terbaik di Asia Pasifik. Sejak awal tahun net buy asing telah mencapai 58,19 triliun di seluruh pasar.
Namun dalam beberapa waktu ini tren tersebut mengalami perubahan dengan net buy harian yang semakin kecil atau bahkan asing malah melepas saham RI. Dalam sepekan terakhir investor asing melepas Rp 326 miliar saham RI di pasar reguler, sedangkan dalam sebulan terakhir aksi jual tersebut membengkak hingga Rp 5,59 triliun.
Selanjutnya, investor perlu menyimak sentimen utama dalam negeri yang berpotensi dapat membantu menggerakkan pasar ke zona positif, yakni kinerja keuangan sejumlah emiten yang satu per satu mulai melapor.
Kemarin dua bank raksasa Tanah Air yakni BBCA dan BBRI telah melaporkan kinerja yang gemilang didorong oleh relaksasi PPKM yang mendorong pembukaan ekonomi lebih luas. Meskipun kinerja perbankan tumbuh pesat perlu dicatatkan bahwa kuartal kedua tahun ini bertepatan dengan momen puasa dan lebaran yang mana merupakan puncak konsumsi tahunan masyarakat Indonesia.
Dari sisi lain, proksi ekonomi RI juga terlihat dari kinerja positif emiten konsumer Unilever yang mencerminkan konsumsi masyarakat pada kuartal kedua dan selama momen lebaran tidak melemah.
Hari ini Bank Mandiri (BMRI) dijadwalkan akan mengumumkan kinerja keuangannya diikuti oleh Bank Negara Indonesia (BBNI) pada hari Jumat besok.
Selanjutnya investor perlu menyimak pergerakan harga komoditas yang sering kali ikut mendikte pergerakan pasar saham domestik. Sejumlah emiten di sektor energi, pertambangan hingga perkebunan pergerakannya nyaris secara eksklusif ditopang oleh naik turunnya harga komoditas di pasar global.
Harga gas alam kontrak AS sempat menyentuh rekor tertinggi dalam 14 tahun pada perdagangan intraday kemarin, sedangkan harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 440/ton, mendekati level tertinggi sepanjang sejarah di US$ 446/ton yang tercatat pada 2 Maret 2022.
Sentimen komoditas lainnya datang dari CPO yang mana pemerintah Indonesia berencana untuk menghapus kebijakan kewajiban pemenuhan untuk pasar domestik alias Domestic Market Obligation (DMO).
Jika terealisasi, akan berdampak pada peningkatan volume ekspor CPO dalam negeri dan harga yang semakin kompetitif. Ditambah dengan penghapusan pungutan pajak ekspor CPO (15 Juli hingga 31 Agustus 2022), harga CPO Indonesia menjadi kian menarik dimata pembeli asing dibanding dengan CPO Malaysia. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan permintaan akan CPO Indonesia.
Dari ranah global, investor perlu menyimak kondisi perekonomian global. Dari benua Asia, Korea Selatan mengumumkan indeks sentimen konsumer yang terendah dalam 2 tahun terakhir yang mengindikasi prospek ekonomi yang kurang optimal.
Sebelumnya dari benua Eropa Jerman juga mengumumkan indikator iklim bisnis (Ifo) yang berada di bawah ekspektasi dan mencatatkan angka terendah dalam dua tahun. Sementara itu optimisme bisnis di Inggris masih lemah meskipun meningkat untuk kuartal III tahun ini dari tiga bulan sebelumnya, akan tetapi masih berada di zona negatif.
Terakhir investor perlu mencerna kembali kabar buruk dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang kembali memangkas pertumbuhan ekonomi global 2022. Sebelumnya pada April lalu IMF memproyeksi ekonomi global tumbuh 3,6%, sedangkan dalam proyeksi terbaru turun menjadi 3,2%.
Pemangkasan proyeksi tersebut nyaris terjadi di seluruh ekonomi termasuk ASEAN-5 yang pertumbuhannya berkurang 0,8% dari sebelumnya dan terbaru ekonominya diperkirakan mengalami ekspansi 5,3%. ASEAN-5 yang disebut IMF terdiri dari Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam dan Filipina.
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Pengumuman suku bunga AS The Fed (01.00)
- Indeks keyakinan konsumen Korea Selatan (04.00)
- Penjualan ritel Australia Juni (08.30)
- Producer Price Index (PPI) Prancis Juni (13.45)
- Indeks keyakinan ekonomi Turki Juli (14.00)
- Sentimen ekonomi zona euro Juli (16.000)
- Laporan inflasi Turki (18.00)
- Pembacaan awal tingkat inflasi Jerman Juli (19.00)
- Tingkat pertumbuhan PDB AS kuartal II 2022 (19.30)
- Klaim pengangguran awal AS Juli (19.30)
Hari ini setidaknya terdapat 35 agenda korporasi yakni:
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 17 perusahaan yakni: BCIP; BESS; BIPP; GJTL; GPRA; HDTX; IDEA; INSP; KOTA; MAPI; PEGE; POLI; POLL; POLU; SMSM; SSTM; dan UCID.
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) UNVR, DGIK dan ABDA.
- RUPST & RUPSLB secara simultan oleh 11 perusahaan yakni: SWAT; SONA; PYFA; PSAB; PPGL; MINA; ETWA; CAS; BPFI; BMTR; dan BHIT.
- Cum date dividen tunai Maming Enam Sembilan Mineral (BIKA), Elnusa (ELSA) dan Silo Maritime Perdana (SHIP).
- Pencatatan perdana saham Agung Menjangan Mas (AMMS).
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA