
The Fed Berubah Jadi 'Siluman Elang', IHSG Dkk Bisa Cilaka

Sentimen terkait inflasi yang mengganas masih menjadi faktor dominan yang menggerakkan pasar keuangan Negeri Paman Sam.
Ancaman inflasi yang membuat ekonomi bisa mengalami overheating kian nyata dan memicu penurunan harga aset-aset berisiko seperti saham.
Semalam, indeks saham acuan AS mayoritas terbenam di zona merah. Indeks Dow Jones dan S&P 500 kompak ambles 0,46% dan 0,30% sedangkan hanya Nasdaq yang berhasil selamat dengan apresiasi tipis 0,03%.
Inflasi yang memanas juga berdampak pada pasar obligasi AS dan mengirim imbal hasil (yield) obligasi tenor 2 tahun naik 9 basis poin (bps) ke 3,138%, sedangkan yield obligasi tenor 10 tahun jatuh 4 bps ke 2,919%.
Kurva terbalik tersebut biasanya memberikan sinyal akan terjadinya resesi. Data inflasi tersebut juga membuka peluang untuk The Fed menaikkan suku bunga acuan, di mana pasar memprediksikan adanya kenaikan sebesar 1% atau 100 bps.
"Kesimpulan untuk investor adalah kebijakan The Fed akan tetap bergantung pada data dan The Fed akan melanjutkan jalur pengetatan yang agresif sampai tekanan inflasi memuncak dengan pasti," tulis analis BCA Research di dalam risetnya dikutip CNBC International.
Dia juga menambahkan bahwa tekanan harga yang terus menerus akan menyebabkan kenaikan suku bunga acuan yang besar pada pertemuan selanjutnya di 26-27 Juli.
Berdasarkan data FedWatch, pelaku pasar kini memperkirakan bank sentral AS bakal makin hawkish dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 bps dengan probabilitas 47,6%.
Dari sisi rilis earnings, laba salah satu bank terbesar di AS yaitu JPMorgan ambles 28% secara tahunan pada kuartal II-2022.
Bank dengan aset terbesar di AS tersebut mencatatkan laba per saham sebesar US$ 2,76 dan lebih rendah dari ekspektasi analis di US$ 2,88.
Penurunan laba bersih JPMorgan disebabkan karena bank tersebut memupuk pencadangan ekstra sebesar US$ 428 juta seiring dengan memburuknya kualitas portofolio kredit yang dimiliki.
Penurunan kinerja keuangan salah satu saham blue chip AS tersebut juga turut menjadi penekan bagi pasar sahamnya.
Chairman dan CEO JPMorgan Damie Jimon mengatakan bahwa tensi geopolitik, inflasi tinggi dan melemahnya keyakinan konsumen dapat membuat membuat ekonomi terpukul.
(trp/luc)