Newsletter

Waduh! Wall Street "Lemah Letih Lesu", Awas Nular ke IHSG

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
28 June 2022 06:20
IHSG,  Senin (9/5/2022).
Foto: Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (9/5/2022). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Senin (27/6/2022) kemarin cenderung beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi. Sedangkan untuk rupiah terpantau cerah dan pasar obligasi pemerintah RI terpantau beragam.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 0,38% ke level 7.016,055. Meski melemah, tetapi IHSG masih mampu bertahan di zona psikologis 7.000.

Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG sempat dibuka menghijau dan menyentuh zona tertinggi intraday-nya di 7.070,519. Namun selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG langsung berbalik arah ke zona merah hingga penutupan perdagangan kemarin.

Namun pada perdagangan sesi II kemarin, pelemahan IHSG berhasil terpangkas, meski pada akhir perdagangan kemarin IHSG tak mampu berakhir di zona hijau.

Nilai transaksi indeks pada perdagangan kemarin mencapai sekitaran Rp 12 triliun dengan melibatkan 21 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 249 saham menguat, 262 saham melemah, dan 173 saham stagnan.

Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga mencapai Rp 1,31 triliun di seluruh pasar pada perdagangan kemarin. Secara terperinci, di pasar reguler, asing net sell sebesar Rp 852,06 miliar, sedangkan di pasar tunai dan negosiasi, asing net sell sebanyak Rp 462,29 miliar.

Di Asia-Pasifik, secara mayoritas mengalami penguatan, sehingga IHSG menjadi yang terkoreksi sendiri kemarin. Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik yakni melejit 2,35%, kemudian disusul ASX 200 Australia yang melonjak 1,94% dan TAIEX Taiwan yang melompat 1,6%.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Senin kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Senin kemarin ditutup menguat cukup signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka rupiah langsung melesat 0,37% ke Rp 14.790/US$. Apresiasi sempat bertambah hingga menyentuh Rp 14.780/US$, sebelum terpangkas dan berada di Rp 14.810/US$.

Sepanjang perdagangan kemarin, rupiah tidak pernah mencicipi pelemahan, hingga menutup perdagangan di Rp 14.800/US$, menguat 0,3% di pasar spot.

Sementara untuk mata uang Asia-Pasifik lainnya, secara mayoritas mengalami penguatan. Bahkan, rupiah menjadi runner up kemarin, hanya kalah dari won Korea Selatan yang berhasil menduduki posisi pertama mengalahkan sang greenback.

Hanya dolar Australia, yuan China, rupee India, dan ringgit Malaysia yang kalah melawan sang greenback pada perdagangan kemarin.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia-Pasifik melawan dolar AS pada Senin kemarin.

Sementara di pasar surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kemarin harganya ditutup bervariasi, menandakan bahwa sikap investor di pasar obligasi pemerintah RI cenderung beragam.

Di SBN tenor 1, 3, 15, dan 25 tahun cenderung dilepas oleh investor ditandai dengan naiknya yield dan melemahnya harga. Sebaliknya di SBN tenor 5, 10, 20, dan 30 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan menguatnya harga.

Melansir data dari Refinitiv, dari SBN yang mengalami kenaikan yield, tenor 3 tahun menjadi yang terbesar kenaikannya, yakni menguat signifikan sebesar 10,6 basis poin (bp) ke 4,464%.

Sedangkan dari SBN yang mengalami penurunan yield, tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara menjadi yang paling besar penurunannya, yakni melemah 6,3 bp ke 7,316%

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin kemarin.

Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari likuiditas perekonomian atau uang beredar (M2) pada Mei 2022 tetap tumbuh positif.

Posisi M2 pada Mei 2022 tercatat sebesar Rp 7.854,8 triliun atau tumbuh 12,1% (year-on-year/yoy), tetap kuat dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2022 yang tercatat sebesar 13,6% (yoy).

Kenaikan posisi uang tersebut berarti likuiditas masih aman di sektor riil. Tetapi sepertinya, sentimen positif ini hanya mampu menopang rupiah pada perdagangan awal pekan ini.

Sedangkan dari eksternal, investor masih cenderung khawatir bahwa kondisi ekonomi global saat ini akan terus membebani pasar.

Tingkat inflasi yang tinggi masih menjadi risiko terbesar atas aset keuangan. Hal ini yang menyebabkan investor sejatinya masih cenderung pesimis untuk terus berada di pasar saham.

Ditambah lagi adanya sentimen negatif dari risiko akibat berlanjutnya tensi geopolitik Rusia-Ukraina serta kebijakan proteksionisme yang memicu krisis pangan global serta agresivitas pengetatan moneter global.

Di sisi lain, pembacaan sentimen konsumen yang diikuti oleh pernyataan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang menunjukkan sedikit pelonggaran ekspektasi inflasi.

Menurut survei dari University of Michigan, sentimen konsumen mencapai rekor terendah 50 pada periode Juni 2022. Sementara di permukaan yang tidak positif untuk pasar, investor menyukai angka di dalam laporan yang menunjukkan ekspektasi inflasi 12 bulan oleh konsumen turun kembali ke 5,3%.

Pembacaan sentimen konsumen bisa menjadi sangat penting bagi investor, karena Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bahwa penurunan mengejutkan dalam pembacaan awal adalah salah satu alasan bank sentral menaikkan suku bunga acuannya sebesar tiga perempat poin persentase pada awal bulan ini.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup di zona merah pada perdagangan Senin awal pekan ini, setelah pada pekan lalu berhasil bangkit dari zona koreksinya.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,2% ke posisi 31.438,26, S&P 500 terkoreksi 0,3% ke 3.900,11, dan Nasdaq Composite merosot 0,72% ke 11.524,55.

Meski indeks S&P 500 kembali terkoreksi, tetapi sejatinya masih melesat 7% dari titik terendah pasar bearish pada pertengahan Juni. Tetapi, S&P 500 masih ambles 19% dari level tertingginya dan ambruk 18% sepanjang tahun ini.

Ketiga indeks utama di Wall Street kembali terkoreksi karena investor mempertimbangkan apakah pasar saham telah mencapai titik terendahnya atau justru rebound sejenak dari kondisi oversold.

Pasar saham bisa mendapatkan kenaikan dalam waktu dekat pada pekan ini, karena investor menyeimbangkan kembali kepemilikan mereka untuk akhir kuartal kedua atau semester pertama tahun 2022.

"Pasar saham merosot lebih rendah di sore hari setelah goyah di atas garis datar pada hari sebelumnya. Pergerakan hari itu cukup 'hangat'," kata Ross Mayfield dari Baird mengatakan kepada CNBC International.

"Dalam reli bear market semacam ini, hal ini lebih tentang hal-hal yang menjadi sedikit terlalu oversold, sedikit terlalu negatif. Tapi hal itu tidak cukup untuk benar-benar mempertahankan reli," tambah Mayfield.

Mayfield mencatat bahwa tanda-tanda pelonggaran inflasi akan menjadi katalis positif untuk pasar saham.

Saham sektor teknologi dan konsumer menjadi pemberat Wall Street, karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10-tahun kembali meninggi.

Saham video game Electronic Arts dan Take-Two Interactive ambles masing-masing turun 3,5% dan 3,3%. Sedangkan saham ritel elektronik Best Buy ambrol lebih dari 3,4%.

Saham marketplace Etsy menjadi pemberat utama indeks S&P 500, ambruk 3,6% setelah penurunan peringkat oleh Needham.

Saham sektor maskapai juga terkoreksi kemarin, di mana saham Spirit Airlines ambruk nyaris 8%, setelah perusahaan mengatakan akan menerima tawaran pengambilalihan terbaru dari Frontier Group.

Namun, sektor energi justru bergerak sebaliknya alias menguat. Saham Valero Energy melejit 8%, sedangkan saham Devon Energy melonjak 7,5%, dan saham Marathon Oil melesat nyaris 4,9%.

Saham farmasi BioNTech juga berhasil melesat 7,2%, setelah mengatakan vaksin booster buatannya menghasilkan respons kekebalan yang lebih baik terhadap varian Covid-19 Omicron.

Di lain sisi, volatilitas pasar belum berakhir. Hal ini diutarakan oleh ahli strategi ekuitas di UBS, Christopher Swann.

"Kekhawatiran yang menyebabkan indeks jatuh ke wilayah pasar bearish pada awal Juni belum hilang, termasuk kekhawatiran atas laju kenaikan suku bunga, ancaman resesi, dan risiko politik," kata Swann, dilansir dari CNBC International.

"Sementara skenario tunggal yang paling mungkin, dalam pandangan kami, akan menampilkan soft landing ekonomi dan stabilisasi pasar, sentimen kemungkinan akan tetap berubah-ubah, dan ini bukan pasar untuk memposisikan satu skenario dengan keyakinan tinggi," tambah Swann.

Pada hari ini, investor akan memantau beberapa sentimen, di mana salah satunya yakni pergerakan bursa saham Wall Street yang kembali terkoreksi pada perdagangan Senin kemarin.

Wall Street yang kembali terkoreksi terjadi karena Investor masih terus mengevaluasi apakah pasar saham telah menemukan pijakan atau rebound sementara dari kondisi jenuh jual (oversold).

Di lain sisi, investor juga kembali khawatir dengan meningginya kembali yield Treasury AS tenor 10 tahun pada perdagangan kemarin.

Pada penutupan perdagangan Senin kemarin sekitar pukul 17:04 waktu AS atau pukul 04:04 WIB hari ini, yield Treasury tenor 10 tahun naik 0,8 basis poin (bp) ke 3,202%

Investor juga masih cenderung khawatir bahwa potensi resesi masih akan terjadi pada tahun ini, di mana mereka masih cenderung pesimis karena masih adanya potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed dan potensi inflasi yang masih bertahan di zona tinggi.

Sebelumnya pada Kamis pekan lalu, Ketua The Fed, Jerome Powell menegaskan kembali komitmen "tanpa syarat" The Fed untuk mengendalikan tingkat inflasi yang tinggi selama 40 tahun terakhir.

Berbicara di Komite Jasa Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat AS, Powell mengakui bahwa suku bunga yang lebih tinggi secara tajam dapat mendorong pengangguran tetapi mengatakan bahwa memulihkan stabilitas harga adalah "sesuatu yang perlu kita lakukan."

Namun, pasar kembali menduga bahwa inflasi sepertinya akan sedikit melandai. Hal ini terlihat dari survei yang dirilis oleh University of Michigan, sentimen konsumen mencapai rekor terendah 50 pada periode Juni 2022.

Sementara di permukaan yang tidak positif untuk pasar, investor menyukai angka di dalam laporan yang menunjukkan ekspektasi inflasi 12 bulan oleh konsumen turun kembali ke 5,3%.

Meski begitu, sebagian dari mereka juga sudah memulai kembali memburu saham dan mengakumulasikannya karena pekan ini merupakan pekan terakhir di Juni 2022, atau jelang berakhirnya kuartal II-2022 sekaligus semester I-2022.

Pada hari ini, investor akan memantau sejumlah rilis data ekonomi yakni indeks kepercayaan konsumen CB di AS pada periode Juni 2022. Selain itu, data indeks harga perumahan di AS periode April lalu juga akan dirilis pada hari ini.

Di lain sisi, beberapa bank besar di AS menaikkan dividen mereka sebagai tanggapan atas keberhasilan menyelesaikan stress test The Fed tahun ini, termasuk Bank of America, Morgan Stanley dan Goldman Sachs.

Sedangkan JPMorgan dan Citigroup mengatakan persyaratan modal yang semakin ketat memaksa mereka untuk mempertahankan dividen mereka tidak berubah.

Bergeser ke Eropa, investor akan mengamati pidato dari Presiden bank sentral Eropa (Europe Central Bank/ECB), Christine Lagarde pada hari ini. Pasar berekspektasi bahwa ECB akan segera menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.

Selain itu, investor juga akan mencari lebih banyak pembaruan dari pertemuan puncak para pemimpin G7.

Presiden AS Joe Biden bergabung dengan para pemimpin negara demokrasi terkaya di dunia, termasuk Kanada, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang, untuk pertemuan puncak tiga hari yang dimulai Minggu, di mana perang Rusia-Ukraina dan ekonomi global menjadi agenda utama.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Pidato Presiden bank sentral Eropa, Christine Lagarde
  2. Rilis data neraca perdagangan Amerika Serikat periode Mei 2022 (19:30 WIB),
  3. Rilis data indeks harga rumah Amerika Serikat periode April 2022 (20:00 WIB),
  4. Rilis data indeks kepercayaan konsumen CB Amerika Serikat periode Juni 2022 (20:00 WIB),
  5. RUPS Tahunan PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (09:00 WIB),
  6. RUPS Tahunan PT FAP Agri Tbk (09:00 WIB),
  7. RUPS Tahunan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (09:00 WIB),
  8. RUPS Tahunan PT Adhi Commuter Properti Tbk (10:00 WIB),
  9. RUPS-LB PT Cisadane Sawit Raya Tbk (10:00 WIB),
  10. RUPS Tahunan PT Goodyear Indonesia Tbk (10:00 WIB),
  11. RUPS Tahunan PT Nusantara Pelabuhan Handal Tbk (10:00 WIB),
  12. RUPS-LB dan Tahunan PT Sekar Bumi Tbk (10:00 WIB),
  13. RUPS Tahunan PT Bank of India Indonesia Tbk (10:30 WIB),
  14. RUPS Tahunan PT Unggul Indah Cahaya Tbk (10:30 WIB),
  15. RUPS Tahunan PT Batavia Prosperindo Trans Tbk (14:00 WIB),
  16. RUPS Tahunan PT Indosat Tbk (14:00 WIB),
  17. RUPS Tahunan PT Natura City Developments Tbk (14:00 WIB),
  18. RUPS Tahunan PT Palma Serasih Tbk (14:00 WIB),
  19. RUPS Tahunan PT Pratama Widya Tbk (14:00 WIB),
  20. RUPS Tahunan PT Superkrane Mitra Utama Tbk (14:00 WIB),
  21. RUPS Tahunan PT Mayora Indah Tbk (14:15 WIB),
  22. Pembayaran dividen tunai PT Emdeki Utama Tbk
  23. Pembayaran dividen tunai PT Galva Technologies Tbk.

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2021 YoY)

5,01%

Inflasi (Mei 2022 YoY)

3,55%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2022)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

4,85% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2022 YoY)

0,07% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2022 YoY)

US$ 1,82 miliar

Cadangan Devisa (Mei 2022)

US$ 135,6 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

 


(chd/chd) Next Article Maaf, Bestie! Wall Street Libur, tapi Ukraina Masih Panas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular