Mayoritas Bursa Asia Hijau, kecuali Bursa Saham RI

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
27 June 2022 16:53
People walk past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, July 10, 2019. Asian shares were mostly higher Wednesday in cautious trading ahead of closely watched congressional testimony by the U.S. Federal Reserve chairman. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup cerah bergairah pada perdagangan Senin (27/6/2022) awal pekan ini, melanjutkan tren positifnya pada pekan lalu.

Indeks Hang Seng memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni ditutup melejit 2,35% ke posisi 22.229,52. Beberapa saham teknologi China yang terdaftar di bursa Hong Kong menjadi penopang Hang Seng hari ini, seperti saham Alibaba yang melonjak 3,69% dan saham Meituan yang melompat 3,48%.

Sedangkan indeks ASX 200 Australia menjadi runner up bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni melonjak 1,94% ke 6.706. Kemudian disusul KOSPI Korea Selatan yang melompat 1,49% ke 2.401,92 dan Nikkei Jepang yang melesat 1,43% ke 26.871,27.

Sementara sisanya juga ditutup menghijau nyaris 1%. Indeks Shanghai Composite China berakhir melaju 0,88% ke 3.379,19, dan Straits Times Singapura terapresiasi 0,83% ke posisi 3.137,54.

Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona merah pada hari ini, yakni ditutup melemah 0,38% ke posisi 7.016,055.

Dari China, Laba di perusahaan-perusahaan industri kembali menyusut pada Mei lalu dan lebih baik dari periode April lalu, karena aktivitas di pusat-pusat manufaktur utama memang sudah dilanjutkan, tetapi pembatasan Covid-19 masih membebani produksi pabrik dan menekan margin pabrik.

Laba perusahaan industri di China turun 6,5%, lebih baik 8,5% pada April lalu, menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS) pada hari ini.

Perbaikan laba industri China pada bulan lalu didorong oleh lonjakan keuntungan di sektor pertambangan batu bara dan ekstraksi minyak dan gas (migas), karena adanya perang Rusia-Ukraina yang memicu reli harga komoditas global.

"Secara keseluruhan, kinerja industri di China telah menunjukkan beberapa perubahan positif, tetapi perlu dicatat bahwa pertumbuhan laba industri dari tahun ke tahun terus turun, dengan meningkatnya tekanan biaya dan kesulitan dalam produksi dan operasi," kata Zhu, senior NBS, dikutip dari Reuters.

Namun, terlepas dari akhir perdagangan yang positif dari pekan lalu hingga hari ini, pada perdagangan pekan lalu juga sempat mengalami gejolak karena investor menilai risiko yang ditimbulkan oleh kenaikan inflasi dan kekhawatiran resesi ekonomi.

Bank sentral di seluruh dunia, utamanya di Negara Barat telah mengambil langkah untuk meredam inflasi yang dipicu oleh melonjaknya harga energi dan pangan karena perang antara Rusia dan Ukraina.

Dampak potensi dari pengetatan kebijakan moneter dari bank sentral telah membuat pasar cemas karena dapat menimbulkan resesi, di mana Ketua bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell mengatakan pada pekan lalu di kongres bahwa resesi mungkin saja terjadi.

Di lain sisi, pada akhir pekan ini, China dan Jepang akan merilis data aktivitas manufakturnya pada periode Juni 2022. Untuk Jepang, data aktivitas manufakturnya merupakan data final.

Sementara itu, investor global masih akan menunggu berita terbaru dari pertemuan kelompok negara G7 yang telah mencapai puncak pada Minggu, 26 Juni 2022.

Presiden AS, Joe Biden dijadwalkan akan bergabung di pertemuan tersebut termasuk Kanada, Inggris, Jerman, Prancis, Itali dan Jepang. Agenda utama yang akan dibahas yaitu masalah ekonomi global dan perang antara Rusia-Ukraina.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular