Newsletter

Pekan Lalu IHSG Cerah, Pekan Ini Pasti "To The Moon"?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
27 June 2022 06:02
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri pada pekan lalu secara mayoritas mencatatkan kinerja positifnya, di mana pasar saham dan pasar obligasi pemerintah tercatat cukup baik pada pekan lalu. Sedangkan untuk pasar mata uang memang cenderung kurang baik, tetapi masih lebih baik dari pekan sebelumnya.

Sepanjang pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melesat 1,53% secara point-to-point (ptp). Pada perdagangan Jumat (24/6/2022) lalu, IHSG ditutup menguat 0,64% ke 7.042,94.

Dengan ini, maka IHSG berhasil memutus pelemahan yang terjadi pada dua pekan sebelumnya. IHSG juga kembali menyentuh zona psikologisnya di 7.000.

Mengutip data bursa, pada pekan lalu, investor asing tercatat melepas saham emiten Tanah Air di bursa domestik dengan catatan jual bersih (net sell) Rp 4,20 triliun di semua pasar.

Dari pasar reguler asing diketahui melepas saham senilai Rp 1,85 triliun, sedangkan di pasar negosiasi melego sejumlah Rp 2,35 triliun. Meski demikian, sejak awal tahun ini net buy asing di seluruh pasar masih jumbo atau sebesar Rp 64,98 triliun.

Sepanjang pekan lalu, pasar modal dalam negeri mencatat penurunan volume transaksi menjadi 123 miliar saham, jika dibandingkan dengan pekan sebelumnya sebanyak 140 miliar saham. Secara rata-rata harian angkanya turun menjadi 17,57 miliar saham per hari dari pekan lalu yang mencapai 20 miliar per hari selama empat hari perdagangan.

Meski volume turun, dari segi nilai transaksi angkanya malah tercatat naik tipis. Total transaksi saham di bursa pada pekan lalu adalah senilai Rp 86,66 triliun, naik tipis dari pekan sebelumnya sebesar Rp 86,18 triliun. Kemudian, total frekuensi perdagangan tercatat turun menjadi 6,28 juta transaksi, dari sebelumnya sejumlah 6,91 juta transaksi pada pekan sebelumnya.

Sedangkan dari pasar mata uang dalam negeri, yakni rupiah, sepanjang pekan lalu masih mencatatkan pelemahan yakni 0,16% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point (ptp).

Namun, kinerja di pekan lalu sudah jauh membaik ketimbang pekan sebelumnya. Dalam 5 hari perdagangan rupiah mampu menguat sebanyak 2 kali, sementara pekan sebelumnya tak pernah mencatat penguatan.

Pada perdagangan Jumat lalu, rupiah yang sempat menguat secara singkat mengakhiri perdagangan di Rp 14.835/US$, melemah 0,07% dari hari sebelumnya di pasar spot.

Sementara di pasar obligasi pemerintah RI atau surat berharga negara (SBN), imbal hasil (yield) SBN pada pekan lalu secara mayoritas mengalami pelemahan dan penguatan harga, menandakan bahwa investor cenderung memburunya.

Mengacu pada data Refinitiv, hanya SBN bertenor 15 dan 30 tahun yang mengalami pelemahan harga dan kenaikan yield-nya pada pekan lalu. Yield SBN tenor 15 tahun naik 0,6 basis poin (bp) ke 7,496%, sedangkan yield SBN tenor 30 tahun menguat 5,1 bp ke 7,41%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan obligasi acuan negara melemah 8,7 bp, dari sebelumnya pada perdagangan Jumat dua pekan sebelumnya di 7,466% menjadi ke 7,379% pada perdagangan Jumat pekan lalu.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali mempertahankan suku bunga acuan, optimisme membaiknya perekonomian domestik, ambruknya sejumlah komoditas, dan kekhawatiran resesi masih menjadi latar belakang yang membayangi pergerakan pasar hari ini.

Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan diharapkan bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani bahkan optimis perekonomian Indonesia bisa menembus 4,8-5,3% pada kuartal II tahun ini. Artinya, pertumbuhan ekonomi akan melewati pencapaian kuartal I-2022 yang tercatat 5,01%.

Suku bunga BI yang tetap dijaga di 3,5% juga diharapkan bisa berdampak positif ke perusahaan yang bergerak di sektor keuangan, konsumer primer, dan otomotif. Dengan tidak ada kenaikan bunga maka penjualan rumah dan kendaraan serta konsumsi rumah tangga diharapkan meningkat.

Beralih ke AS, bursa saham Wall Street pada perdagangan pekan lalu berhasil rebound setelah sempat menyentuh posisi terendahnya pada pekan sebelumnya

Secara point-to-point pada pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 5,4%, S&P 500 melejit 6,5%, dan Nasdaq Composite terbang 7,5%.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, Dow Jones melonjak 2,68% ke level 31.500,68, S&P 500 melompat 3,06% ke 3.911,74, dan Nasdaq melejit 3,34% ke 11.607,62.

Ketiga indeks utama Wall Street tersebut berhasil rebound dan juga berhasil menghentikan penurunan selama tiga pekan beruntun tiga minggu, karena pelaku pasar mempertimbangkan apakah pasar telah menemukan titik terendahnya. Namun, banyak orang di Wall Street masih cenderung pesimis atau khawatir dengan kondisi global.

"Kami percaya bahwa pemantulan di pasar ekuitas AS selama tiga hari perdagangan terakhir telah menjadi reli pasar bearish dari kondisi oversold yang mendalam," tulis Chris Senyek dari Wolfe Research dalam laporan riset hariannya, dikutip dari CNBC International.

Cerahnya Wall Street terjadi setelah pembacaan sentimen konsumen yang diikuti oleh pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan sedikit pelonggaran ekspektasi inflasi.

Menurut survei dari University of Michigan, sentimen konsumen mencapai rekor terendah 50 pada periode Juni 2022. Sementara di permukaan yang tidak positif untuk pasar, investor menyukai angka di dalam laporan yang menunjukkan ekspektasi inflasi 12 bulan oleh konsumen turun kembali ke 5,3%.

Pembacaan sentimen konsumen bisa menjadi sangat penting bagi investor, karena Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa penurunan mengejutkan dalam pembacaan awal adalah salah satu alasan bank sentral menaikkan suku bunga acuannya sebesar tiga perempat poin persentase pada awal bulan ini.

"Ini adalah kondisi yang melegakan," kata Mohamed El-Erian dari Allianz pada hari Jumat di "Squawk Box" CNBC International.

"[Ini] melegakan setelah [indeks melewati] minggu yang sulit, enam minggu yang sulit, tahun yang sulit ... dan itu sangat disambut baik." ungkap El-Erian.

Namun, kepala ekonom perusahaan menunjukkan terdapat tanda-tanda yang mengganggu di pasar obligasi, yang memperkirakan "risiko resesi yang lebih tinggi" tepat ketika The Fed mengambil sikap yang lebih agresif untuk menjinakkan inflasi.

"Pasar mengatakan 'wah, hati-hati,' karena ekonomi melemah tidak hanya di AS, tetapi di seluruh dunia. Jadi ada dua narasi yang berbeda saat ini di pasar saham dan pasar obligasi. Dan isu utamanya adalah sekali lagi, pasar obligasi yang mendikte The Fed, dan bukan [sebaliknya]," lanjut El-Erian.

Pada perdagangan akhir pekan lalu, hampir seluruh sektor saham di bursa AS mengalami kenaikan.

Saham pelayaran menjadi penopang indeks S&P 500 pada Jumat pekan lalu. Saham Carnival Corporation terbang 12,4%, setelah volume pemesanan di kuartal I-2022 naik 'hampir dua kali lipat', menjadi 'volume pemesanan kuartalan terbaik sejak awal pandemi'.

Sedangkan saham Royal Caribbean Group meroket 15,8% dan saham Norwegian Cruise Line Holdings meroket nyaris 15,4%.

Sektor keuangan juga tak kalah menarik, di mana saham-saham bank besar AS melesat 3,8%, setelah The Fed merilis hasil "stress test" tahunannya. The Fed mengatakan perusahaan seperti Wells Fargo memiliki kumpulan modal yang kuat untuk menghadapi potensi resesi.

Harga saham Wells Fargo melonjak hampir 7,6%, sedangkan saham Capital One melompat 5,6%.

Di lain sisi, saham logistik yakni FedEx melonjak sekitar 7,2%, meskipun laporan kuartal keempat beragam setelah perusahaan logistik itu menyampaikan perkiraan pendapatan yang optimis.

Pada hari ini, memang sentimen dari data ekonomi cenderung sepi. Tetapi, pelaku pasar juga perlu mencermatinya.

Sentimen dari data ekonomi pertama yakni perilisan data keuntungan industri China pada periode Mei 2022. Pasar dalam survei Trading Economics memperkirakan data keuntungan industri China pada bulan lalu cenderung membaik yakni di -3%, dari sebelumnya pada April lalu yang kontraksi 8,6%.

Selain data keuntungan industri China, dari Indonesia, yakni rilis data uang beredar Indonesia (M2) per Mei 2022. Kenaikan posisi uang tersebut berarti likuiditas masih aman di sektor riil.

Sementara itu, tak kalah penting di mana bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan menggelar rapat yang berbarengan dengan pertemuan negara anggota G7 yang akan berlangsung di Denmark.

Pertemuan ini patut diperhatikan dari pemimpin mereka yang cenderung memperburuk krisis pasokan dunia.

Adapun untuk sepanjang pekan ini, pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen pasar dari perilisan data dan agenda penting.

Sentimen pertama yakni pidato Presiden ECB, Christine Lagarde yang akan digelar pada Selasa. Kemudian ada data neraca perdagangan AS per Mei, dan indeks keyakinan konsumen AS per Juni.

Sedangkan sentimen kedua yakni rilis data indeks keyakinan konsumen (IKK) Uni Eropa per Juni yang layak diperhatikan karena diprediksi masih menguat 3,5% secara tahunan meski melambat dengan pertumbuhan bulanan sebesar 0,4% (dari posisi April sebesar 0,8%).

Pada Rabu perhatian berpindah ke Amerika Serikat (AS) di mana pertumbuhan ekonomi kuartal I-2022 yang akan dirilis menjadi sentimen ketiga yang mempengaruhi pasar, karena diprediksi terkontraksi alias minus 1,5% setelah kuartal sebelumnya melesat 6,9%. Volatilitas pasar akan meninggi pada hari ini terutama setelah pidato bos The Fed Jerome Powell.

Sentimen keempat masih membawa angin buruk, yakni rilis Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) China versi NBS, yang diprediksi masih terkontraksi dari 49,6 pada bulan sebelumnya menjadi 48,3 pada bulan Juni.

Menyusul kemudian sentimen kelima, yakni pertumbuhan ekonomi Inggris per kuartal I-2022 yang diprediksi tumbuh 0,8% secara bulanan, melambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 1,3%. Pertumbuhan ekonomi tahunan diprediksi sebesar 8,7% dari sebelumnya 6,6%.

Dari AS, bakal ada sentimen keenam yakni rilis indeks belanja perorangan (personal consumption expenditure/PCE) per Mei yang secara tahunan diprediksi sebesar 6,7% dan secara bulanan sebesar 0,9%, menurut konsensus Tradingeconomics. Keduanya meningkat dari bulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 6,3% dan 0,2%.

Sentimen ketujuh muncul dari Indonesia, di mana S&P Global merilis Indeks PMI manufaktur versi per Juni yang diprediksi masih ekspansif di 50,5 dari angka sebelumnya 50,8. Secara bersamaan Caixin menerbitkan PMI manufaktur di China per Juni yang diprediksi tumbuh 50,5 atau membaik dari posisi Mei yang masih terkontraksi 48,1.

Adapun sentimen terakhir juga muncul dari Tanah Air yakni data inflasi Juni yang menurut konsensus Refinitiv akan tumbuh 4,14% dari posisi Mei sebesar 3,55%.

Pada hari yang sama, indeks PMI AS sektor manufaktur per Juni versi ISM akan dirilis dan diprediksi masih ekspansif di angka 55, meski sedikit tertekan dari bulan sebelumnya di angka 56,1.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data keuntungan industri China periode Mei 2022 (08:30 WIB),
  2. Rilis data uang beredar M2 Indonesia periode Mei 2022 (10:00 WIB),
  3. Rilis data pemesanan barang Amerika Serikat periode Mei 2022 (19:30 WIB),
  4. Forum ECB
  5. RUPS Tahunan PT Agung Podomoro Land Tbk (10:00 WIB),
  6. RUPS Tahunan PT Mahaka Media Tbk (10:00 WIB),
  7. RUPS-LB PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (10:00 WIB),
  8. RUPS Tahunan PT Waskita beton Precast Tbk (10:00 WIB),
  9. RUPS Tahunan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (10:00 WIB),
  10. RUPS-LB PT Protech Mitra Perkasa Tbk (13:00 WIB),
  11. RUPS Tahunan PT Mahaka Radio Integra Tbk (13:30 WIB),
  12. RUPS Tahunan PT Pan Brothers Tbk (14:00 WIB),
  13. Pembayaran dividen tunai PT Hunung Raja Paksi Tbk,
  14. Pembayaran dividen tunai PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk.

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q1-2021 YoY)

5,01%

Inflasi (Mei 2022 YoY)

3,55%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juni 2022)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

4,85% PDB

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2022 YoY)

0,07% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2022 YoY)

US$ 1,82 miliar

Cadangan Devisa (Mei 2022)

US$ 135,6 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd) Next Article Inflasi AS Hingga Suku Bunga BI Siap Guncang Pasar Pekan Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular