
Jokowi Larang Ekspor Sawit, Akankah Neraca Dagang RI Defisit?

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan mengecil pada Mei tahun ini karena larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Mei akan mencapai US$ 3,57 miliar. Surplus tersebut lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada April 2022 yakni US$ 7,56 miliar.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 38,06% (year on year/yoy) sementara impor meningkat 34,06%. Sebagai catatan, pada April lalu, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 27,32 miliar atau melonjak 47,8% (yoy) sementara impor meningkat 21,9% menjadi US$ 19,76 miliar.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Mei 2022 pada Rabu (15/6/2022).
Surplus neraca perdagangan yang mengecil pada Mei sudah tercermin dalam cadangan devisa. Bank Indonesia melaporkan posisi cadangan devisa pada akhir Mei 2022 sebesar US$ 135,6 miliar, lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada April yakni US$ 135,7 miliar.
Jika neraca perdagangan kembali mencatatkan surplus pada Mei artinya Indonesia sudah membukukan surplus neraca perdagangan sejak April 2020, atau selama 25 bulan terakhir.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan melandainya surplus neraca perdagangan pada Mei merupakan dampak larangan ekspor CPO sementara dari sisi impor ada peningkatan. "Impor lebih baik di Mei sehubungan dengan Lebaran dan liburan," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia.
Sebagai catatan, pemerintah memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya pada 28 April-23 Mei 2022. Komoditas yang dilarang diekspor adalah CPO, minyak sawit merah atau red palm oil (RPO), palm oil mill effluent (POME), serta refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan used cooking oil.
CPO dan produk turunannya menyumbang sekitar 15% dari total ekspor Indonesia sehingga larangan ekspor akan berdampak besar. Besarnya dampak larangan ekspor CPO terhadap ekspor setidaknya tercermin dalam penerimaan bea keluar.
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan bea keluar (BK) pada Mei 2022 tercatat Rp 1,25 triliun, atau turun 66,7% dibandingkan perolehan pada April 2022.
Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail Samuel mengatakan relaksasi ekspor CPO pada akhir Mei akan membantu nilai ekspor bulan lalu. Kenaikan harga komoditas batu bara, baja, dan besi juga akan ikut mendongrak nilai ekspor Mei.
"Ada relaksasi ekspor CPO dan kenaikan ekspor iron and steel serta harga batu bara yang menyentuh US$ 350 per ton," tutur Mikail, kepada CNBC Indonesia.
Merujuk data Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Mei menyentuh US$ 369,96 per ton, lebih tinggi daripada April (US$ 310,85 per ton). Ekonom Bank Pemata Josua Pardede menjelaskan libur Lebaran juga akan berdampak kepada laju ekspor impor Mei. Libur Lebaran pada tahun ini berlangsung sejak 29 April hingga 8 Mei 2022.
"Kinerja ekspor diperkirakan turun sejalan dengan jumlah hari produktif yang lebih sedikit pada bulan Mei karena bertepatan dengan perayaan Idul Fitri," tuturnya.
Kinerja impor diperkirakan akan meningkat pada Mei seiring membaiknya perekonomian domestik dan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Konsensus pasar memperkirakan impor meningkat 34,06% pada Mei tahun ini atau lebih besar dibandingkan pertumbuhan 21,97% pada April.
"Kemungkinan impor lebih tinggi karena penurunan PPKM ke Level 1," ujar Mikail.
Harga minyak mentah yang tinggi juga diperkirakan akan melambungkan impor pada Mei tahun ini. Merujuk data Refintiv, harga minyak mentah Brent pada Mei tahun ini rata-ratanya ada di kisaran US$ 111,96 per barel. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada April yang tercatat US$ 105,92 per barel.
"Kenaikan harga minyak mentah akan memangkas surplus neraca perdagangan karena Indonesia adalah net importir minyak," tutur ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman.
Menurut data BPS, impor minyak Indonesia baik mentah maupun hasil minyak pada April 2022 mencapai US$ 3,3 miliar, naik 9,4% dibandingkan Maret 2022 dan melonjak 89% dibandingkan April 2022.
Secara akumulatif impor minyak dan hasil minyak pada Januari-April 2022 menembus US$ 10,62 miliar, melesat 76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae) Next Article Neraca Perdagangan 'Diramal' Masih Surplus, Tapi Anjlok Nih!