Newsletter

Alert! Wall Street Ambles Lagi, IHSG Waspada

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
14 June 2022 06:10
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia jatuh pada hari pertama perdagangan pekan ini (13/6). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles, rupiah terkulai tidak berdaya di hadapan dolar AS, sampai harga obligasi pemerintah terkoreksi.

Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup anjlok 1,29% ke posisi 6.995,44. IHSG pun gagal melaju ke level psikologis 7.000.

Pada awal perdagangan sesi I, IHSG langsung merosot 1,33% di posisi 6.992. Kemudian, pada perdagangan sesi II, IHSG berhasil memangkas koreksinya, meski tipis saja.

Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp 17 triliun dengan melibatkan 28 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,6 juta kali. Sebanyak 96 saham menguat, 484 saham melemah, dan 117 saham stagnan.

Meski IHSG kembali merana, tetapi investor asing tercatat masuk kembali ke pasar saham dalam negeri, di mana asing melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 376,82 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 299,85 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 76,97 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

Asing melakukan net buy di saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) sebesar Rp 148,4 miliar dan di saham PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) sebesar Rp 110,5 miliar.

Pergerakan IHSG tersebut mengekor indeks saham Kawasan Asia yang juga tenggelam di zona merah.

Pasar obligasi pemerintah juga tidak lepas dari tekanan. Mayoritas investor cenderung melepas SBN, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor.

Hanya SBN bertenor 25 yang cenderung stagnan di posisi 7,538%.

Yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 7 basis poin (bp) ke 7,29%.

Kenaikan yield menandakan harga Surat Berharga Negara (SBN) menandakan harga instrumen ini sedang turun karena kurang peminat atau terpapar tekanan jual.

Seri

Tenor (Tahun)

Yield (%)

Pergerakan (Bp)

FR0063

1

3.993

1.5

FR0039

3

4.642

1.1

FR0090

5

6.441

15.3

FR0091

10

7.290

7.0

FR0089

30

7.297

1.6

FR0088

15

7.345

0.6

FR0092

20

7.374

2.7

FR0067

25

7.538

0.0

Tekanan di pasar saham dan obligasi mengindikasikan arus modal seret, tentunya membuat rupiah pun terkoreksi. Di penutupan perdagangan kemarin, mata uang Tanah Air terkoreksi tajam 0,88% ke Rp 14.678/US$ dan menjadi koreksi terbesar sejak 26 Februari 2021 ketika jeblok 1,14%.

Aksi jual saham di bursa saham AS meningkat kemarin, di mana indeks S&P 500 jatuh ke level terendah baru dan berakhir di wilayah pasar bearish karena kekhawatiran resesi tumbuh menjelang pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pekan ini.

Indeks S&P 500 anjlok 3,88% ke 3.749,63 menandai posisi terendah sejak Maret 2021 dan kehilangan lebih dari 21% dari rekornya di Januari. Indeks acuan tersebut berakhir di bear market (zona penurunan) karena berada di bawah 20% dari rekor tertingginya. Terakhir kalinya, indeks saham berada di bear market ketika pandemi di Maret 2020.

Indeks Dow Jones jatuh 876,05 poin atau 2,79% ke 30.516,74 dan berada 17% dari rekor tertingginya. Sedangkan, Nasdaq anjlok 4,68% ke 10.809,23.

Mayoritas indeks menyentuh titik terendah setelah Wall Street Journal memproyeksikan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,75% pada Rabu (15/6), lebih dari setengah persentase seperti yang diharapkan pasar.

Saham Boeing, Salesforce, dan Chevron anjlok masing-masing 8,7%, 6,9%, dan 5,2%, dan menjadi pemberat pergerakan indeks Dow Jones. Koreksi juga menerpa saham teknologi seperti Amazon, Netflix dan Nvidia yang kompak ambruk lebih dari 7% dan membuat Nasdaq menyentuh titik terendah sejak November 2020.

Kemarin, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik lebih dari 20 basis poin ke 3,3% karena investor bertaruh bahwa The Fed akan lebih agresif untuk mengendalikan inflasi. Yield obligasi tenor 2 tahun naik 30 basis poin ke 3,3%.

Lonjakan yield obligasi jangka pendek meningkatkan sentimen negatif di tengah buruknya situasi psikologis investor di tengah inflasi yang kian panas jelang pertemuan penting bank sentral AS akhir pekan ini.

Sebagian dari kerugian itu terjadi pada Jumat (10/6), setelah Indeks Harga Konsumen (IHK) AS per Mei dilaporkan sebesar 8,6% secara tahunan (yoy), atau terpanas sejak Desember 1981. Inflasi inti yang tak memasukkan harga makanan dan energi juga di atas perkiraan sebesar 6%.

Harga BBM di AS melonjak ke US$5/galon pada pekan lalu, kian mengipasi ketakutan atas inflasi dan jatuhnya kepercayaan konsumen. Bitcoin pun drop di bawah US$24.000/keeping dan menyentuh level terendah sejak 2020.

Pelaku pasar di dalam negeri perlu mencermat sentimen dari pergerakan bursa saham Wall Street yang ditutup ambles pada perdagangan Senin (13/6) karena pasar merespons negatif terhadap melonjaknya inflasi dari sektor konsumen (IHK) per Mei yang melampaui ekspektasi pasar.

Jatuhnya bursa saham AS, tentunya menjadi sinyal negatif bagi pasar saham Asia dan Indonesia karena bursa saham Paman Sam tersebut menjadi kiblat pasar saham dunia. Jika Wall Street anjlok, ada potensi IHSG ikut ambruk.

Pada pekan lalu, inflasi dari sisi konsumen AS yakni consumer price index (CPI) pada Mei 2022 melesat 8,6% secara tahunan (year-on-year/yoy). Inflasi tersebut naik dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy) dan menjadi rekor tertinggi sejak 1981.

Hari ini, investor akan disuguhkan dengan dirilis data indeks harga produsen (producer price index/PPI) AS per Mei yang akan menunjukkan inflasi dari sektor produsen.

Ketika inflasi di produsen tinggi, maka ada risiko inflasi pada indeks harga konsumen juga akan melesat dalam beberapa bulan ke depan. Sebab, produsen kemungkinan besar akan menaikkan harga jual produknya.

Selain itu, inflasi yang melonjak membuat imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun kembali menyentuh level tertinggi ke 3,381% sejak 2011 kemarin. Yield obligasi tenor 2 tahun berada di 3,283% menjadi titik tertinggi sejak Desember 2007, sedangkan yield obligasi tenor 5 tahun naik ke 3,489% dan menjadi titik tertinggi sejak Juli 2008.

Para investor tak berani memegang obligasi jangka pendek dan membuat harganya tertekan sehingga yield nya naik.

Yield obligasi 2 tahun naik dan sempat melampaui yield tenor 10 tahun untuk pertama kalinya sejak April. Hal tersebut menandakan inversi imbal hasil yang dianggap sebagai indikator resesi.

Kenaikan yield obligasi tentu menjadi sentimen negatif bagi pasar global, terutama bagi saham-saham berbasis teknologi yang berkolerasi negatif denngan pergerakan yield obligasi.

Selain itu, pasar juga perlu mencermati pergerakan harga minyak mentah yang telah menanjak selama tujuh pekan beruntun.

Baru-baru ini, pemimpin Uni Eropa sepakat untuk melarang impor 90% minyak mentah Rusia pad akhir tahun.

Embargo minyak Rusia tersebut merupakan bagian dari paket sanksi keenam Uni Eropa terhadap Rusia sejak menyerang Ukraina. Organisasi Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) yang menaikkan tingkat produksinya juga belum mampu meredam kenaikan harga minyak mentah.

Tingginya harga minyak mentah dan komoditas energi lainnya menjadi pemicu utama inflasi tinggi di beberapa negara.

Harga energi berkontribusi besar terhadap kenaikan inflasi. Sepanjang Mei harga energi naik 3,9% dari bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan Mei 2021, harga energi melonjak hingga lebih dari 34%.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Data Pengangguran Inggris April 2022 (13:00 WIB)
  • Indeks Harga Produsen (IHP) AS per Mei 2022 (19:30 WIB)
  • Investasi Langsung Asing China (Foreign Direct Investment/FDI) (22:30 WIB)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Surya Pertiwi Tbk (14:00 WIB)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Asuransi Dayin Mitra Tbk(08:30 WIB)
  • RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Sinar Mas Multiartha Tbk (09:00 WIB)
  • RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Duta Pertiei Tbk (09:30 WIB)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Champion Pacific Indonesia Tbk (10:00 WIB)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Equity Development Investment Tbk (10:30 WIB)
  • RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Sinarmas Tbk (10:30 WIB)
  • RUPST dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa BSDE PT Bumi Serpong Damai Tbk (13:30 WIB)
  • Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Boston Furniture Industries Tbk (14:00 WIB)
  • Pembagian dividen PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk
  • Pembagian dividen PT Prima Globalindo Logistik Tbk
  • Pembagian dividen PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk
  • Pembagian dividen PT Harum Energy Tbk
  • Pembagian dividen PT Puradeltra Lestari Tbk

Di bawah ini adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q I-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (Mei 2022 YoY)

3.55%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2022)

3,5%

Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022)

(4,85% PDB)

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q I-2022)

0,1% PDB

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q I-2022)

(US$ 1,8 miliar)

Cadangan Devisa (Mei 2022)

US$ 135,6 miliar

 TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/luc) Next Article Hari Pembuktian Akhirnya Tiba: IHSG Rekor Apa Tekor?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular