
Selamat, Pak Jokowi! Indonesia Bakal Salip China...

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat, tetapi nilai tukar rupiah melemah tipis.
Kemarin, IHSG ditutup di posisi 7.141,04. Naik 0,63% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. Penguatan 0,63% menjadikan IHSG sebagai indeks saham terbaik di Asia.
Perdagangan di pasar saham Tanah Air sejatinya berlangsung semarak. Volume perdagangan melibatkan 30.93 miliar unit saham. Jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata sepanjang 2022 yaitu 23,44 miliar unit.
Kemudian frekuensi perdagangan tercatat 18,87 juta kali, berbanding 16,08 kali rata-rata 2022. Lalu nilai perdagangan ada di Rp 18,87 triliun, lumayan jauh di atas rerata 2022 yang Rp 16,08 triliun.
Akan tetapi, investor asing malah membukukan jual bersih (net sell) Rp 625,52 miliar di seluruh pasar. Sepanjang 2022, investor asing masih mencatat beli bersih (net buy) Rp 69,04 triliun.
Tanpa dukungan arus modal asing, rupiah jadi sulit berbuat banyak. Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), mata uang Ibu Pertiwi melemah tipis 0,03% di perdagangan pasar spot. Rupiah berada di Rp 14.454/US$ kala penutupan pasar.
Meski demikian, kinerja rupiah tidak jelek-jelek amat dibandingkan mata uang Asia lainnya. Mayoritas mata uang Benua Kuning juga takluk oleh greenback. Di antara mata uang yang melemah, depresiasi rupiah adalah yang paling tipis.
Halaman Selanjutnya --> Wall Street Bangkit
Berpindah ke bursa saham AS, tiga indeks utama finis di jalur hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA), S&P 500, dan Nasdaq Composite bertambah masing-masing 0,8%, 0,95%, dan 0,94%.
Namun perdagangan di New York berlangsung labil. DJIA dan kawan-kawan sempat masuk zona merah sebelum balik arah jelang akhir perdagangan.
Wall Street terpapar sentimen negatif dari 'kamar' sebelah yaitu pasar obligasi. Pada 6 Juni, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS menyentuh di atas 3%, tepatnya 3,0399%. Ini adalah yang tertinggi sejak 6 Mei atau sebulan terakhir.
Tingginya yield obligasi membuat perhatian investor tersedot ke pasar surat utang. Pasar saham jadi sepi peminat.
Selain itu, kenaikan yield menjadi cerminan biaya dana akan semakin mahal. Pada saatnya, suku bunga perbankan akan ikut menyesuaikan.
So, ke depan biaya ekspansi emiten akan semakin tinggi. Laba bakal tergerus, sehingga investor sulit berharap mendapat dividen tinggi.
"Risiko tekanan terhadap pertumbuhan laba emiten semakin tinggi. Kekhawatiran ini yang sedang menyelimuti pasar," kata Andrea Cicione, Head of Strategy di TS Lombard, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, pelaku pasar juga masih memasang mode wait and see. Akhir pekan ini, data inflasi AS periode Mei akan dirilis.
Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi Negeri Paman Sam bulan lalu akan sebesar 8,3% year-on-year (yoy). Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya, masih bertahan di level tinggi.
Dengan inflasi yang tinggi, maka makin kuat alasan bagi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) untuk mengetatkan kebijakan moneter secara agresif. Pasar memperkirakan Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps) pekan depan. Mengutip CME FedWatch, peluang ke arah sana mencapai 97,2%.
![]() |
"Kenaikan 50 bps memang sudah layak. Bahkan mungkin tidak cukup cepat untuk meredam inflasi. Namun saya rasa kebijakan yang agresif akan membuat pasar ketakutan," kata Robert Pavlik, Senior Portfolio Manager di Dakota Wealth, seperti diberitakan Reuters.
Halaman Selanjutnya --> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sentimen yang berpotensi menggerakkan pasar. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang lumayan oke. Wall Street yang hijau bisa membuat pasar keuangan Asia tertular.
Sentimen kedua, ada kabar kurang sedap datang dari Bank Dunia. Institusi yang berkantor pusat di Washington DC itu menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Untuk 2022, Bank Dunia memperkirakan ekonomi global tumbuh 2,9%. Turun 1,2 poin persentase dibandingkan proyeksi Januari lalu. Sementara untuk 2023, proyeksi pertumbuhan ekonomi dipangkas 0,2 poin persentase menjadi 3%.
David Malpass, Presiden Bank Dunia, bahkan memperingatkan pertumbuhan ekonomi dunia bisa lebih rendah lagi menjadi 2,1% tahun ini dan 1,5% tahun depan. Risiko yang membayangi perekonomian dunia di antaranya pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), perang Rusia-Ukraina, gangguan rantai pasok, serta 'hantu' stagflasi.
"Bahaya stagflasi patut dipertimbangkan saat ini. Pertumbuhan ekonomi yang rendah sepertinya masih akan terus terjadi dalam satu dekade ini karena investasi yang lemah di hampir seluruh negara. Dengan inflasi yang mencatat rekor tertinggi dalam beberapa dekade terakhir dan pasokan masih akan tumbuh rendah, maka ada risiko inflasi tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama," papar Malpass dalam konferensi pers, sebagaimana diwartakan Reuters.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah Bank Dunia juga 'menyunat' perkiraan pertumbuhan ekonomi Negeri 62?
Sayangnya iya. Untuk 2022, Bank Dunia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,1%. Turun tipis 0,1 poin persentase dibandingkan proyeksi Januari.
Meski demikian, pencapaian tersebut tidak perlu membuat Indonesia berkecil hati. Pertumbuhan ekonomi 5,1% akan membuat Indonesia jauh lebih baik ketimbang China, yang diperkirakan tumbuh 4,3%.
![]() |
Kunci utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut Bank Dunia, adalah harga komoditas. Perang Rusia-Ukraina yang membuat harga komoditas di pasar internasional melambung jauh terbang tinggi membuat Indonesia tertimpa 'durian runtuh'.
"Performa negara eksportir komoditas akan lebih baik ketimbang importir. Tingginya penerimaan dari komoditas akan membuat Indonesia, negara eksportir komoditas terbesar di kawasan, bisa mengakomodasi pengetatan fiskal menjadi lebih moderat," sebut laporan Bank Dunia.
Halaman Selanjutnya --> Simak Agenda dan Rilis Data Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Pembagian dividen PT Telkom Indonesia Tbk.
- Pembagian dividen PT Kedawung Setia Industrial Tbk.
- Pembagian dividen PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
- Pembagian dividen PT Sampoerna Agro Tbk.
- Pembagian dividen PT Sarana Menara Nusantara Tbk.
- Pembagian dividen PT Bank Syariah Indonesia Tbk.
- Pembagian dividen PT Paramita Bangun Sarana Tbk.
- Pembagian dividen PT Teladan Prima Agro Tbk.
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Trans Power Marine Tbk (09:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT LCK Global Kedaton Tbk (09:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tifico Fiber Indonesia Tbk (09:30 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (09:30 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (10:00 WIB).
- Rilis data cadangan devisa Indonesia periode Mei 2022 (10:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (13:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Buana Finance Tbk (14:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Indonesia Prima Property Tbk (14:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Surya Semesta Internusa Tbk (14:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Sarana Mediatama Metropolitan Tbk (14:00 WIB).
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Satra Antaran Prima Tbk (14:00 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Tahun Depan Berat! AS Sampai China Bisa Ganggu Ekonomi RI
