Rupiah Belum Mampu Trengginas Lagi, Kehabisan Tenaga?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 June 2022 15:21
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (7/6/2022). Bank sentral AS (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga lagi pekan depan mampu menjaga kinerja dolar AS.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.450/US$. Setelahnya rupiah melemah hingga 0,14% di Rp 14.470/US$, sebelum mengakhiri perdagangan di Rp 14.454/US$ atau melemah 0,03% saja.

Pelemahan rupiah ini menjadi yang kedua beruntun setelah trengginas pada pekan lalu dengan menguat nyaris 1%, menjadi penguatan mingguan terbesar sepanjang tahun ini.

Pergerakan rupiah hari ini tetap dipengaruhi ekspektasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. The Fed hampir pasti akan menaikkan suku bunga 50 basis poin lagi pekan depan menjadi 1,25% - 1,5%. Namun, pelaku pasar saat ini menanti kejelasan apakah The Fed masih akan agresif di sisa tahun ini, atau ada peluang kenaikan suku bunga akan ditunda, dan melihat terlihat dahulu dampaknya terhadap inflasi dan pasar tenaga kerja.

Hal tersebut membuat dolar AS masih cukup kuat, meski tidak bisa melesat seperti bulan lalu.

Bahkan, indeks dolar AS sempat jeblok 2 pekan beruntun sebelum kembali bangkit pada pekan lalu. Kemerosotan dolar AS tersebut terjadi setelah rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed edisi Mei yang menunjukkan beberapa pejabat melihat jika suku bunga segera dinaikkan, maka di sisa tahun ini The Fed akan berada di posisi yang bagus untuk menilai efek dari kenaikan suku bunga tersebut.

Notula tersebut juga menunjukkan para pembuat kebijakan sepakat akan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Juni dan Juli.

Setelahnya, ada peluang periode kenaikan suku bunga akan dihentikan sementara.

Ahli strategi dari bank investasi JP Morgan juga melihat peluang The Fed tidak akan agresif, meski dikatakan bukan skenario yang utama.

"Itu bukan skenario dasar tim ekonomi kami, tetapi kami pikir ada peluang The Fed akan mengerek suku bunga hingga 1,75% - 2% yang merupakan kebijakan normal dan memberi peluang untuk menghentikan sementara kenaikan suku bunga dan menilai terlebih dahulu dampak kebijakannya terhadap pasar tenaga kerja dan inflasi," kata ahli strategi JP Morgan, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (26/5/2022).

Sementara itu, kebijakan bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) juga mempengaruhi pergerakan pasar mata uang hari ini.

RBA sekali lagi mengejutkan pasar. Suku bunga dinaikkan 2 bulan beruntun, dan keduanya lebih tinggi dari ekspektasi pelaku pasar.

RBA di bawah pimpinan Gubernur Philip Lowe menaikkan suku bunga bulan lalu sebesar 25 basis poin menjadi 0,35% dari rekor terendah sepanjang masa 0,1%. Kenaikan tersebut menjadi yang pertama sejak November 2010.

Bahkan kenaikannya lebih besar dari prediksi ekonom yang disurvei Reuters yang memperkirakan kenaikan sebesar 15 basis poin.

Sementara pada hari in suku bunga kembali dinaikkan, bahkan sebesar 50 basis poin menjadi 0,85%.

Lagi-lagi kenaikan suku bunga tersebut lebih tinggi dari hasil survei terbaru Reuters yang memperkirakan sebesar sebesar 25 basis poin menjadi 0,6%.

Hal tersebut membuat dolar Australia melesat melawan dolar AS begitu juga melawan rupiah. Padahal pagi tadi masih mengalami pelemahan, sore ini dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.402/AU$, atau menguat 0,11%.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular