Newsletter

Teka-Teki Terbesar: Koreksi Wall Street Sudah Bottom Belum?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
30 May 2022 06:22
Seorang tentara pertahanan wilayah Ukraina berjalan melewati reruntuhan sebuah bangunan yang terkena tembakan di pinggiran wilayah separatis Donetsk (Donbas).. (LightRocket via Gett/SOPA Images)
Foto: Seorang tentara pertahanan wilayah Ukraina berjalan melewati reruntuhan sebuah bangunan yang terkena tembakan di pinggiran wilayah separatis Donetsk (Donbas).. (LightRocket via Gett/SOPA Images)

Pertanyaan yang sedang dicari-cari jawabannya sepekan ini adalah: apakah koreksi yang menimpa bursa dunia-utamanya Wall Street-telah menyentuh titik dasarnya, sehingga reli sepekan lalu benar-benar memiliki legitimasi dan berkelanjutan?

Jika dicermati lebih jauh, penyebab reli pekan lalu adalah sentimen-sentimen yang bersifat jangka pendek, yang terkait erat dengan faktor risiko yang paling mengkhawatirkan bagi perekonomian dunia dan diperhatikan pelaku pasar.

Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah persoalan inflasi dan peluang terkuranginya agresivitas bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menaikkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate).

Inflasi AS diyakini melandai setelah indeks belanja konsumsi perorangan (personal consumption expenditure/PCE) tumbuh 4,9% per April, atau melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 5,2%.

Data inilah yang menjadi biang penguatan di pasar pekan lalu, yang memicu para investor berspekulasi bahwa inflasi di AS sudah mencapai titik tertingginya, dus semestinya bakal terus menurun.

Namun yang mungkin luput dari analisis jangka pendek pelaku pasar tersebut adalah faktor krusial pemicu inflasi yang masih merajalela dan belum terkendalikan, yakni perang Rusia dan Ukraina. Faktor geopolitis inilah yang menjadi biang inflasi dunia dan di negara maju.

AS saat ini menghadapi kelangkaan susu formula di pasaran, yang terkait erat dengan perang di Eropa Timur tersebut. Minyak biji matahari-bahan baku utama susu formula-- dipasok dari Ukraina. Perang mengganggu produksi dan distribusi minyak nabati tersebut.

Belum lagi jika kita bicara pasokan gandum dunia di mana Rusia menjadi eksportir terbesar dunia. Volume ekspor gandum Rusia saat ini mencapai 44 juta ton, atau setara dengan 23,9% dari pangsa pasar dunia.

Di sisi lain, ekspor gandum Ukraina sebanyak 16,4 juta ton setahun, atau setara dengan 8,9% dari ekspor dunia. Jika digabung, kedua negara ini menyumbang sepertiga pasokan gandum dunia.

Sarah Menker, CEO perusahaan riset dan analisis Gro Intelligence, dalam rapat khusus dengan Dewan Keamanan (DK) PBB pekan lalu (25/5/2022) menyatakan bahwa cadangan gandum dunia hanya cukup untuk pasokan selama 10 pekan, alias kurang dari 3 bulan.

Presiden Rusia Vladimir Putin sejauh ini masih ngotot untuk membasmi gerakan neo-Nazi di pemerintahan Ukraina-yang dituding menjadi pemicu buntunya pelaksanaan kesepakatan Minsk di kawasan separatis Ukraina yakni Donbass.

Di sisi lain, upaya Blok Barat menghentikan perang dengan memasok senjata bagi Ukraina justru membuat perang terus berlarut-larut hingga berjalan sampai 3 bulan. Sanksi yang dijatuhkan seperti embargo produk Rusia, ironisnya justru memukul ekonomi negara Blok Barat sendiri.

Selama faktor ini belum terselesaikan, prospek ekonomi dunia masih akan kelam dan reli pekan lalu rasanya masih belum memiliki basis legitimasi yang kuat.

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular