
Teka-Teki Terbesar: Koreksi Wall Street Sudah Bottom Belum?

Bursa saham Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan sepekan lalu, sehingga indeks Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 menghentikan koreksi 8 pekan beruntun. Kinerja sepekan lalu menjadi yang terbaik sejak November 2020.
Dow Jones naik 575,77 poin (+1,76%) ke 33.212,96 sementara S&P 500 naik 100,4 poin (+2,47%) ke 4.158,24. Nasdaq lompat 390,48 poin (+3,33%) ke 12.131,13 berkat kinerja positif emiten piranti lunak dan pelemahan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.
Sepanjang pekan, Dow terhitung melompat 6,2% dan memutus koreksi 8 pekan beruntun yang merupakan pelemahan terpanjang sejak tahun 1923. Indeks S&P 500 lompat 6,5% sementara Nasdaq melesat 6,8% pada periode yang sama. Keduanya sukses mengakhiri koreksi 7 pekan beruntun.
Kini, Nasdaq terpaut 25,2% dari rekor tertinggi sepanjang masanya, sementara S&P 500 dan Dow terhitung 13,7% dan 10,1% dari posisi tertinggi sepanjang sejarah masing-masing.
"Kita telah mencapai jalan panjang cukup cepat dan jika bisa melakukan stabilisasi di sini, maka penurunan yang kita lihat bisa jadi cukup atau mendekati cukup," tutur Tom Martin, manajer portofolio senior Globalt Investments, kepada CNBC International.
Optimisme pasar bangkit setelah inflasi dilaporkan melambat, dengan belanja konsumsi perorangan (personal consumption expenditure/PCE) tumbuh 4,9% per April, atau melambat jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 5,2%.
Indeks PCE menjadi acuan bank sentral AS untuk menentukan langkah moneter mereka selanjutnya. Jika inflasi terkendali, maka langkah agresif penaikan suku bunga AS bisa dihindari dan membantu mengurangi tekanan atas saham teknologi.
Kemarin, saham teknologi melesat di antaranya emiten piranti lunak Autodesk yang melompat 10,3% setelah merilis kinerja keuangannya per kuartal I-2022. Sementara itu, saham Dell Technologies melesat 12,8%.
Investor juga menyambut positif kinerja emiten peritel seperti Gap yang sahamnya melesat 4,3% meski perseroan memangkas target laba bersihnya. Inflasi yang terkendali akan membuat daya beli masyarakat menguat, sehingga membantu mendongkrak belanja ritel.
Optimisme akan perlandaian inflasi tersebut memicu pelemahan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun-yang menjadi acuan pasar, ke bawah level 2,75% dari posisi tertinggi sepanjang tahun ini di angka 3%.
Meski demikian, pelaku pasar masih menimbang-nimbang prospek keberlanjutan penguatan sepekan tersebut untuk melihat apakah koreksi yang terjadi sudah menyentuh dasarnya ataukah masih berlanjut.
Pasalnya, situasi global masih dicekam ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina yang masih berlarut-larut, sementara kekhawatiran baru muncul setelah cacar monyet (monkey pox) merebak di beberapa negara maju, yang khususnya menyerang komunitas penyuka sesama jenis (gay).
(ags/ags)